visitaaponce.com

Kelebihan Beban Kerja bagi Dokter Daerah Bisa Berdampak Buruk bagi Pasien

Kelebihan Beban Kerja bagi Dokter Daerah Bisa Berdampak Buruk bagi Pasien
Dokter ahli memeriksa gigi dan mulut pasien di pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Ulee Kareng, Banda Aceh, Aceh, Kamis (2/2/2023).(ANTARA/IRWANSYAH PUTRA )

MENINGGALNYA dokter spesialis ortopedi, Helmyadi, di Sulawesi Barat setelah melakukan 10 operasi dalam satu hari merupakan pengingat bahwa ketersediaan dokter di daerah perlu mendapatkan perhatian serius. Dikatakan Pengurus Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar yang juga sesama sejawat dokter, melakukan tindakan operasi sebanyak 10 kali dalam satu hari ditambah dengan melayani pasien rawat jalan, bukanlah hal yang mudah.

“Ini bukan hanya berbahaya bagi dokter tapi juga bagi pelayanan kesehatan masyarakat. Bisa saja terjadi pelayanan kesehatan tidak memuaskan, bisa saja timbul kelalaian, kesalahan yang ujungnya akan mengundang isu malpraktik, ini harus dikoreksi,” kata Iqbal saat dihubungi, Minggu (14/7).

Menurut dia, salah satu penyebab dari tingginya beban kerja dokter di daerah ialah distribusi dokter yang tidak merata. Sehingga dokter-dokter di daerah harus berjibaku berhadapan dengan banyak kasus.

Baca juga : Berbiaya Besar, Kesejahteraan Dokter Asing yang Praktik di Indonesia akan Sulit Dipenuhi

Hal lainnya yang menjadi sorotan Iqbal ialah, dokter Helmyadi meninggal akibat serangan jantung. Namun, di wilayah tempatnya bekerja tidak tersedia trombolotik yang merupakan cairan pertolongan pertama saat terjadi serangan jantung. Hal ini kemudian menjadi pertanyaan bagi Kementerian Kesehatan terkait dengan pengadaan obat-obatan yang krusial bagi pasien.

“Kemenkes sibuk mendatangkan alat-alat jantung, catlab dan sebagainya. Padahal yang sifatnya basic tidak dilakukan. Kemenkes sibuk membuat peralatan terkait dengan kateterisasi jantung,” ucap Iqbal.

Padahal, kata dia, di Indonesia sendiri saat ini pasien jantung yang membutuhkan kateterisasi palling banyak 5% sampai 10%. Sementara itu, lebih banyak pasien jantung yang membutuhkan pelayanan basic, salah satunya pemberian trombolitik.

“Sangat disayangkan di Sulawesi Barat tidak tersedia. Bagaimana dengan daerah-daerah terpencil seperti Maluku Utara, Papua dan daerah tertinggal lainnya? Karenanya Kemenkes tidak perlu membuat program yang melangit sementara program yang membumi tidak dilakukan,” pungkas Iqbal.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat