visitaaponce.com

Babak Baru Kasus KTP Elektronik

PENANGKAPAN Paulus Tannos menandai babak baru dalam cerita panjang perjuangan menuntaskan kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E). Setelah lebih dari lima tahun menjadi tersangka dan menyandang status buron, Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menyatakan mampu menangkap Tannos di Singapura.

Bekas Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra ini bersama tersangka lainnya diduga melakukan kongkalikong demi menguntungkan mereka dalam proyek KTP-E. PT Sandipala Arthaputra bertanggung jawab atas pembuatan, personalisasi, dan distribusi blangko KTP-E.

Hasil penyidikan KPK, negara dirugikan sekitar Rp2,3 triliun dalam kasus ini. KPK juga menduga perusahaan Tannos diperkaya Rp145 miliar dari proyek KTP-E itu.

Penyelidikan dan penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan KTP-E oleh KPK telah dilakukan sejak 2012. Penangkapan Tannos jelas akan menjadi pintu untuk membongkar tuntas kasus tersebut, yang melibatkan sejumlah petinggi negara baik di eksekutif maupun legislatif.

Kasus korupsi KTP-E pada 2011-2012 ini dianggap sebagai kejahatan yang hampir sempurna karena tindak rasuah sudah terjadi sejak tahap perencanaan proyek. Selain itu, kasus ini melibatkan berbagai pihak, mulai dari anggota legislatif, eksekutif, badan usaha milik negara (BUMN), hingga pihak swasta.

KPK juga telah menetapkan sejumlah mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka, serta mantan Ketua DPR Setya Novanto dan eks anggota DPR Markus Nari. Bahkan, mantan Mendagri Gamawan Fauzi dan mantan Menteri Keuangan Agus Martowardoyo pun pernah diperiksa untuk tersangka Paulus Tannos.

Sebelum ditangkap di Singapura, Tannos pernah diendus berada di Thailand oleh KPK. Komisi antirasuah mengatakan ada persoalan administrasi karena Tannos ternyata telah berganti nama. KPK saat itu mengatakan hal tersebut yang memicu telatnya red notice hingga gagalnya Tannos ditangkap di Thailand.

Paulus Tannos diketahui mengganti identitasnya menjadi Tjhin Thian Po dan telah mengganti kewarganegaraannya. Di samping itu, upaya penangkapan pun sempat terkendala belum adanya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Namun, setelah Indonesia dan Singapura resmi menandatangani perjanjian ekstradisi pada 25 Januari 2022, upaya penangkapan Tannos kembali digencarkan.

Tannos yang ditahan pihak berwenang Singapura sejak Jumat (17/1) akan menjadi buron pertama yang dipulangkan ke Tanah Air sejak penandatanganan kesepakatan ekstradisi antara Indonesia dan Singapura.

Penangkapan ini menjadi angin segar bagi perjuangan pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini adalah bukti bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman bagi buron korupsi. Ini mestinya menjadi momentum untuk segera menyeret buron lainnnya ke dalam negeri.

Masih ada banyak nama lain yang juga perlu dibawa ke meja hijau. Masih ada sejumlah DPO lain yang tengah dicari KPK. Kirana Kotama, tersangka kasus korupsi pengadaan Kapal Strategic Sealift Vessel (SSV) untuk pemerintah Filipina pada 2014-2017, salah satunya. Lalu ada Emylia Said dan Herwansyah, tersangka pemberi suap kepada AKB Bambang Kayun Bagus Panji Sugiharto. Juga ada Harun Masiku yang merupakan tersangka kasus penyuapan mantan Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan.

Khusus pencarian Masiku, ini akan menjadi beban berat bagi KPK untuk segera menemukan dan menyeretnya ke meja hijau. Dengan ditemukannya Masiku, tidak hanya akan memperterang kasus korupsinya, tapi juga sekaligus menepis tudingan politisasi kasus korupsi terhadap sejumlah pihak, termasuk Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Satu pintu sudah mulai terbuka. Saatnya serius membuka pintu-pintu selanjutnya.

 

 



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat