Modifikasi Gaya Hidup Efektif Cegah Diabetes

DIABETES dikenal sebagai penyakit penyebab komplikasi berbahaya. Mulai dari luka yang tak kunjung sembuh, kebutaan, gagal ginjal, stroke, hingga serangan jantung.
Sebagaimana penyakit lainnya, langkah terbaik yang perlu kita lakukan ialah mencegahnya sedari awal. Untuk mencegah diabetes, modifikasi gaya hidup terbukti efektif.
Bagaimana caranya? Seperti diabetes yang ada perjalanannya, pencegahannya pun ada tahapannya.
“Untuk prediabetes dilakukan pencegahan primer. Orang yang gula darahnya meningkat, tidak normal lagi, tetapi belum diabetes, ada kemungkinan bisa kembali normal," terang dr. Rulli Rosandi, SpPD-KEMD, spesialis penyakit dalam di Good Doctor pada rangkaian webinar #GoodKnowledgeGoodHealth bekerja sama dengan LSPR Communication & Business Institute, baru-baru ini
"Namun, kalau sudah DM tipe 2, maka panahnya ke arah kanan, sangat sulit untuk berbalik ke belakang. Oleh karena itu, lakukan pola hidup sehat dengan mulai berolahraga, kurangi berat badan jika kegemukan, dan perbanyak makan sayuran dan buah-buahan,” ujar dr. Rulli.
Hubungan kegemukan dan diabetes sebenarnya sudah dibicarakan sejak 100 tahun lalu dalam The Journal of the American Medical Association pada 8 Januari 1921. Artikel itu menyatakan bahwa kegemukan merupakan predisposisi untuk diabetes. Jadi, pertahankan berat badan agar tidak meningkat.
Dokter Rulli menjelaskan,“Peningkatan berat badan merupakan pintu masuk untuk diabetes. Kalau sudah diabetes, ada kawannya, yaitu hipertensi, kolesterol, dan diabetes."
"Keempat unsur itu merupakan sindroma metabolik dengan obesitas yang menjadi bosnya. Kalau ada orang diabetes, pasti ada kolesterolnya, kalau ada kolesterolnya pasti tekanan darahnya tinggi. Semuanya berawal dari obesitas atau peningkatan berat badan,” paparnya.
dr. Rulli melanjutkan, studi-studi besar telah menunjukkan bahwa pencegahan diabetes dengan lifestyle modification, yakni menjaga asupan makanan dan berolahraga 150 menit per minggu atau 30 menit per hari sudah terbukti efektif.
Obat-obatan yang diberikan untuk prediabetes pun kalah dibandingkan dengan lifestyle yang termonitor, terutama aktivitas fisik.
“Aktivitas fisik yang teratur akan memperbaiki resistensi insulin. Resistensi insulin membaik, obesitas menurun. Obesitas menurun, hipertensi menurun, kolesterol menurun, risiko thrombosis menurun, dan peradangan sistemik menurun. Artinya, dengan beraktivitas fisik secara reguler ada banyak manfaat positif yang kita peroleh,” tutur dr.Rulli.
Keturunan merupakan salah satu faktor risiko pada diabetes, tetapi tidak bersifat satu gen. Berbeda dengan hemofilia yang diturunkan dari kromosom X ke X.
Pola keturunan pada diabetes bersifat poligenik. Jadi, banyak gen yang terlibat, tetapi kita belum bisa mengidentifikasi yang mana yang paling dominan.
“Sekalipun ada faktor keturunan, kita yang menentukan apakah faktor keturunan itu jadi bermanifestasi. Artinya, secara gen memang diturunkan, tetapi apabila kita menjaga pola makan yang baik dan berolahraga secara teratur, genetik itu tidak akan terbuka, tetap terkunci, tidak bermanifestasi menjadi diabetes. Itulah yang disebut dengan epigenetik,” ujar dr. Rulli.
Pola makan yang baik berarti proporsi yang seimbang antara karbohidrat, lemak, dan protein sehingga berat badan tetap terkontrol. Berbicara mengenai pola makan jadi teringat akan mi instan yang menjadi salah satu makanan favorit orang Indonesia.
Data World Instant Noodles Association (WINA) tanggal 11 Mei 2021 menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan kedua dalam daftar negara pengonsumsi mi instan terbanyak di dunia.
Jumlahnya mencapai 12.640 juta porsi pada tahun 2020. Dilansir dari gooddoctor.co.id, mi instan mengandung karbohidrat tinggi dan bisa menyebabkan kenaikan gula darah secara cepat. Mi instan juga tinggi sodium.
Sodium dapat menaikkan tekanan darah. Apabila diabetesi ingin makan mi instan, maka pilih mi yang berbahan dasar biji-bijian utuh karena secara umum tepung yang menjadi bahan dasar mi instan memiliki indeks pati yang tinggi.
Selain itu, jangan memasak mi terlalu lama karena akan mempengaruhi indeks glikemiknya dan makan 1/3 mangkok saja. (Nik/OL-09)
Terkini Lainnya
Pererat Hubungan Mitra Bisnis, Diesel One Gelar Diesel One Cup 2025
Penelitian: Olahraga Turunkan Risiko Demensia pada Lansia hingga 40 Persen
Olahraga Tingkatkan Sensitivitas Insulin Otak, Potensi Terapi untuk Cegah Demensia
6 Tips Ampuh Menjaga Kesehatan Sendi dan Mencegah Nyeri Sejak Dini
Berbagai Cara Sederhana Mencegah dan Kurangi Risiko Serangan Jantung tanpa Obat-Obatan
Donald Trump Haramkan Transgender Berkompetisi di Ajang Olahraga Putri
Pendidikan Kedokteran Transformasional Berbasis Komunitas
Deby Vinski Pimpin Rapat WOCPM di London dan Tegaskan Komitmen untuk Health Tourism
Kolaborasi Strategis Meningkatkan Mutu Pendidikan Kesehatan Global
Sumpah dan Kode Etik Kedokteran Dikaji Ulang
Jusuf Kalla Terima Penghargaan Legacy and Life Time Achievement dari WOCPM
Praktik Kedokteran Nuklir Tingkatkan Kualitas Perawatan Pasien Onkologi
Afirmasi untuk Pengesahan RUU PPRT
Uskup Maumere tidak Rampas Tanah Umatnya (Tanggapan Berita Miring dari UCA News)
Legasi Kepemimpinan Muhadjir Effendy, dari UMM untuk Bangsa
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap