visitaaponce.com

Indonesia Dihantui Deflasi, BI Perlu Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen

Indonesia Dihantui Deflasi, BI Perlu Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Ilustrasi(Antara)

Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan Lembaga Penyelidik Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Teuku Riefky berpandangan Bank Indonesia (BI) perlu menahan suku bunga acuan atau BI Rate di level 6% pada bulan ini. Hal itu perlu dilakukan karena Indonesia masih berkutat dengan tren deflasi yang persisten selama lima bulan terakhir.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi umum Indonesia pada September 2024 turun menjadi 1,84% secara tahunan atau year on year (yoy) dari 2,12% pada Agustus 2024. Ini menandai level terendah sejak Desember 2021 dengan kondisi turun di bawah 2%, namun tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia yaitu 1,5% hingga 3,5%.

"Kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 6% untuk saat ini," ujar Riefky dalam keterangan resmi, Rabu (16/10).

Riefky menjelaskan penurunan inflasi pada September terutama disebabkan oleh faktor dari sisi penawaran didorong oleh penurunan harga pangan bergejolak setelah beberapa inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu fasilitasi distribusi pangan, pengembangan kios pangan, dan kerja sama antarwilayah.

Harga bergejolak tercatat mengalami inflasi tahunan sebesar 1,43% pada September 2024, turun dari 3,04% dari Agustus 2024 dan menandai level terendah sejak Agustus 2023. Secara bulanan, komponen harga bergejolak mencatat deflasi keenam tahun ini, sedikit turun menjadi 1,34% secara bulanan atau month to month (mtm) pada September 2024 dari 1,24% mtm pada Agustus 
2024. 

Penurunan inflasi tahunan dan berlanjutnya deflasi bulanan didorong oleh penurunan harga cabai merah, cabai rawit, dan telur karena adanya peningkatan pasokan setelah musim panen cabai dan turunnya biaya input untuk ayam broiler. Sementara itu, komponen harga yang diatur pemerintah mencatat inflasi tahunan sebesar 1,40% yoy pada September 2024, sedikit menurun dari 1,68% yoy pada Agustus 2024.

Kontributor utama penurunan harga yang diatur pemerintah didorong oleh komoditas bensin setelah adanya  penyesuaian harga bahan bakar non-subsidi. Kemudian, Riefky menuturkan optimisme konsumen sedikit menurun pada September bila dibandingkan  bulan sebelumnya, tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang  berada di angka 123,5 pada September 2024 yang turun dari 124,4 pada Agustus  2024. Penurunan ini berhubungan dengan deflasi yang terus terjadi selama lima  bulan terakhir.

Di sisi lain, ungkap Riefky, mulai stabilnya rupiah dalam satu minggu terakhir menjadi kabar baik dalam aspek moneter. Dengan 2024 yang tersisa kurang dari tiga bulan. Lebih lanjut, meningkatnya tensi geopolitik global, program stimulus Tiongkok, dan menjelang Pemilihan Umum di Amerika Serikat (AS) menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi aliran arus modal asing ke Indonesia dan fluktuasi nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu mendatang. 

Dalam rentang waktu satu minggu pascapemangkasan suku bunga AS pada pertengahan bulan lalu, Indonesia menikmati masuknya aliran modal asing sekitar US$1,93 miliar yang didominasi oleh arus modal masuk ke pasar obligasi yang mencapai US$1,51 miliar.

"Dengan demikian, pemotongan suku bunga acuan oleh BI cenderung belum mendesak untuk dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur BI Oktober ini," pungkas Riefky. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat