visitaaponce.com

Refleksi Tragedi Kanjuruhan lewat Film Pendek Shallot Salad

Refleksi Tragedi Kanjuruhan lewat Film Pendek Shallot Salad
Sutradara BW Purbanegara (tengah)(MI/Fathurrozak)

SUTRADARA BW Purbanegara menghadirkan refleksi atas tragedi Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari 135 korban jiwa lewat film pendek Shallot Salad. Film tersebut saat ini sedang berkompetisi di program Global Short di Jakarta Film Week (JFW) 2024

Di film tersebut, BW menghadirkan perspektif dari salah satu anggota polisi yang merasa frustrasi atas peristiwa yang menewaskan ratusan nyawa. Polisi tersebut menjalani hari-hari yang muram dan melakukan percobaan bunuh diri dengan berbagai cara. Sebagai konteks, tragedi Kanjuruhan adalah peristiwa yang menewaskan lebih dari 135 suporter saat pertandingan Arema versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Ketika itu, polisi menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Sementara akses untuk keluar stadion terhalang. Peristiwa tersebut terjadi pada 1 Oktober 2022.

“Setelah tragedi Kanjuruhan, saya sangat sedih karena ada begitu banyak orang yang meninggal. Bahkan sampai saat ini (sedih). Setelah itu, sekitar satu bulan, saya punya ide untuk membuat sesuatu. Namun, rasanya tidak bisa dari perspektif korban dan saya mencoba menemukan dari perspektif pelaku, yang juga penegak hukum,” kata BW seusai pemutaran film Shallot Salad di Teater Asrul Sani Kineforum, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, dalam rangkaian Jakarta Film Week 2024, Jumat (25/10).

Setelah berdiskusi dengan beberapa teman, BW lalu memproduksi ide filmnya tepat pada 40 hari setelah tragedi Kanjuruhan. Syuting dilakukan selama lima hari. Namun, pasca-produksi berjalan hingga kurang lebih setahun dan untuk pertama kalinya tayang pada 2023.

Mulanya, BW ingin memutar film ini pertama kali di Malang, namun karena di Kota Malang masih banyak yang berduka, hal itu urung dilakukan. Film pertama kali tayang (world premiere) di Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2023. 

“Pada dasarnya, isunya bukan bunuh diri tapi bagaimana aparat negara yang harusnya tegakkan hukum, menghukum pelaku kejahatan. Tapi bagaimana jika pelakunya adalah si penegak hukum itu sendiri? Ini menjadi refleksi tentang keadilan kemanusiaan. Sampai saat ini, tentu ini menjadi keinginan dan mimpi bersama. Film ini ingin menjadi refleksi tentang masalah kemanusiaan di negara ini, dan masih banyak pekerjaan rumahnya,” tutur BW.

“Semoga (film)  ini bisa membuat kita semua berpikir, seharusnya kita semua punya empati, dan aparat harusnya punya empati."(M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat