Pemerintah Jangan Sibuk Menghibur Diri di Tengah Bahaya Deflasi
PENGAMAT ekonomi Yanuar Rizky meminta pemerintah untuk tidak sibuk menghibur diri di tengah pelemahan daya beli masyarakat yang tercermin dari kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami deflasi lima bulan berturut-turut.
Pernyataan Yanuar tersebut merespons komentar dua menteri kabinet Indonesia Maju yang menganggap kondisi deflasi saat ini adalah hal positif. Pada Jumat, (4/10), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai deflasi yang terjadi dalam lima bulan beruntun sesuai harapan pemerintah karena berhasil mengendalikan harga pangan yang sempat bergejolak. Sementara, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan berpendapat deflasi beruntun yang terjadi bukan karena daya beli menurun.
"Deflasi ini harus dilihat dari masalah paling mendasar yakni terganggunya kelas menengah. Jangan menteri-menteri Jokowi menghibur diri sendiri di tengah kelas menengah yang terjepit," ujarnya kepada Media Indonesia, Sabtu (5/10).
Baca juga : Pemerintah tak Khawatirkan Daya Beli Masyarakat
Yanuar menjelaskan sejumlah data telah menunjukkan adanya pelemahan daya beli masyarakat antara lain indeks harga konsumen (IHK) mengalami penurunan dari 106,37 pada Mei 2024 menjadi 105,93 di September 2024.
Lalu, aktivitas manufaktur Indonesia atau Purchasing Manager’s Index (PMI) mengalami kontraksi selama tiga bulan beruntun. Pada Juli 2024, penurunan terjadi cukup dalam dengan kinerja manufaktur tercatat di bawah ambang batas ekspansi 50 menjadi 49,3 dan kontraksi berlanjut di Agustus menjadi 48,9. Lalu, bulan berikutnya angka PMI manufaktur Indonesia masih terkontraksi dengan naik tipis menjadi 49,2 pada September 2024.
Data juga menunjukan terjadinya lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari sampai September 2024 yang mencapai 54 ribu kasus. Masalah ini diikuti dengan fenomena makan tabungan (mantab). Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan, saldo rata-rata kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta pada Juni 2024 adalah Rp1,5 juta. Angka ini anjlok dibandingkan 2019 sebesar Rp3 juta.
Baca juga : Ekonom: Deflasi Tunjukkan Peluang Pelemahan Daya Beli
"Data-data tersebut menunjukkan melemahnya daya beli makin jelas, karena upah yang hilang dari terjadinya PHK yang diikuti penarikan saldo tabungan kelas menengah," jelas Yanuar.
Menurutnya, jika masalah itu terus dibiarkan pemerintah, gejolak kelas menengah ini akan semakin berbahaya. Kondisi tersebut dikhawatirkan sama dengan krisis ekonomi Asia pada 1998 yang tidak hanya menimpa Indonesia, tetapi juga Korea Selatan.
"Ada agenda mendesak bagi pemerintahan baru, bagaimana bisa memberi sinyal optimisme daya beli dari daya kerja dengan mengelola fiskal secara prudent dan membuka akses lapangan pekerja yang luas," pungkas Yanuar. (Ins/M-4)
Terkini Lainnya
Kenaikan PPN 12 Persen: Ini 5 Fakta Penting yang Perlu Anda Ketahui
Kenaikan UMP tak Berdampak jika Kebijakan Pemerintah Beratkan Masyarakat
Daya Beli Turun karena Masa Transisi Pemerintahan
Deflasi Beruntun karena Pemerintah Salah Bikin Kebijakan
Pemerintah Jangan Sibuk Hibur Diri di Tengah Deflasi
Pertumbuhan Kian Cepat Berkat Kolaborasi
Pemerintah Didorong Ciptakan Lapangan Kerja Buat Ungkit Daya Beli
Sepi Pembeli Membuat Inflasi 2024 Jadi Teramat Rendah
Daya Beli belum Membaik, PMI Manufaktur Melejit Karena Faktor Musiman
Inflasi 2024 Rendah Akibat Kelas Menengah yang Kian Rapuh
Program Asta Cita Presiden Prabowo Perlu Dikawal
Inflasi Rendah Akibat Permintaan Domestik yang masih Lemah
BRICS+: Kecakapan Kebijakan Energi Indonesia
ISPA HMPV (human meta pneumo virus)
‘Aisyiyah Berkemajuan untuk Indonesia Berkeadilan
PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju?
Setelah 30 Kali Ditolak MK
Dokter Buruh
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap