visitaaponce.com

Mulutmu Perangaimu

ADAB semestinya menjadi fondasi bagi setiap aspek kehidupan, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adab, sebuah bangsa akan mengedepankan sikap saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Bangsa yang memiliki dan memegang teguh adab tentu akan menjadi bangsa dengan masyarakat yang harmonis, mempunyai kohesi kuat, baik ikatan masyarakatnya maupun antara rakyat dan pejabatnya.

Tentu sangat disayangkan ketika ada seorang pejabat negara yang justru tidak mengedepankan adab dengan merendahkan orang lain. Aksi tidak patut dari Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan, Miftah Maulana atau Gus Miftah, telah memantik kemarahan publik.

Selorohnya yang merendahkan seorang penjual es teh jelas tidak mencerminkan sebuah teladan seorang pejabat negara, apalagi seorang penceramah agama. Bahkan dalam konteks bercanda pun, ucapan yang terlontar masih bernada merendahkan.

Kejadian ini menunjukkan pentingnya menjaga adab dalam berbicara, terutama di depan publik, bagi seorang pejabat negara. Mungkin saja Gus Miftah terbiasa dan lazim menggunakan umpatan di kalangan tertentu. Namun, ia mestinya sadar bahwa kini dirinya adalah pejabat yang digaji dari pajak rakyat.

Hari ini, siapa pun itu, baik tokoh, pejabat, maupun figur publik, tidak lepas dari kontrol masyarakat. Setiap tindakan dan ucapan akan dinilai dengan cermat. Ini adalah tanggung jawab besar yang harus diemban dengan kesadaran penuh bagi seorang pejabat publik.

Dampaknya tentu tidak hanya bagi pribadi Gus Miftah. Dengan jabatan yang melekat pada dirinya, dampak dari pernyataannya yang merendahkan orang lain itu bisa-bisa menggerus kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto.

Teguran dan perintah dari Presiden Prabowo agar Gus Miftah meminta maaf kepada Sunhaji, pedagang es teh yang ia olok-olok itu, jelas menggambarkan bahwa sikap pemerintah kecewa terhadap aksi tersebut. Presiden tentu tidak mau terpatri dalam benak publik bahwa pemerintahan baru ini memandang rendah masyarakat kelas bawah.

Dalam pesannya, Prabowo mengingatkan untuk mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara dengan sikap saling menghormati dan saling menghargai. Bangunlah Indonesia dengan rasa persaudaraan tanpa saling merendahkan.

Memang, semestinya pejabat negara hadir untuk mengayomi rakyat. Rakyat kecil yang mencari nafkah dengan cara yang halal mestinya disokong, bukan malah dihinakan dan dijadikan bahan tertawaan.

Ketika bertindak dengan adab yang baik, pemimpin dan para pejabat tidak hanya menjadi teladan, tetapi juga menciptakan hubungan saling menghormati dan memercayai dengan rakyat.

Mereka yang mengedepankan adab akan lebih mampu mengayomi dan menghargai orang lain, serta akan lebih cenderung mengambil keputusan yang mempertimbangkan kepentingan semua pihak, bukan hanya kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Adab akan mendorong pemimpin dan semua pejabat yang memangku kepentingan dalam penyelenggaraan negara untuk bertindak transparan dan bertanggung jawab, menghindari praktik korupsi, dan menjaga kepercayaan publik.

Publik tentu berharap bahwa aksi kontroversial pejabat semacam ini tidak lagi terjadi. Jangan bebani pemerintahan ini dengan hal-hal yang tidak produktif, apalagi destruktif, yang justru bakal mengganggu fokus untuk mengatasi tantangan-tantangan yang berat.

Pejabat perlu menjaga lisan. Mereka mesti paham dengan pepatah lama, 'mulutmu harimaumu', 'mulutmu perangaimu'.

 



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat