visitaaponce.com

Janger Banyuwangi Bertahan Melintasi Zaman

Janger Banyuwangi Bertahan Melintasi Zaman
Tarian janger(ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo)

SENI teater di Indonesia khususnya teater rakyat tercatat telah memiliki perjalanan sejarah panjang selama berabad-abad.
Dimulai sejak 840 Masehi. 

Beberapa ada yang telah punah, namun ada pula yang mampu bertahan mengikuti dinamika perkembangan zaman, salah satu yang masih eksis adalah Seni Janger Banyuwangi dari Jawa Timur. 

Pemerintah Indonesia telah menetapkan Kesenian janger Banyuwangi menjadi warisan budaya tak benda (WBTB) Indonesia pada 2018.
Melansir buku bertajuk “Janger Banyuwangi Bertahan Melintasi Zaman” (2023) karya peneliti bidang seni dan budaya dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mochamad Ilham, seni teater Banyuwangi merupakan kesenian yang terbentuk dari transformasi wayang orang, ketoprak, dan Seni Bali yang juga dikenal dengan istilah “Prabu Roro, Damarwulan, Jinggo”.

Baca juga : Pelajar SMA Labschool Cirendeu Tangsel Bawa Misi Budaya ke Festival Internasional Polandia

Istilah-istilah itu  terambil dari tokoh-tokoh legendaris tanah Jawa seperti Damar Ulang dan Minak Jinggo. Dalam bukunya, Ilham mengatakan selama beberapa dekade, kesenian Janger menjadi salah satu seni pertunjukan rakyat yang berhasil meraih popularitas di daerah Banyuwangi dan sekitarnya. 

Tidak hanya menjadi sarana hiburan (tontonan) semata, tetapi turut menampilkan keteladanan (tuntunan) yang dapat dijadikan refleksi tatanan kehidupan sehari-hari.

“Cerita Janger menyuguhkan nilai-nilai luhur yang layak direnungkan, misalnya nilai budi pekerti, etika bermasyarakat atau bahkan sikap kepahlawanan dan cinta tanah air," ungkapnya. 

Baca juga : UKP Beri Dukungan kepada Petani dan Pelaku UMKM Milenial

Kesenian tersebut, terang Ilham, merupakan respons kreatif masyarakat Banyuwangi atas masuknya berbagai gelombang pengaruh kesenian dari  Jawa dan Bali yang telah berlangsung selama berabad-abad. 

"Janger bukan semata-mata sebuah bentuk kesenian yang diambil utuh begitu saja dari daerah lain, melainkan sudah melalui kreasi ulang, atau upaya penciptaan kembali,” terang Ilham.

Dalam pementasan janger, lakon atau cerita biasanya disesuaikan dengan permintaan penanggap atau skenario kelompok. Lakon yang paling banyak dipentaskan antara lain, Cinde Laras, Minakjinggo Mati, Damarwulan Ngenger, dan Damarwulan Ngarit.

Baca juga : Meriahkan Hari Lahir Pancasila, KCIC Gelar Pertunjukan Seni Tari Tradisional di Kereta Whoosh

Selain dari cerita panji, lakon juga diambil dari legenda rakyat setempat seperti Sri Tanjung atau kadang cerita-cerita bernuansa Islam.

Kendati tidak ada bukti tertulis, Ilham menjelaskan bahwa tokoh yang dianggap penting dalam memperkenalkan seni teater Janger di Banyuwangi adalah Mbah Darji asal Desa Klembon Singonegaran Banyuwangi. 

Sebagai seorang pedagang sapi yang sering melakukan perjalanan dari Banyuwangi ke Pulau Bali, Mbah Darji mengenal kesenian Janger kemudian tertarik. 

Baca juga : Badan POM Ingatkan Urus Izin Edar Makanan dan Minuman Jangan Melalui Calo

Darji memadukan kesenian Ande-ande lumut dengan unsur gamelan Bali. “Janger kesenian yang terinspirasi dari Bali, sedangkan Mbah Darji berasal dari Banyuwangi. Persilangan budaya dalam pementasan Janger Banyuwangi tidak terelakkan. Silang budaya yang terdapat dalam Janger Banyuwangi terungkap lewat bahasa yang digunakan yang meliputi bahasa Jawa dan Using,” tuturnya.

Perpaduan unsur dua budaya Bali dan Jawa itu, ujar Ilham, lekat dalam teknis pertunjukkan Janger. Dia mencontohkan musik sebagai instrumen utama pengiring lakon menggunakan jenis musik tradisional Bali dan Using dengan gamelan Jawa. 

Sedangkan busana yang digunakan merupakan perpaduan antara busana Bali dan busana Jawa, begitupun koreografi tari sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Jenger. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat