Jangan Terlena dengan Angka
KABAR baik datang dari Kantor Badan Pusat Statistik (BPS). Lembaga pemerintah nonkementerian itu menyebutkan tingkat kemiskinan Indonesia sampai September 2024 ialah 8,57%, atau turun sebesar 1,16 juta menjadi 24,06 juta orang bila dibandingkan dengan Maret 2024 (25,22 juta orang).
Angka 1,16 juta tentu jumlah yang terbilang besar. Kalau dianalogikan, totalnya hampir dua kali lipat dari keseluruhan penduduk Kota Solo, Jawa Tengah, yang sekitar 586,17 ribu jiwa. Oleh karena itu, kita sangat gembira dengan banyaknya rakyat Indonesia yang tidak lagi masuk kategori miskin.
Betapa indahnya jika ada lebih banyak orang bisa memiliki kehidupan yang layak, ketika angka-angka kemiskinan yang semula mengimpit, perlahan-lahan berkurang. Apalagi BPS menyebutkan ini pertama kalinya tingkat kemiskinan Indonesia turun ke kisaran 8%.
"Kemiskinan September 2024 sebesar 8,57% ini menjadi pencapaian terendah di Indonesia, sejak pertama kalinya angka kemiskinan diumumkan oleh BPS pada 1960," kata Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Rabu (15/1).
Ia juga membeberkan naik-turun tingkat kemiskinan di Indonesia sejak Maret 2020 sampai September 2024. Pada Maret 2020, tingkat kemiskinan berada di level 9,78%, kemudian naik ke 10,19% pada September 2020 dan 10,14% pada Maret 2021. Setelah itu, tingkat kemiskinan berangsur turun ke level 9% hingga kemudian menyentuh angka 8,57% pada September 2024.
Kita berhak gembira mendengar kabar baik dari BPS. Akan tetapi, kegembiraan tersebut harus disertai dengan kesadaran bahwa angka-angka itu mungkin hanya sebagian kecil dari cerita besar yang tersembunyi di baliknya.
Apalah arti 1,16 juta penduduk Indonesia tidak lagi miskin versi BPS jika ternyata dalam realitasnya mereka masih saja mati-matian dalam menyediakan sandang yang layak, pangan yang cukup, dan rumah atau papan yang aman.
Bukan tidak mungkin penurunan jumlah penduduk miskin disebabkan oleh deflasi lima bulan berturut-turut. Kondisi itu terjadi karena berbagai penurunan harga dan daya beli mulai dari Mei hingga September 2024.
Selain penurunan harga, faktor lain yang memungkinkan penurunan jumlah penduduk miskin ialah berbagai program bantuan dari pemerintah. Publik perlu ingat bahwa pada Juni 2024 terjadi pencairan bantuan sosial (bansos), mulai dari pencairan beras 10 kg, Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Hal lain dari penurunan tingkat kemiskinan yang tidak bisa membuat kita gampang berpuas diri ialah angka ketimpangan yang ditunjukkan melalui rasio Gini. Terjadi peningkatan rasio Gini, kendati tipis, sehingga membuat jurang antara si miskin dan kaya semakin lebar.
Pada September 2024 angka rasio Gini menjadi 0,381, dari Maret 2024 yang sebesar 0,379. Semakin tinggi nilai rasio Gini, maka semakin lebar ketimpangan. Ketimpangan di perkotaan lebih tinggi ketimbang di perdesaan.
Ketimpangan di wilayah perdesaan pada September 2024 mencapai 0,308, lebih tinggi 0,002 basis poin jika dibandingkan dengan Maret 2024 (0,306). Adapun rasio Gini di perkotaan mencapai 0,402 atau lebih tinggi 0,003 basis poin daripada Maret 2024 (0,399).
Dari bahan pemaparan BPS, Jakarta disebut sebagai wilayah dengan ketimpangan pengeluaran penduduk tertinggi di Indonesia.
Tantangan yang besar untuk mengatasi ketimpangan, tidak hanya di Jakarta, membutuhkan terobosan dan fokus bersama. Berbagai upaya mendongkrak daya beli dan ikhtiar mewujudkan praktik perekonomian yang inklusif tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Jangan sampai kebahagiaan kita hanya bersandar pada statistik, padahal yang sesungguhnya terjadi di kehidupan nyata tidak sesuai dengan apa yang kita rayakan. Karena itu, jangan sampai kita terlena dengan angka belaka.
Terkini Lainnya
Memitigasi Trump Effect
Evaluasi demi Memupus Kontroversi
Parlemen Jangan Kebablasan
Menjaga Langkah Raksasa Danantara
Kebijakan Jangan Persulit Rakyat
Judol tidak lagi Disenggol
Aksi Peras Bikin Malu Negara
Bayar Lunas Mandat Rakyat
Menolak Jadi Negara Gagap
Jakarta masih Banjir Juga
Paripurna Lindungi WNI
Jerat Segera Otak Sertifikat Laut
Berhemat Mesti Tepat
Babak Baru Kasus KTP Elektronik
Jangan Ampuni Pencaplok Lahan Negara
Siaga Bencana Jangan cuma Wacana
Solusi atas Konversi 20 Juta Hektare Hutan untuk Food Estate
Pemeriksaan Kesehatan Gratis
Reposisi Core Business Perguruan Tinggi dan Mengadaptasi Kebijakan Presiden Prabowo
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap