visitaaponce.com

Paripurna Lindungi WNI

PERISTIWA penembakan terhadap sejumlah warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia oleh aparat setempat pada Jumat, 24 Januari dini hari lalu, tidak hanya menuai kecaman. Kejanggalan keterangan yang diberikan pihak Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) mengundang pertanyaan tentang bagaimana kejadian yang sebenarnya.

Dalam insiden di perairan Tanjung Rhu, Selangor, tersebut lima WNI terkena terjangan peluru dan satu di antaranya tewas. Polis Diraja Malaysia (PDRM) mengatakan penembakan dilakukan petugas APMM karena mereka sempat diancam dengan parang.

Para WNI yang merupakan pekerja migran ilegal itu juga disebut melakukan perlawanan dengan menabrakkan kapal yang mereka tumpangi ke kapal patroli APMM sebanyak empat kali. PDRM masih melakukan penyelidikan dan telah merampungkan autopsi terhadap korban yang tewas ditembak.

Kendati disebut mendapatkan ancaman, aparat Malaysia terindikasi menggunakan kekerasan secara berlebihan. Ada dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam insiden itu. Terlebih, ancaman oleh para WNI dengan menggunakan parang maupun menabrakkan kapal masih diragukan kebenarannya.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur pada Senin (27/1) telah mengirim nota diplomatik ke otoritas Malaysia. Nota itu untuk mendorong penyelidikan menyeluruh, termasuk mengusut dugaan penyimpangan oleh petugas APMM dalam melepaskan tembakan.

Pihak Malaysia, hari ini, juga memberikan akses pendampingan konsuler bagi empat WNI yang sedang mendapatkan perawatan di rumah sakit setempat. Kesempatan itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah Indonesia untuk memberikan pembelaan yang maksimal dan mengawal kasus sampai selesai dengan adil.

Terlepas dari status para WNI yang merupakan pekerja migran ilegal, mereka tetap berhak mendapatkan perlindungan dari negara. Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyebut setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Tidak ada pembedaan pekerja migran legal maupun ilegal.

Selama ini, perlindungan negara terhadap WNI di luar negeri dinilai masih lemah. Itu sebabnya kejadian penembakan mematikan di luar prosedur hukum terus berulang. Migrant Care mencatat, sejak 2005, sedikitnya ada 75 pekerja migran Indonesia yang tewas ditembak aparat keamanan Malaysia.

Insiden kali ini mestinya menjadi momentum untuk menyudahi perlakuan tidak adil yang dialami WNI di luar negeri. Kewajiban negara lewat pemerintah memberikan pembelaan dengan serius, bukan ala kadarnya yang penting tercatat.

Kasus penembakan terhadap pekerja migran juga menunjukkan ada persoalan yang tidak kunjung mendapatkan solusi tuntas. Tiap tahun, arus pekerja ilegal asal Indonesia terus saja mengalir ke negeri jiran.

Namanya ilegal, tentu saja hak-hak sebagai pekerja tidak terjamin oleh ketentuan hukum. Mereka pun dengan mudah menjadi korban penyiksaan, perbudakan, hingga tindakan kekerasan oleh aparat.

Pemerintah Indonesia bersama pemerintah Malaysia dan negara lain yang menjadi sasaran pekerja migran ilegal perlu merumuskan upaya pencegahan. Seiring dengan itu, penyediaan lapangan pekerjaan yang layak di dalam negeri harus terus digenjot agar WNI tidak tergiur bekerja di luar negeri secara ilegal. Dengan begitu, perlindungan terhadap warga Indonesia terwujud secara paripurna.

 



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat