Siapakah Pencetus Peringatan Maulid Nabi Muhammad
KITA berada dalam bulan Rabiul Awal sekarang. Biasanya, umat Islam di mana pun berada menggelar peringatan maulid atau kelahiran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pada bulan ini. Akan tetapi, setiap kedatangan bulan maulid Nabi selalu muncul pertanyaan pencetus atau orang yang pertama kali mengadakan maulid Nabi.
Ada beragam versi terkait awal mula peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sebagian berpendapat peringatan tersebut dilakukan pertama kali saat dinasti Fathimiyah berkuasa. Yang lain bilang Salahudin Al Ayyubi yang perdana memulainya.
Karena itu, pendapat lain menilai peringatan maulid Nabi itu termasuk bidah sesat karena tidak pernah dilakukan Nabi, para sahabat, atau generasi salaf yang saleh. Benarkah demikian? Tulisan ini mencoba merangkum berbagai pendapat terkait pencetus peringatan maulid Nabi pertama kali agar gambarannya semakin jelas.
Baca juga: Beda Pendapat Empat Imam Mazhab dalam Qunut
Sebelum ke sana, tampaknya kita perlu memahami perbedaan pengertian antara peringatan dengan perayaaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, peringatan bermakna nasihat (teguran dan sebagainya) untuk memperingatkan, kenang-kenangan, sesuatu yang dipakai untuk memperingati, catatan, ingatan, atau hal memperingati. Perayaan memiliki arti pesta (keramaian dan sebagainya) untuk merayakan suatu peristiwa. Intinya, ada perbedaan antara peringatan dengan perayaan. Baiklah, kita mulai memaparkan berbagai pendapat tentang asal mula peringatan maulid Nabi.
Berikut pemaparan pelbagai pendapat ulama tentang pembuat maulid Nabi yang pertama kali. Selamat menyimak.
Nabi Muhammad SAW
Sejumlah pendapat mengatakan bahwa peringatan maulid sudah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ini membantah pendapat bahwa peringatan maulid tidak pernah dilakukan Nabi. Mengutip dari NU Online, dosen di IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Muhammad Habib Mustofa, menerangkan bahwa bila yang dimaksud dengan memperingati secara mutlak, tanpa membatasi ekspresinya, Rasulullah telah mempraktikkannya. “Beliau ialah orang pertama yang memperingati hari kelahirannya,” ujarnya.
Baca juga: Lebih Utama Kurban Kambing atau Sapi?
Nabi Muhammad mengagungkan hari kelahirannya dengan melakukan puasa. Dalilnya dari Abu Qatadah RA sesungguhnya Rasulullah telah ditanya perihal puasa pada Senin, beliau bersabda, "Pada hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu pula wahyu diturunkan." (HR Muslim).
Dari pendapat itu, kita dapat menyimpulkan bahwa Nabi Muhammad senantiasa memperingati hari lahirnya yaitu Senin. Ustaz Abdul Shomad dalam salah satu videonya menyatakan peringatan tersebut bahkan dilakukan beliau setiap minggu sekali, bukan tiap tahun sekali. Hanya, peringatan itu dilakukan beliau sendiri tanpa ada perayaan yang bersifat besar dan meriah dengan melibatkan pihak lain.
Baca juga: Jangan Kagetan, Banyak Perbedaan Pendapat Ulama dalam Ibadah Ramadan
Para Sahabat Nabi
Sebagian pendapat lain mengatakan bahwa para sahabat juga selalu menghargai hari kelahiran Nabi Muhammad. Mereka berargumentasi dengan kisah yang terkenal saat menetapkan tahun Hijriyah. Ketika itu, para sahabat yang dipimpin Khalifah Umar bin Khattab menyampaikan beberapa peristiwa yang dianggap penting.
Sebagian sahabat mengusulkan kelahiran Nabi layak menjadi awal tahun sebagai peringatan. Imam al-Sakhawi dalam Al-I'lan bi al-Taubikh li Man Dzamma al-Tarikh menjelaskan, saat itu ada empat usulan yang mungkin untuk dijadikan acuan penanggalan Islam, yaitu kelahiran Nabi, waktu diutus, hijrah, dan waktu kewafatannya. Para sahabat akhirnya memenangkan pendapat waktu hijrah sebagai awal tahun Hijriyah.
Baca juga: Bukan hanya Penetapan Idul Fitri, Banyak Beda Pendapat Ulama dalam Ibadah Puasa
Mengapa kelahiran Nabi Muhammad tidak dipilih para sahabat? Pertimbangannya, tahun kelahiran dan waktu diutusnya Nabi terdapat perselisihan di antara sejarawan. Dari sini dapat disimpulkan para sahabat selalu memperingati kemuliaan Nabi dengan waktu kelahirannya. Seandainya hal tersebut diterima Umar bin Khattab berarti peringatan Tahun Baru Islam sama dengan memperingati maulid Nabi.
Khaizuran
Pendapat lain disampaikan Ahmad Tsauri dalam bukunya berjudul Sejarah Maulid Nabi (2015). Ia menjelaskan bahwa perayaan maulid Nabi sudah dilakukan oleh masyarakat muslim sejak tahun kedua Hijriah.
Baca juga: Pandangan Empat Imam Mazhab tentang LGBT
Catatan tersebut merujuk pada Nuruddin Ali dalam kitabnya Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa. Disebutlah Khaizuran atau Jurasyiyah binti 'Atha (170 H/786 M) sebagai istri Khalifah al-Mahdi bin Mansur al-Abbas sekaligus ibu dari Amirul Mukminin Musa al-Hadi dan al-Rasyid. Dengan kekuasaan tersebut, ia datang ke Madinah dan memerintahkan penduduk mengadakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad di Masjid Nabawi.
Dari Madinah, Khaizuran juga menyambangi Mekah dan melakukan perintah yang sama kepada penduduk Mekah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad. Jika di Madinah bertempat di masjid, Khaizuran memerintahkan kepada penduduk Makkah untuk merayakan maulid di rumah-rumah mereka. Jika demikian, berarti itulah awal perayaan dalam peringatan maulid Nabi yang digelar umat Islam pada masa Daulah Abbasiyah.
Al-Muiz Lidinillah
Selanjutnya pendapat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj. Menurutnya, maulid Nabi diadakan kalangan syiah bernama Abu Tamim Maad Al-Muizz Lidinillah. “Al-Muiz yang membangun Kota Kairo dan Al-Azhar,” katanya seperti dikutip dari NU online. Ia merupakan khalifah keempat Dinasti Fatimiyah (341-365 H/952-975 M).
Baca juga: Perbedaan Pendapat Para Ulama tentang Ucapan Selamat Natal
Pendapat Said Aqil sejalan dengan ahli sejarah Al-Maqrizy bahwa perayaan maulid Nabi dimulai ketika zaman Daulah Fatimiyah yang beraliran syiah berkuasa di Mesir. Bukan hanya maulid Nabi, mereka juga merayakan maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Fatimah binti Ali, maulid Hasan bin Ali, dan maulid Husain bin Ali.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur yang membidangi Tarjih, Dr Syamsuddin, menceritakan bahwa Al-Maqrizi dalam kitab Mawa’iz al-I’tibar fi Khitat Misr wa al-Amsar banyak mengutip data-data dari karya Jamaluddin Ibn al-Ma’mun (wafat 517 H/1123 M) terkait asal usul perayaan maulid di dunia Islam. "Dari deskripsi al-Maqrizi, dapat dimengerti bahwa asal-usul maulid yaitu perayaan keagamaan yang diselenggarakan oleh dinasti Fatimiyah di Mesir yang beraliran Syiah Ismailiyah pada abad ke-5 H/11 M," jelas Syamsuddin seperti dikutip dari pwmu.co.
Menurutnya, naskah tertua tentang perayaan maulid berasal dari karya al-Ma’mun itu. Dialah putra al-Ma’mun Ibn Bata’ihi yang pernah menduduki jabatan perdana menteri di istana khalifah Dinasti Fatimiyah.
Baca juga: 12 Peristiwa sebelum Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Perayaan maulid Nabi saat itu dirayakan tiap 13 Rabiul Awal. Al-Maqrizi menceritakan bahwa pada hari tersebut, khalifah berkenan merayakan kelahiran Nabi akhir zaman dengan membagikan uang sebanyak 6.000 dirham, 40 piring kue, gula-gula, karamel, madu, dan minyak wijen. "Dalam praktiknya, ada ceramah agama, pembacaan ayat suci al-Qur’an, serta hadiah-hadiah untuk tokoh dan masyarakat secara umum," tambah dosen UIN Sunan Ampel Surabaya itu.
Malik (Raja) Muzhaffar
Selain itu, ada pendapat lain dari sejumlah ulama ternama. Sebut saja, Jalaluddin al-Suyuthi dalam Al-Hawi li al-Fatawi menyebutkan bahwa orang yang pertama kali mengadakan maulid Nabi ialah penguasa Irbil di wilayah Irak bernama Raja Muzhaffar Abu Sa’id al-Kukburi bin Zainuddin Ali bin Buktikin (549-630 H). Ia disebut sebagai seorang raja yang mulia, luhur, dan pemurah. Beliau merayakan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal dengan perayaan yang meriah.
Baca juga: Doa-Doa Nabi dan Rasul dalam Al-Quran
Begitu pun Ibnu Katsir dalam al-Bidayah wa al-Nihayah menilai bahwa Raja Muzhaffar termasuk penguasa yang alim dan adil serta memiliki banyak peninggalan yang baik. Di antara peninggalan baiknya yaitu maulid al-Syarif (perayaan maulid yang mulia) setiap Rabiul Awal.
Ditambahkan al-Bakri bin Muhammad Syatho dalam I`anah at-Thalibin, peringatan maulid pada saat itu dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan dengan berkumpul di suatu tempat. Mereka membaca Al-Qur’an, mendaras sejarah ringkas kehidupan dan perjuangan Rasulullah, melantunkan selawat dan syair-syair kepada Nabi Muhammad, serta diisi pula dengan ceramah agama.
Baca juga: Nabi Muhammad Jawab Aisyah tentang Istri yang paling Dicintai
Salahudin Al Ayubi
Pendapat lain lagi disebutkan mantan ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Menurutnya, Salahudin Al Ayubi merupakan Sultan Mesir dan Suriah sekaligus muslim pertama yang menyelenggarakan maulid Nabi. Sultan Salahudin Al Ayubi yang juga pendiri Dinasti Ayubiyah di Mesir, Suriah, sebagian Yaman, Irak, Mekah Hejaz, dan Diyar Bakr itu menyelenggarakan maulid untuk menyemangati kaum muslimin yang tengah berperang melawan pasukan Kristen dalam Perang Salib.
AM Waskito dalam bukunya berjudul Pro dan Kontra Maulid Nabi (2014) menjelaskan bahwa Raja Muzhaffar dan Salahuddin Al Ayubi hidup di masa yang sama. Ternyata mereka berdua memiliki hubungan kekerabatan yaitu saudara ipar.
Baca juga: Bentuk Khatamun Nubuwah atau Tanda Kenabian pada Rasulullah SAW
Salahuddin Al Ayubi memiliki saudara perempuan yang bernama Rabiah Khatun binti Ayub yang dinikahkan dengan saudara laki-laki dari Muzhaffar. Melihat efektivitas peringatan maulid bagi semangat jihad masyarakat Mesir, besar kemungkinan Muzhaffar Abu Sa’id ingin mengadaptasikan kegiatan tersebut di daerahnya.
Jadi, siapa yang pertama kali mengadakan maulid Nabi? Apakah salah satu dari nama yang disebutkan di atas atau semua benar? Kalau melihat waktu mereka hidup, tampaknya ada rangkaian peringatan atau perayaan maulid Nabi alias tidak berdiri sendiri. Ustaz Abdul Shomad dan beberapa ulama lain lebih memilih Muzhaffar karena lebih kuat riwayatnya. Alasannya, riwayat tersebut disampaikan As-Suyuthi dan Ibnu Katsir yang dipercaya sebagai ulama besar dan hafizh atau hafal 100 ribu hadits. (OL-14)
Terkini Lainnya
Nabi Muhammad SAW
Para Sahabat Nabi
Khaizuran
Al-Muiz Lidinillah
Salahudin Al Ayubi
Kurban Serempak Empat Ton Daging di Idul Adha 1445 H
Berkontribusi Nyata, Rayakan Idul Adha dengan Pembagian Hewan Kurban
Meneruskan Amanah, Human Initiative Luncurkan Distribusi Qurban 2024
Hari Raya Kurban Eratkan Kesetiakawanan Sosial dan Semangat Berbagi
Kaban Suyitno: Pesan Kemanusiaan dan Kepedulian Sosial sebagai Makna Idul Adha
Perayaan Maulid Nabi di Mekah Zaman Dulu
Ibnul Jauzi Saksikan Penduduk Mekah Madinah Rayakan Maulid Nabi
Mahallul Qiyam dari Sulis dan Nissa Sabyan Cs Trending Ketiga di Youtube
Maulid Nabi, Haedar Ajak Umat Tampilkan Rahmat bagi Semesta
12 Tradisi Acara Maulid Nabi di Nusantara
Pandangan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani tentang Hukum Maulid Nabi
NU-Muhammadiyah dan Konsolidasi Demokrasi
Peningkatan Daya Saing Produk Indonesia Pasca-Belt and Road Initiative
Kurikulum Sekolah Damai
Pemerintahan Baru dan Reformasi Pemilu
Pembangunan Manusia dan Makan Bergizi Anak Sekolah
Menunggu Perang Besar Hizbullah-Israel
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap