visitaaponce.com

Pilkada Mulus sampai Penetapan

JIKA ada yang bertanya soal kedewasaan berpolitik masyarakat Indonesia, Pilkada Serentak 2024 adalah jawabannya. Kita pantas bangga karena pelaksanaan pilkada serentak itu menunjukkan kedewasaan kita.

Pilkada yang merupakan terbesar dalam sejarah Indonesia ini berlangsung mulus. Serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota, hampir tidak ada laporan kekisruhan ataupun diundurnya pencoblosan.

Relatif mulusnya pelaksanaan pilkada itu bukan hal remeh. Secara karakteristik, pilkada selalu lebih rawan daripada pilpres. Itu terutama lantaran faktor kedekatan pemilih dengan para calon mereka. Bahkan, di sejumlah daerah, unsur kekeluargaan sangat kental sehingga pilkada bukan soal demokrasi semata.

Ditambah lagi, Pilkada Serentak 2024 masih membawa luka demokrasi yang ada pada pilpres lalu. Karpet merah untuk anak emas pun hampir terjadi lagi hingga menimbulkan demo 'Darurat Demokrasi' pada Agustus lalu.

Pilkada di sejumlah daerah juga dinilai menjadi pertarungan ‘mati-matian’ di antara kubu-kubu politik. Itu terjadi di Jawa Tengah, Bali, Sumatra Utara, juga Jakarta.

Sebab itu pula, Bawaslu memperingatkan potensi kerawanan yang lebih tinggi pada pilkada ketimbang pilpres. Dalam versi Bawaslu, terdapat lima provinsi dengan kerawanan tertinggi, yaitu Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Namun, kemarin, tidak tercatat adanya kisruh pencoblosan di kelima provinsi tersebut. Begitu pula di provinsi-provinsi yang menjadi arena pertarungan antara kandidat yang di-endorse kekuasaan dan calon yang dipersepsikan sebagai bagian oposisi.

Akan tetapi, memang, hari-H yang damai belum tentu nihil pelanggaran atau kecurangan. Setidaknya di Bali, telah beredar video yang menunjukkan surat suara telah dicoblos terlebih dulu oleh oknum petugas. Laporan-laporan serupa bisa saja menyusul di daerah lain. Indikasi kecurangan sekecil apa pun tidak dapat disepelekan. KPU maupun Bawaslu harus segera mengusut secara mendalam.

Pilkada yang relatif damai justru harus membawa kesadaran pada seluruh pemangku kepentingan tentang kredibilitas proses pemungutan suara. KPU dan Bawaslu tidak boleh menutupi borok penyelenggaraan sekecil apa pun.

Bukan hanya akan mencoreng pilkada yang damai, pembiaran terhadap indikasi kecurangan juga akan membahayakan tahapan selanjutnya, baik potensi putaran kedua maupun sampai ke penetapan. Pilkada putaran kedua masih berpotensi terjadi di Jakarta walaupun berdasarkan hasil hitung cepat beberapa lembaga survei menunjukkan pasangan Pramono-Rano Karno sudah melewati 50% suara.

Kredibilitas hasil penghitungan di putaran pertama akan sangat memengaruhi polarisasi di masyarakat maupun partisipasi pemilih nantinya, jika memang putaran kedua berlangsung. Lebih jauh lagi, tingkat kepercayaan publik untuk hasil Pilkada 2024 akan menentukan pula kepercayaan masyarakat kepada sistem demokrasi kita.

Pada Pilpres 2024, kita sudah mendapati penurunan partisipasi pemilih sebesar 0,12% jika dibandingkan dengan Pilpres 2019. Adapun pada Pilkada 2024 ini, KPU menargetkan partisipasi pemilih sebesar 83%. Hasilnya, memang belum kita dapatkan. Akan tetapi, adanya seruan gerakan mencoblos semua calon merupakan bukti apatisnya masyarakat. Mereka memang datang ke TPS, tapi tidak jauh berbeda dengan yang golput. Keduanya adalah rakyat yang kecewa terhadap demokrasi dan politik negeri ini.

Singkatnya, Pilkada 2024 yang relatif damai jelas satu langkah maju dalam pesta demokrasi. Namun, bisa pula itu sekadar poco-poco jika langkah berikutnya justru mundur akibat indikasi kecurangan yang menggerus kepercayaan rakyat.

 

 



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat