Kelebihan Beban Kerja bagi Dokter Daerah Bisa Berdampak Buruk bagi Pasien
MENINGGALNYA dokter spesialis ortopedi, Helmyadi, di Sulawesi Barat setelah melakukan 10 operasi dalam satu hari merupakan pengingat bahwa ketersediaan dokter di daerah perlu mendapatkan perhatian serius. Dikatakan Pengurus Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar yang juga sesama sejawat dokter, melakukan tindakan operasi sebanyak 10 kali dalam satu hari ditambah dengan melayani pasien rawat jalan, bukanlah hal yang mudah.
“Ini bukan hanya berbahaya bagi dokter tapi juga bagi pelayanan kesehatan masyarakat. Bisa saja terjadi pelayanan kesehatan tidak memuaskan, bisa saja timbul kelalaian, kesalahan yang ujungnya akan mengundang isu malpraktik, ini harus dikoreksi,” kata Iqbal saat dihubungi, Minggu (14/7).
Menurut dia, salah satu penyebab dari tingginya beban kerja dokter di daerah ialah distribusi dokter yang tidak merata. Sehingga dokter-dokter di daerah harus berjibaku berhadapan dengan banyak kasus.
Baca juga : Berbiaya Besar, Kesejahteraan Dokter Asing yang Praktik di Indonesia akan Sulit Dipenuhi
Hal lainnya yang menjadi sorotan Iqbal ialah, dokter Helmyadi meninggal akibat serangan jantung. Namun, di wilayah tempatnya bekerja tidak tersedia trombolotik yang merupakan cairan pertolongan pertama saat terjadi serangan jantung. Hal ini kemudian menjadi pertanyaan bagi Kementerian Kesehatan terkait dengan pengadaan obat-obatan yang krusial bagi pasien.
“Kemenkes sibuk mendatangkan alat-alat jantung, catlab dan sebagainya. Padahal yang sifatnya basic tidak dilakukan. Kemenkes sibuk membuat peralatan terkait dengan kateterisasi jantung,” ucap Iqbal.
Padahal, kata dia, di Indonesia sendiri saat ini pasien jantung yang membutuhkan kateterisasi palling banyak 5% sampai 10%. Sementara itu, lebih banyak pasien jantung yang membutuhkan pelayanan basic, salah satunya pemberian trombolitik.
“Sangat disayangkan di Sulawesi Barat tidak tersedia. Bagaimana dengan daerah-daerah terpencil seperti Maluku Utara, Papua dan daerah tertinggal lainnya? Karenanya Kemenkes tidak perlu membuat program yang melangit sementara program yang membumi tidak dilakukan,” pungkas Iqbal.
Terkini Lainnya
Cegah Perundungan, Jam Kerja Peserta PPDS akan Diatur
Kasus Melebar, Muncul Dugaan Pelecehan Seksual di PPDS Anestesi Undip
Rektor Undip Ajak Semua Pihak Evaluasi Sistem Pendidikan Kesehatan
Tidak Hanya Senioritas, Sistem Juga Bisa Mem-bully Peserta PPDS
Perundung akan Dilarang oleh Kemenkes Bekerja di RS Vertikal
Perundungan PPDS
Produsen Makanan Hewan Jerman Perkuat Kerja Sama Distribusi
Distribusi Elpiji Subsidi di Tangerang Selatan Dipastikan Aman
Kementan Upayakan Pangkas Distribusi Pangan demi Jaga Harga
Perkuat Distribusi Energi Dukung Perhelatan HUT Kemerdekaan di IKN
Evermos dan BNI Jalin Kerja Sama Perluas Akses Keuangan dan Peluang Usaha Digital di Kota Tier Bawah
Program Makanan Bergizi Perlu Pengawasan Ketat dari Anggaran hingga Gizi
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Krisis Mental Remaja: Tantangan Terlupakan
Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap