visitaaponce.com

Perang Dagang AS dan Tiongkok, Peluang Indonesia Berperan dalam Rantai Pasok Global

Perang Dagang AS dan Tiongkok, Peluang Indonesia Berperan dalam Rantai Pasok Global
Dua Mobil Listrik Hyundai Sedot Perhatian Pengunjung GIIAS Surabaya 2024(Dok.MI)


PERANG dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok dinilai dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk memainkan peran penting dalam rantai pasok global. Sebab, ada pergeseran geopolitik dan ekonomi. Indonesia, dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, berada dalam posisi strategis untuk memanfaatkan pergeseran ini. Oleh karena itu, Indonesia perlu berkolaborasi serta memperkuat kerja sama dengan negara lain. Demikian hal yang mengemuka dalam diskusi bertajuk “ Indonesia 8% Economic Growth Target : How To Attract More Korean FDI?” yang diselenggarakan oleh The Korea Foundation dan Indonesian Next Generation Journalist Network, di Jakarta, beberapa waktu lalu. 


Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM  Nurul Ichwan mengatakan Indonesia mempunyai target untuk mencapai petumbuhan ekonomi 8% hingga 2029 di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Salah satu peluang yang dimiliki Indonesia selain pasar yang domestik yang besar, ialah investasi yang memiliki hubungan positif dengan pendapatan nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB). 


Berdasarkan data dari Kementerian Investasi jumlah penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) ke Indonesia sepanjang kuarta II-2024 naik 16,6% secara tahunan atau year on year  menjadi Rp 217,3 triliun rupiah (US$ 13,35 miliar).


“Nilai investasi 2018-2023 meningkat dua kali lipat terutama di bidang manufaktur, dengan data ini terlihat industrialisasi tumbuh di Indonesia.Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seperti hilirisasi direspons oleh investor,” papar Ichwan.


Ia juga menyebut peluang tersebut perlu diperkuat untuk mempercepat industrialisasi yakni melalui transfer teknologi. Menurut Ichwan,  akselerasi industrialisasi melalui transfer teknologi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi tantangan.


“SDM menjadi permasalahan. Tanpa teknologi dan kapasitas yang mumpuni akan sulit menjadikan Indonesia sebagai salah satu rantai pasok global,” ucap dia. 
Ichwan menyampaikan Indonesia terbuka bekerja sama dengan negara manapun seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Uni Eropa, Uni Emirat Arab dan Korea Selatan. Korea Selatan, menjadi negara investor terbesar ketujuh bagi Indonesia. Selain itu, kedua negara juga telah menjalin berbagai kerja sama strategis di sektor ekonomi.


“Korea Selatan punya sejarah dalam hal pengembangan teknologi. Kami bisa bekerja sama dengan kapasitas Indonesia dalam hal sumber daya alam, dikombinasikan dengan keuntungan kompetitif yang dimiliki Korea seperti teknologi, pasar global, investasi dan juga rantai pasok yang sudah dibangun secara global,” paparnya.


Apalagi, sambung Ichwan, produk dari Cina dilarang masuk ke Amerika Serikat. Hal ini  jadi berkah bagi Korea dan Indonesia untuk bekerja sama dengan tujuan menyediakan rantai pasok yang tidak disediakan Cina. 


“Indonesia dan Korea bisa memproduksi barang dan jasa untuk menyuplai pasar Amerika Serikat,” tukas dia. 


 Kepastian kebijakan


Profesor Riset dari Yonsei University Young-kyung Ko menuturkan untuk mencapai ambisi ini Indonesia harus berkompetisi dengan Vietnam. Proyeksi pertumbuhan GDP Vietnam pada 2024-2025 di atas 6% sementara Indonesia 5%.


“Untuk melakukan transformasi ekonomi perlu ada peningkatan teknologi, modal, dan talent termasuk pendidikan,” ucapnya.


Menurut analisisnya, investasi luar negeri yang masuk ke Vietnam meningkat sangat tinggi, karena pemerintah Vietnam mendukung masuknya investasi dengan memberikan kepastian kebijakan bagi investor. Selain itu, sambung dia, letak geografis Vietnam  yang dekat dengan Cina dan Rusia menjadikan negara itu lebih mudah untuk mengamankan rantai pasok.


Sementara itu, Korea Selatan, terang Ko, memutuskan berinvestasi ke Indonesia untuk mengamankan bahan baku dalam mendorong rantai pasok global misalnya nikel, kayu, batu bara, dan pasar yang besar. Ia menjelaskan perusahaan Korea Selatan masih punya kekhawatiran berinvestasi di Indonesia karena ada beberapa tantangan seperti kehilangan kepercayaan, kurangnya infrastruktur dan kepastian kebijakan.


“Tidak hanya infrastruktur teknis seperti persetujuan pemerintah, lisensi, dan lain-lain. Tantangan-tangan ini harus diatasi,” tegasnya.

Bagaimana cara meningkatkan investasi Korea Selatan di Indonesia?

Ko menuturkan dengan mengurangi ketidakpastian seperti memperkuat kepercayaan antarpemerintah melalui dialog misalnya Summit Forum, guna memastikan kebijakan itu konsisten dilakukan.

“Hal yang terpenting Indonesia perlu memastikan, adanya komunikasi yang jelas mengurangi ketidakpastian,” imbuh dia.

Lalu, ia menilai Indonesia dan Korea perlu bersama-sama meningkatkan kapasitas teknologi untuk industri dalam menghadapi kompetisi global, seperti mengamankan rantai pasok untuk  kendaraan listrik dan semikonduktor. Indonesia dan Korea bisa saling melengkapi untuk menjadi rantai pasok global baterai .Korea punya kapasitas untuk membantu Indonesia dalam hal teknologi untuk transisi energi.

“Apa kelebihan Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya? misalnya potensi mineral,” terang Ko. (H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indriyani Astuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat