Harta, Takhta, Pilkada
SEMAKIN dekat pada pemilihan umum, rakyat negeri ini sudah biasa melihat manuver politik yang makin menjadi. Lawan menjadi kawan, begitu pula sebaliknya. Koalisi lama pecah, koalisi baru terbentuk, atau bahkan kian banyak yang bersatu membentuk koalisi super.
Politik memang begitu ‘cair’ jikalau tidak mau disebut absurd. Semuanya dianggap sah selama tidak melanggar hukum. Bahkan, jika perlu, hukum yang ‘disesuaikan’ demi kepentingan yang ada.
Manuver politik yang makin menggila inilah yang pantas membuat kita risau akan kualitas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Padahal, pilkada yang akan berlangsung serentak 27 November nanti sangatlah penting bagi nasib bangsa ini ke depan.
Dari kerja pemimpin daerahlah segala ukuran keberhasilan maupun kemunduran kualitas hidup rakyat dihasilkan, baik berupa angka kemiskinan, angka pengangguran, angka kesejahteraan per kelompok profesi, maupun angka stunting.
Sebab itu pula, imbauan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir di Yogyakarta, Senin (22/7) kemarin, amat relevan dan urgen untuk menjadi pengingat. Haedar menekankan agar para calon kontestan pilkada serius mengabdi kepada rakyat dan mengurus daerah dengan sebaik-baiknya, bukan semata mencari kekuasaan atau jabatan. Tanpa niat yang lurus, kontestan pilkada berpeluang menyalahgunakan wewenang saat kelak menjabat.
Perkataan Haedar sama sekali bukan mengawang-awang ataupun klise. Perkataan itu malah sebenarnya memiliki dua peringatan penting. Pertama, soal kontestan yang hanya haus jabatan dan materi. Kedua, soal dampaknya jika rakyat ‘terjebak’ memilih kontestan oportunis dan pemburu rente seperti itu.
Manuver politik yang begitu ‘cair’ sekarang inilah yang juga berimbas pada kualitas calon yang disodorkan kepada rakyat. Masalah lama perihal kaderisasi di parpol bukan saja membuat saban pilkada sosok pesohor menjadi laris. Rumus mendongkrak popularitas paslon dengan menggandeng artis memang sudah ada sejak dulu.
Namun, kini, artis yang masuk kontestasi bahkan dengan kualitas yang dicibir oleh rekan-rekan seprofesi mereka sendiri. Ini sebenarnya bukan sepele dan bukan pula kecemburuan personal. Kondisi itu sesungguhnya menunjukkan betapa kian banyak yang mengingatkan kita tentang ketiadaan rekam prestasi orang yang bersangkutan, bahkan di bidangnya sendiri.
Maka, adalah pemikiran logis soal adanya niat ‘bercabang’ yang dicari para paslon tersebut lewat pilkada ini. Pendeknya, tiga hasrat bagi mereka hendak digenggam sekaligus, yakni harta, takhta, pilkada. Sebab itu, rakyat harus makin jeli menelaah calon pemimpin mana yang memiliki kehendak lurus demi mereka. Salah satu caranya dengan melihat rekam jejak di bidang masing-masing.
Terhadap para paslon petahana, janji di awal pilkada yang lalu haruslah terwujud dalam lima tahun ketika ia menjabat saat ini. Rakyat tidak boleh tergiur janji baru, apalagi menutup mata akan indikasi skandal atau kasus yang sudah ada. Angka kemiskinan dan angka pengangguran haruslah menjadi ukuran mutlak. Sebab, apa pun klaim keberhasilan, semestinya tecermin pada penurunan kedua angka itu.
Sebaliknya, klaim keberhasilan tanpa jejak di angka kemiskinan dan angka pengangguran justru menjadi pertanda kue kemajuan yang hanya dinikmati segelintir kelompok terus dilanggengkan. Bukan jarang terjadi, kue itu nyatanya hanya manis bagi kroni para pemimpin daerah itu.
Bagi paslon yang bukan petahana ataupun pejabat karier di pemerintahan daerah, rekam jejak memang harus ditelaah lebih jeli. Meski begitu, sesungguhnya juga bukan perkara sulit membedakan janji manis dan niat mengabdi.
Apa pun bidangnya, bekerja membangun daerah ataupun membantu rakyat semestinya bisa dilakukan dengan berbagai cara. Maka, sebenarnya sangat aneh jika sosok paslon di kontestasi pilkada berjanji untuk membantu rakyat tetapi selama ini nihil kegiatan dengan masyarakat.
Paslon dengan janji manis seperti itu, jangankan menjadi pemimpin dan membuat kemajuan, malah sangat mungkin justru rakyat yang mengajarinya nilai-nilai kehidupan.
Oleh karena itu, kita pun mengimbau parpol untuk memilih paslon yang benar-benar berkualitas di sebulan ini menuju tenggat pendaftaran. Jangan salahkan rakyat jika berpaling bahkan mungkin urung memilih kalau paslon yang ditawarkan sekadar sosok-sosok pemburu harta dan takhta.
Terkini Lainnya
Jargon Kosong Netralitas
Jaga Muruah Wakil Tuhan
Benang Basah Antikorupsi
Profesionalisme Penjaga Negeri
Tonggak Menuju Indonesia Maju
Saring Ketat Calon Pemimpin KPK
Harapan Tinggi untuk DPR Baru
Menggantung Nasib RUU Pro Rakyat
Meneror Kebebasan Berpendapat
Akhiri Pemborosan Belanja Pegawai
Mempertaruhkan Sirekap Berkali-kali
Nasib Tragis Negeri Agraris
Waswas Belanja Negara
Pilkada Jangan cuma Ajang Gimik
PON Kehilangan Kebanggaan
Sudahi Berebut Kursi Menteri
Perdagangan Internasional: Menavigasi Tantangan dan Peluang Baru
Air, Sanitasi, dan Higienis (WASH)
Ekspektasi Penganekaragaman Pangan
Pemerintahan Baru dan Reformasi Pemilu
Pembangunan Manusia dan Makan Bergizi Anak Sekolah
Menunggu Perang Besar Hizbullah-Israel
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap