Jangan Jadikan BRICS Bikin Indonesia Ketergantungan pada Tiongkok

INDONESIA resmi mengikuti jejak beberapa negara dari kawasan MENA (Middle East and North Africa) memperpanjang daftar anggota negara yang bergabung dengan blok ekonomi terbesar BRICS. Hal ini diumumkan secara resmi di Kementerian Luar Negeri Brasil, Sao Paulo sekaligus menjadi lanjutan rangkaian episode prosesi bergabungnya Indonesia ke aliansi tersebut.
Di dalam negeri, bergabungnya Indonesia dengan BRICS masih menimbulkan pro-kontra. Beberapa pengamat berpendapat aliansi ini akan menjadi penyeimbang G-7 yang beranggotakan Amerika Serikat (AS), Kanada, Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang. Sebagai anggota grup BRICS yang baru, Indonesia berpeluang untuk berpartisipasi dalam solidaritas negara Global South dalam mengurangi hegemoni Barat yang ada saat ini.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kepesertaan Indonesia di BRICS bisa dinilai sebagai upaya memperkuat hubungan tidak hanya dengan Tiongkok, tetapi dengan Brasil dan Afrika Selatan maupun negara Timur Tengah.
“Pemerintah sebaiknya tidak melihat BRICS hanya agenda Tiongkok saja, tapi ada potensi besar dengan negara Brasil terkait ekonomi restoratif, hingga Afrika Selatan soal pengembangan transisi energi bersih. Jika terlalu pro-Tiongkok, maka keanggotaan Indonesia di BRICS sebenarnya sia-sia mereplikasi hubungan ekonomi dengan Tiongkok yang sudah terlalu dominan,” kata dia dikutip dari keterangan pers, Rabu (8/1).
Di sisi lain, aliansi BRICS tidak begitu memberikan keuntungan untuk Indonesia karena ekonomi Tiongkok diproyeksikan akan melambat terutama pascakembali terpilihnya Donald Trump yang memicu proteksionisme dagang.
Direktur China-Indonesia Desk Celios Muhammad Zulfikar Rakhmat menyatakan, ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara Tiongkok dan AS saat Trump akan mengacak stabilitas ekonomi di beberapa negara, dan ini tentunya akan berimbas pada Indonesia. Ditambah lagi ancaman Trump pada negara anggota BRICS jika melakukan dedolarisasi.
“Reaksi Trump perlu untuk diwaspadai, karena dia merupakan salah satu pemimpin yang membuktikan ucapannya. Jika, AS memberlakukan tarif 100% pada negara anggota BRICS, tentu Indonesia akan terkena imbas dari kebijakan tersebut, tidak bisa dimungkiri ini juga akan menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia dalam jangka waktu pendek atau menengah,” kata dia.
“Hal ini juga akan menyebabkan penurunan tajam pada volume ekspor, terutama untuk produk-produk yang sangat bergantung pada pasar AS,” tambah Zulfikar.
Tidak hanya itu, kekhawatiran ketergantungan yang semakin kuat pada Tiongkok masih menghantui Indonesia. Menurut peneliti Celios Yeta Purnama, seharusnya Indonesia lebih gencar mendiverifikasi mitra secara bilateral untuk survive dari ketidakpastian ekonomi global di masa yang akan datang.
“Potensi kerja sama multilateral tentu akan menguntungkan tapi jika itu di circle yang sama, ketika ekonomi negara anggota yang mendominasi seperti Tiongkok melemah maka akan rentan berdampak pada stabilitas ekonomi di dalam negeri,” tutur Yeta.
Catatan penting untuk Indonesia, lanjutnya, bergabung dengan BRICS bisa dikatakan berisiko terutama jika terlalu fokus pada Tiongkok. Untuk menghindari risiko ini, Indonesia perlu memainkan peran dalam mendorong kolaborasi di sektor-sektor strategis seperti sektor investasi dan pembangunan infrastruktur yang menyasar kebutuhan negara-negara berkembang, dan mengarahkan investasi kepada proyek yang bisa memperkuat kemandirian ekonomi negara-negara anggota.
Selaras dengan hal tersebut, Indonesia perlu memainkan peran untuk mendorong kerja sama green invesment (investasi hijau) negara anggota dengan mengembangkan pasar modal yang ramah lingkungan.
“Jika berbicara Global South, sebetulnya urgensi utama yang tidak bisa diabaikan adalah dominasi investasi sektor ekstraktif. Jadi BRICS diharapkan juga menyoroti potensi kerja sama green investment untuk green growth dalam beberapa tahun mendatang,” pungkas Yeta. (Mir/P-3)
Terkini Lainnya
Ingin Ikut Pilpres lagi, Mantan Presiden Ini Ingin Brasil Cabut dari BRICS Bila Terpilih
Mantan Presiden Bolsonaro Ingin Brasil Hengkang dari BRICS dan WHO
Ketua DPD RI Sepakati Pelaksanaan Forum Parlemen BRICS+ dengan Dubes Rusia
Trump Ancam Kenakan Tarif 100 Persen pada Anggota BRICS Jika Ciptakan Mata Uang Baru
Gabung BRICS, Indonesia bisa Disanksi Negara-Negara Barat
Masuk BRICS, Peluang Indonesia Genjot Investasi Hilirisasi
Indonesia di BRICS: Babak Baru atau Keterikatan Baru?
Bergabung dengan BRICS, Indonesia Untung atau Buntung?
Afirmasi untuk Pengesahan RUU PPRT
Uskup Maumere tidak Rampas Tanah Umatnya (Tanggapan Berita Miring dari UCA News)
Legasi Kepemimpinan Muhadjir Effendy, dari UMM untuk Bangsa
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap