visitaaponce.com

Penaikan Upah Minimum 6,5 Persen Disebut tidak akan Meningkatkan Daya Beli Keluarga Buruh

Penaikan Upah Minimum 6,5 Persen Disebut tidak akan Meningkatkan Daya Beli Keluarga Buruh
Buruh berunjuk rasa di depan Pendopo Delta Sidoarjo, Jawa Timur(ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

PER 29 November 2024 bertempat di Istana Negara Presiden Prabowo mengumumkan, rata-rata penaikan upah minimum 2025 sebesar 6,5%. Seperti diketahui, pada 31 Oktober 2024, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan atas Judicial Review UU Cipta Kerja yang diajukan oleh beberapa Serikat Buruh. Salah satu klausul yang tercantum dalam putusan Nomor 168/PUU.XXI/2023 menyebutkan, “penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dengan menetapkan bahwa upah harus mampu memenuhi kebutuhan buruh/pekerja secara wajar yang meliputi makan, minum, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi serta jaminan hari tua.
 
“Penetapan penaikan rata-rata upah minimum 6,5% tidak akan memenuhi kebutuhan hidup layak keluarga buruh dan tidak sesuai dengan putusan MK. Penaikan 6,5% kalau dipotong dengan seluruh potongan BPJS yang jumlahnya 4% maka yang dinikmati buruh hanya 2%,” jelas Sekretaris Umum Federasi Serikat Pekerja Bandara Indonesia (FSPBI) Angga Saputra dalam keterangannya, Senin (1/12).

"Itu belum dipotong dengan rencana pelaksanaan Tapera sebesar 0,5% dan penaikan PPN 12%. Upah buruh ludes sama potongan negara,” tambahnya.
 
Seperti diketahui, rata-rata upah minimum secara nasional pada 2024 sebesar Rp3,1 juta. Jika naik 6,5%, maka upah minimum akan naik sekitar Rp200 ribu.
 
“Duh, penaikan segini mah sama saja dengan nyuruh lembur terus-terusan atau ngutang ke pinjol. Buat jajan satu anak sekolah sebulan aja udah Rp300 ribu," kata Sekretaris Umum Federasi Serikat Buruh Karya Utama Konfederasi Serikat Nasional (FSBKU KSN) Zaenal Rusli.

Zaenal menegaskan, penaikan upah 6,5% tidak akan memperbaiki perbaikan ekonomi buruh. Kebijakan ini justru bertentangan dengan janji kampanye Presiden Prabowo yang akan memberantas stunting. 

"Dengan penaikan upah 6,5%, buruh akan tetap sulit mencukupi kebutuhan hidupnya, apalagi gizinya,” cetusnya.

Sementara itu, Sekretariat P2RI (Persatuan Perjuangan Rakyat Indonesia) Kokom Komalawati menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan pihaknya memperlihatkan bahwa kebutuhan keluarga konsumsi buruh untuk unsur makanan dan nonmakanan pada 2023 mencapai Rp9,2 juta per bulan.

“Tahun 2024, riset yang dilaksanakan Komite Hidup Layak memperlihatkan untuk menutup kebutuhan hariannya buruh terjerat utang antara Rp2 juta hingga Rp6 juta, mengurangi asupan konsumsi bergizi dan merusak dirinya dengan memperpanjang jam kerja,” sebut Kokom.

Di sisi lain, Ketua DPC Federasi Progresif-Sentral Gerakan Buruh Nasional Tangerang Raya Ujang Kurniawan menyebut bahwa penaikan upah 6,5% tidak memiliki dasar aturan dan hanya menggunakan aturan lama, yakni PP 51.

“Ini seperti pemerintah seperti melawan hukum. Saya yakin pemerintah paham bahwa penaikan upah yang layak akan mendongkrak daya beli masyarakat. Itu artinya pertumbuhan ekonomi akan membaik. Saya yakin buruh banyak berharap dengan presiden baru akan akan perbaikan khususnya untuk upah. Namun sayang sekali, presiden Prabowo membuat kebijakan yang tidak jauh beda dengan presiden sebelumnya,” pungkas Ujang.
 
Dengan demikian, Aliansi Persatuan Perjuangan Rakyat Indonesia menilai penaikan upah 2025 sebesar 6,5% adalah kebijakan yang merugikan buruh dan mendorong keluarga buruh dalam kubangan kemiskinan dan jeratan utang. (Fal/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat