visitaaponce.com

Bayar Lunas Mandat Rakyat

DALAM negara demokrasi, penguasa tertinggi ialah rakyat. Presiden beserta para pembantunya hanyalah pelaksana tugas, pengemban amanat dari rakyat sang pemilik mandat. Presiden, sekalipun menyandang prinsip primus interpares (yang pertama di antara yang sederajat), tidak akan pernah lebih tinggi kedudukannya daripada rakyat.

Prinsip itu tentu berlaku dan menyasar kepada TNI-Polri, dua institusi penting di Republik ini. Kalau presiden saja berkedudukan sebagai pelaksana mandat rakyat, apalagi institusi TNI-Polri yang secara hierarkis berada di bawah presiden. Pasal 10 UUD 1945 menyebutkan presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menegaskan Polri berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden selaku kepala negara (head of state).

Falsafah tentang presiden berikut para pembantunya sebagai pengemban mandat rakyat hendak menegaskan bahwa kekuasaan bukanlah hak milik pribadi, sebaliknya amanah yang harus dijalankan dengan tanggung jawab, transparan, dan akuntabel. TNI dan Polri sekalipun dituntut untuk tunduk, taat, dan patuh pada prinsip-prinsip mulia tersebut.

Oleh karena itu, kita menyambut baik pidato Presiden Prabowo Subianto dalam acara Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri Tahun 2025 pada Kamis (30/1) pekan ini. Prabowo menegaskan kepada para perwira TNI dan Polri bahwa mereka digaji oleh rakyat dari ujung kaki sampai kepala.

Ia kembali menegaskan bahwa rakyat yang memberi makan kepada tentara dan polisi, dan rakyat memberi kuasa kepada tentara dan polisi untuk memegang monopoli senjata. Dan, dengan kepercayaan yang sedemikian besar, yang dituntut dari TNI-Polri ialah pengabdian yang setinggi-tingginya, seluas-luasnya.

Ucapan Prabowo benar, teramat benar. Beberapa waktu lalu, publik dikejutkan dengan aksi brutal sejumlah anggota TNI-AL. Dengan begitu serampangan, nyawa bos rental mobil meregang setelah ditembak di Rest Area Km 45 Tol Jakarta-Merak. Panglima Koarmada TNI-AL Laksda Denih Hendrata dalam konferensi pers di Kantor Koarmada, 6 Januari lalu, mengatakan ada keterlibatan tiga anggota TNI-AL dalam peristiwa penembakan itu.

Bau anyir di institusi seragam cokelat juga tidak kalah menyengat. Siswa SMK Negeri 4 Semarang bernama Gamma yang berusia 17 tahun ditembak oleh Aipda Robig Zaenudin. Sidang etik yang digelar pada awal Desember 2024 bahkan mencuatkan temuan lain, yakni Aipda Robig terbukti melakukan perbuatan tercela dengan menembak tiga siswa SMKN 4 Semarang. Aipda Robig kemudian dipecat dari Polri.

Dua contoh di atas hanyalah segelintir kisah kelam di kala rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi justru hidup dalam ketakutan. Noktah kecil dalam catatan panjang kekerasan aparat berseragam di negeri ini tentu pantang berulang. Pidato Prabowo yang disampaikan secara berapi-api jangan lantas menghilang.

Tidak boleh lagi nyawa rakyat melayang akibat letusan senjata aparat. Rakyat jangan disiksa dengan rasa waswas terhadap mereka yang sudah mengangkat sumpah untuk melindungi rakyat. Mandat rakyat kepada TNI dan Polri untuk melindungi segenap tumpah darah dan menghadirkan rasa aman, mesti dibayar lunas.

TNI dan Polri harus sangat-sangat serius menjalankan amanat Presiden Prabowo. Jangan biarkan stigma buruk itu terus hidup bahwa ciri khas negara yang gagal adalah tentara dan polisi yang gagal.

 

 

 



Terkini Lainnya

Tautan Sahabat