HKTI Sebut Impor Beras Efektif Jaga Stabilitas Harga dan Kesejahteraan Petani
SEKRETARIS Jenderal (Sekjen) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Sadar Subagyo, menilai kebijakan impor beras yang diterapkan pemerintah saat ini efektif dalam menjaga stabilitas harga pangan dan kesejahteraan petani. Menurutnya, langkah impor ini hanya berdampak pada inflasi jika dilakukan ketika produksi beras dalam negeri mengalami penurunan.
"Kebijakan impor beras ini sangat efektif. Terbukti dengan adanya impor, harga gabah di tingkat petani masih tetap berada di atas Harga Pokok Produksi (HPP)," ujar Sadar saat ditanya mengenai kinerja pemerintah dalam mengatur volume impor beras sesuai kebutuhan dalam negeri, Rabu (2/10).
Baca juga : Fleksibilitas HET Beras Premium Diperpanjang hingga 30 Mei 2024
Lebih lanjut, Sadar menegaskan bahwa pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) sudah memperhatikan kesejahteraan petani dalam merumuskan kebijakan impor beras. Regulasi HPP gabah yang diterapkan Bapanas dinilai sangat membantu petani karena perhitungannya berdasarkan biaya produksi gabah yang riil dan sudah disesuaikan dengan keuntungan yang wajar.
"Regulasi HPP dari Bapanas sangat membantu petani. Struktur perhitungan HPP gabah telah memperhitungkan biaya riil produksi dan keuntungan yang wajar bagi petani," jelasnya.
Sadar mengungkapkan bahwa neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik karena upaya pemerintah dalam menjaga agar kebijakan impor beras tetap selaras dengan target swasembada pangan nasional. Hal ini memungkinkan pemerintah untuk memprediksi kapan impor perlu dilakukan secara tepat. Dengan kebijakan yang tepat, impor beras diharapkan tetap menjaga keseimbangan antara pasokan dan harga pangan, tanpa mengorbankan target swasembada maupun kesejahteraan petani di Indonesia.
Baca juga : 27 Ribu Ton Beras Impor dari Vietnam Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
"Neraca komoditi beras saat ini dalam kondisi yang sangat baik, sehingga dapat diprediksi dengan tepat kapan impor harus dilakukan," tambahnya.
Sementara itu, Ketua Umum Perpadi, Sutarto Alimoeso menambahkan sejatinya impor beras dilakukan karena pasokan dalam negeri yang kurang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan untuk tujuan komersial. Menurutnya, impor ini bukanlah penyebab inflasi, terutama karena beras impor dijual di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET) dan ditujukan sebagai bantuan pangan melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
"Impor beras bukan penyebab inflasi. Tujuan impor adalah memastikan ketersediaan pangan dan menstabilkan harga melalui program SPHP, di mana beras dijual di bawah harga pasar," ujarnya.
Baca juga : Realisasi Impor Beras sudah Mencapai 2,2 Juta Ton
Sutarto juga menyarankan agar beras impor tidak dilepas ke pasar selama masa panen agar pasar dapat diisi oleh beras hasil produksi dalam negeri terlebih dahulu. "Pada saat panen, harapan petani adalah beras impor jangan dilepas dulu, agar pasar diisi oleh beras dalam negeri," tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa penurunan produksi beras tidak hanya disebabkan oleh fenomena El Nino, melainkan juga telah terjadi sejak 2018 karena konversi lahan, fragmentasi, dan mahalnya sewa lahan.
"Setiap tahun terjadi penurunan luas panen, yang berdampak pada produksi. Selain itu, jaringan irigasi juga belum tersentuh," ungkapnya.
Baca juga : Produksi Beras belum Pulih Jelang Kemarau, Pengamat: Tidak Ada Jalan Lain Pemerintah Selain Impor Beras
Ia menekankan bahwa masalah utama dalam produksi beras terletak pada ketersediaan lahan dan jaringan irigasi yang belum optimal.
"Implementasi kebijakan di lapangan selama ini belum terkonsolidasi dan tersinkronisasi dengan baik," ucap dia.
Indikator keberhasilan impor beras menurut Sutarto adalah keberhasilan kebijakan impor beras dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti ketepatan jumlah, waktu, distribusi, harga yang terjangkau, serta kesesuaian dengan sasaran.
"Impor ini dilakukan untuk stabilisasi. Akan berhasil jika distribusinya merata dan harganya terjangkau sesuai dengan rencana," pungkasnya. (Fal/M-4)
Terkini Lainnya
HKTI Optimistis Prabowo Bisa Majukan Pertanian Indonesia
Advanta Innovation Center Ungkap Solusi Benih Pertanian Untuk Petani Lampung
Dukung Ketahanan Pangan, Gerakan Maju Tani Usung Konsep Meta Farming
Sepakat Dengan Kementan, HKTI Minta Semua Pihak Gunakan Data BPS
Apa saja Problem Pupuk Subsidi dari Tahun ke Tahun? Ini kata HKTI Jabar
Pertama Kali dalam 9 Tahun, Harga Elpiji Bersubsidi di Jawa Tengah Naik
Kemendagri Sebut Minyak Goreng Dijual di atas Harga Eceran Tertinggi
Disperindag Jabar Tunggu Permendag untuk Terapkan HET MinyaKita
Komisi VI DPR: Lonjakan Harga Beras semakin tidak Terkendali
Pedagang Pasar Sudah Menjual Minyakita Di atas HET Sebelum HET Naik, Warga Keberatan
75 Tahun Tiongkok dan Ambisi Globalnya Langkah Strategis Indonesia
Menyiapkan Generasi Mewujudkan Indonesia Emas 2045
Kerancuan Pendidikan, Pelayanan, dan Pembiayaan Kesehatan
Pembangunan Manusia dan Makan Bergizi Anak Sekolah
Menunggu Perang Besar Hizbullah-Israel
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap