Vonis Superringan bagi Koruptor
DI tengah bayang-bayang tekanan ekonomi yang dipicu penaikan pajak pertambahan nilai dari 11% menjadi 12% bulan depan dan ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), koruptor justru mendapat angin segar. Mereka bisa bernapas lega dan tidak perlu cemas lagi bakal dihukum berat. Cukup berlaku sopan di persidangan dan punya keluarga, hukuman untuk mereka dijamin bakal dipangkas sebesar-besarnya.
Mau bukti? Lihat saja hukuman yang diterima Harvey Moeis. Harvey merupakan salah satu terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada 2015-2022 yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun. Dari tuntutan 12 tahun penjara, majelis hakim yang dipimpin Eko Aryanto hanya memvonis 6,5 tahun plus denda dan uang pengganti Rp212 miliar.
Vonis ringan dijatuhkan lantaran terdakwa dinilai sopan di persidangan, mempunyai tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum. Padahal, tuntutan 12 tahun penjara untuk kasus korupsi yang nilainya fantastis tersebut sudah sangat-sangat ringan.
Selain Harvey, kasus ini juga melibatkan dua terdakwa lain, yaitu Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT Reza Andriansyah. Sama seperti Harvey, vonis buat mereka juga disunat nyaris separuh. Suparta dijatuhi hukuman 8 tahun dari tuntutan 14 tahun penjara. Adapun Reza divonis 5 tahun dari tuntutan 8 tahun penjara.
Ringannya vonis yang diterima para terdakwa pada kasus ini menambah daftar panjang vonis ringan untuk para terdakwa korupsi. Sebelumnya sudah ada vonis 2,5 tahun dari tuntutan 4 tahun penjara untuk anggota Badan Pemeriksa Keuangan Achsanul Qosasi.
Hukuman untuk Harvey dan para sekondannya itu benar-benar melukai hati rakyat dan rasa keadilan. Apalagi, rakyat tengah menghadapi kecemasan atas berbagai tekanan ekonomi yang mungkin terjadi.
Vonis itu juga mengingkari prinsip persamaan di depan hukum. Padahal, banyak pelaku tindak pidana yang tidak sebesar yang dilakukan Harvey diganjar dengan hukuman serupa, sekitar 6 tahun. Itulah yang terjadi pada Syamsudin Sikawane, terdakwa pencuri sound system mobil yang divonis 6 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Ambon.
Wajar jika banyak yang menilai vonis untuk Harvey Moeis dan kawan-kawan itu tidak logis, menyentak dan melukai rasa keadilan. Alasan bersikap sopan tentu mengada-ada, karena hal itu memang sudah kewajiban siapa pun yang hadir di persidangan. Semua terdakwa memang harus bersikap sopan di depan majelis hakim yang mulia. Dari penjahat kelas teri sampai kelas kakap harus bersikap sopan. Tentu sangat berbahaya jika sikap sopan dijadikan ukuran.
Vonis saja seringan-ringannya atau bahkan bebaskan semua penjahat kelas teri seperti maling atau copet asalkan berlaku sopan. Seperti juga para koruptor, toh mereka semua sopan di depan yang mulia majelis hakim. Mereka juga memiliki keluarga yang harus dihidupi.
Semestinya para penegak hukum paham bahwa sikap sopan bukan substansi. Harvey menjadi terdakwa lantaran tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Tentu logikanya, dia harus dituntut dan dipidana sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sekali lagi, sikap sopan memang sebuah keharusan. Begitu juga dengan pengembalian hasil korupsi, bukan sesuatu yang dianggap meringankan.
Vonis ringan terhadap Harvey dan kawan-kawan itu juga merontokkan upaya penyidik kejaksaan yang sudah jungkir balik membongkar megakorupsi tersebut. Jangan sampai vonis ringan itu mematahkan semangat para penyidik kejaksaan dalam membongkar kasus tersebut, termasuk kasus-kasus korupsi lain.
Vonis ringan terhadap Harvey dan koruptor-koruptor lain benar-benar memberi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi. Ini tidak akan memberi efek jera terhadap para koruptor. Apalagi bila wacana pembebasan koruptor dengan syarat mengembalikan uang yang dikorupsi jadi dilakukan, jelas kian memberi angin surga bagi penggasak uang negara itu. Vonis Harvey dan wacana membebaskan koruptor dari tuntutan di pengadilan bisa membuat para pelaku rasuah makin berjingkrakan.
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Semestinya hukuman yang dijatuhkan ialah hukuman maksimal, hukuman yang luar biasa pula, bukan hukuman ringan yang membuat koruptor selalu melenggang.
Terkini Lainnya
Jangan Hilang Fokus di Pagar Laut
Bau tak Sedap dari Ruang Sidang
Jangan Terlena dengan Angka
Mafia Peradilan masih Ada
Terbelenggu Pagar Laut
Setop Kriminalisasi Ahli
Usut Pemagar Laut
Negara tidak Boleh Kalah
Cegah Korupsi Jangan cuma Basa-basi
Sudahi Drama Kasus Hasto
Jalan Menuju Indonesia Hebat
Evaluasi Penggunaan Senjata Api
Jangan Boncengi Makan Bergizi Gratis
Waspada Inflasi Rendah
Memerdekakan Hak Konstitusional Pemilih
Jadikan 2025 Kebangkitan Daya Beli
RUU Sisdiknas dan Harapan Mewujudkan Pendidikan Holistik
Bahaya Mengancam Anak di Ranah Daring
Penghancuran Kreatif
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju?
Setelah 30 Kali Ditolak MK
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap