Kebijakan Proteksi dan Promosi harus Diterapkan demi Swasembada Pangan

Executive Director Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute, Tungkot Sipayung, menyebut Indonesia harus menerapkan dua kebijakan untuk mencapai swasembada pangan. Pertama adalah kebijakan protektif dengan membatasi atau melarang impor komoditas pangan dan kedua promosi untuk mempercepat peningkatan produksi pangan dalam negeri.
"Jika kedua kebijakan tersebut dilaksanakan secara konsisten dan bukan jargon-jargon, swasembada pangan beras, jagung, gula dan garam dalam 2-3 tahun ke depan dapat dicapai Indonesia," ujarnya saat dihubungi, Jakarta, Sabtu (18/1).
Tungkot menilai tidak mudah bagi pemerintah untuk merealisasikan swasembada pangan. Ini karena pasokan pangan dalam negeri dikatakan cukup memenuhi. Untuk beras misalnya, pemerintah disebut membutuhkan tambahan sekitar 3 juta ton, atau kurang dari 10% dari kebutuhan nasional
"Hal ini bisa diwujudkan kalau pemerintah mau menjamin harga gabah petani sekitar Rp8-10 ribu per kilogram (kg) pasti mau menaikkan produksinya," terangnya.
Untuk produksi jagung juga dikatakan bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri. Dari catatan Kementerian Koordinator Bidang Pangan, produksi jagung di 2025 mencapai 16,7 juta ton, sementara kebutuhan nasional sebesar 13 juta ton.
"Stok jagung juga kurang lebih sama. Lahan jagung kita seperti di Lampung, Jawa Timur, Sumatra Utara dan lainnya cukup luas. Jika harga ditingkat petani menarik, petani juga akan tanam jagung," ucapnya.
Soal garam, Tungkot optimistis pemerintah bisa membatasi impor komoditas strategis karena stok yang dianggap memadai. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di 2024, mencatat stok garam dalam negeri mencapai 800.000 ton yang tersebar di Gudang Garam Nasional dan Gudang Garam Rakyat sebanyak 500.000 ton dan di PT Garam 300.000 ton.
"Kita ini punya garis pantai terpanjang di dunia dan di daerah tropis sehingga produksi garam seharusnya tidak sulit," imbuhnya.
"Jadi, intinya kita tidak berswasembada pangan selama ini bukan karena tidak mampu, melainkan karena tidak mau, dan lebih mau tergantung pada impor," pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menyampaikan tekad menyetop impor beras yang digagas Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dilaporkan turut mempengaruhi penurunan harga beras di pasar internasional.
"Begitu kita sampaikan tidak mengimpor 4 produk pangan, salah satunya beras. Beras dari beberapa negara turun mulai dari US$640 per metrik ton, turun lagi ke US$590 sampai US$490. Jadi luar biasa kebijakan kita hari ini," beber Arief dalam keterangan resmi
Berdasarkan data perkembangan harga beras putih 5 persen (Free on Board) dari beberapa negara yang dihimpun tim NFA, terlihat rerata harga beras dari Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar pada Januari 2024 berada di rentang harga US$622 sampai US$655 per metrik ton.
Kemudian per 19 Desember 2024 yang merupakan momen setelah pengumuman stop impor beras Indonesia, juga mulai menurun di rentang US$455 sampai US$514 per metrik ton. Di bulan ini, India sudah mulai membuka keran ekspornya. Tren harga beras putih pun semakin menurun pada 8 Januari 2025 menjadi rentang US$430 sampai US$490 per metrik ton.
Arief kemudian menyampaikan kesejahteraan petani padi dapat tercermin dari perkembangan indeks Nilai Tukar Petani Pangan (NTPP). NTPP di Februari 2024 yakni 120,30 menjadi paling tinggi dibandingkan NTPP bulan-bulan sebelumnya selama 5 tahun terakhir. NTPP di Desember 2024 pun cukup baik dengan masih menorehkan lebih dari 100 dengan angka 108,90.
Sementara, kondisi di hilir dikatakan cukup baik dengan inflasi yang terus dijaga dan dikendalikan pemerintah. Tingkat inflasi umum secara tahunan di 2024 menjadi yang terbaik sejak tahun 1958 dengan raihan 1,54 persen. Terkendalinya tingkat inflasi disebut Badan Pusat Statistik (BPS), salah satunya dipengaruhi penurunan harga komoditas pangan yang lebih stabil selama 2024 dalam 2 tahun terakhir.
"Tentu kita ingin terus membentuk ekosistem pangan yang ideal. Di hulu, petani kita terus berproduksi dan memperoleh harga yang baik. Di hilir pun inflasi pun terkendali dengan baik," ucapnya.
"Nah kalau sudah seperti ini, tugas kami di Badan Pangan Nasional dan Bulog mempersiapkan penyerapan berasnya. Jadi panen gabah petani kita harus terserap sesuai perintah Bapak Presiden Prabowo," tutupnya. (Z-11)
Terkini Lainnya
Dukung Swasembada Pangan Nasional dalam Produksi Gula
DPR Nilai Swasembada Pangan Jauh Lebih Mendesak Ketimbang Proyek IKN
Pakar UGM: Tidak Mudah untuk Capai Swasembada Pangan
Mentan Amran Sulaiman: Efisiensi Anggaran tidak Hambat Swasembada Pangan
Swasembada Pangan Harus Tercapai untuk Pastikan Stabilitas Ekonomi dan Sosial
TNI AD: Lima Kodam Baru Bantu Pemerintah Wujudkan Swasembada Pangan
Neraca Perdagangan Dinilai masih Resilien saat Pelemahan Global
Impor RI Merosot, Sinyal Perlambatan Industri Manufaktur
BPS: Ekspor RI Anjlok 8,56 Persen di Januari 2025
Pemerintah Berencana Cari Vendor Baru untuk Impor Daging Kerbau
Prabowo Sesumbar Lima Tahun Lagi RI Tak Impor BBM
Trump Tanda Tangani Tarif 25% pada Impor Baja dan Aluminium Tanpa Pengecualian
Raja Kecil dan Sarang Lebah Birokrasi
100 Batalion Teritorial: Ketahanan Pangan atau Reposisi Militer?
Drama Demokrasi (Dramoksi) Indonesia 2024
Proyek Genom Manusia, Pedang Bermata Dua
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap