Dibayangi Deflasi, Kadin Khawatir Daya Beli Masyarakat Semakin Tergerus
WAKIL Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman, Investasi dan Luar Negeri Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta Widjaja Kamdani mengkhawatirkan daya beli masyarakat semakin tergerus.
Menurut dia, kondisi deflasi beruntun yang dialami Indonesia selama lima bulan berturut-turut dari Mei-September 2024. Dia menyebut deflasi yang terjadi disebabkan oleh faktor volatilitas harga pangan seiring
Hal ini memberikan dampak jangka panjang terhadap pendapatan produsen dan mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia mengalami deflasi 0,12% secara month-to-month (mtm) pada September 2024.
Baca juga : Pemerintah tak Khawatirkan Daya Beli Masyarakat
Terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 106,06 pada Agustus 2024 menjadi 105,93 pada bulan lalu.
"Soal volatilitas harga pangan ini yang menjadi masalah utama. Yang kita khawatirkan adalah masalah ini berpengaruh ke daya beli (yang semakin tergerus)," ujar Shinta di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (2/10/2024).
Dia berpandangan kondisi ekonomi nasional saat ini mengindikasikan demand atau permintaan konsumsi pasar domestik tengah melambat karena kecenderungan pelemahan daya beli.
Baca juga : Ekonom: Deflasi Tunjukkan Peluang Pelemahan Daya Beli
Masalah tersebut terrefleksi dari aktivitas manufaktur Indonesia atau Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang terkontraksi menjadi 49,2 pada September 2024.
PMI manufaktur Indonesia mengalami kontraksi tiga bulan beruntun. Pada Juli 2024, penurunan terjadi cukup dalam dengan kinerja manufaktur tercatat di bawah ambang batas ekspansi 50 menjadi 49,3 dan kontraksi berlanjut di Agustus menjadi 48,9.
"Jelas demand ini berpengaruh bagaimana kinerja dari PMI manufaktur kita saat ini," terang Shinta.
Baca juga : Menperin Gandeng Kadin dalam Penyusunan Revisi UU Perindustrian
Dalam kesempatan sama, Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Anindya Novyan Bakrie berpandangan kontraksi manufaktur Indonesia terjadi lantaran pengusaha masih wait and see. Hal ini didorong ketidakpastian akibat masa transisi dari pemerintahan Joko Widodo ke presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Beberapa bulan terakhir ini kita ketahui lagi transisi pemerintahan dan juga karena tahun politik, sehingga banyak yang wait and see," terangnya.
Namun demikian, Anindya berkeyakinan sikap wait and see dari pengusaha akan berakhir pasca pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Terlebih jika ada kebijakan yang dibuat untuk mendukung atau pro-kemudahan berusaha guna menarik investasi dari dalam negeri maupun luar negeri atau foreign direct investment (FDI).
"Tapi, kami ke depan tidak khawatir terkait kebijakan-kebijakan yang pro bisnis untuk meningkatkan FDI. Karena investasi ini menjadi salah satu mesin perekonomian Indonesia, selain konsumsi domestik dan belanja pemerintah," pungkasnya. (Ins/P-3)
Terkini Lainnya
Deflasi Beruntun karena Pemerintah Salah Bikin Kebijakan
Pemerintah Jangan Sibuk Hibur Diri di Tengah Deflasi
Pemerintah Jangan Sibuk Menghibur Diri di Tengah Bahaya Deflasi
Lampu Kuning Pelemahan Ekonomi Terjadi sejak 2023, Pemerintah Telat Mengantisipasi
Pemerintah tak Khawatirkan Daya Beli Masyarakat
RI Diperkirakan Alami Defisit Lima Bulan Berturut-turut
Balada Generasi Sandwich di Indonesia
Perdagangan Internasional: Menavigasi Tantangan dan Peluang Baru
Air, Sanitasi, dan Higienis (WASH)
Pemerintahan Baru dan Reformasi Pemilu
Pembangunan Manusia dan Makan Bergizi Anak Sekolah
Menunggu Perang Besar Hizbullah-Israel
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap