visitaaponce.com

Masyarakat Muslim Belum Miliki Wawasan Mumpuni Soal Kerusakan Lingkungan

Masyarakat Muslim Belum Miliki Wawasan Mumpuni Soal Kerusakan Lingkungan
Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta Didin Syafruddin(Tangkapan laya Youtube PPIM UIN)

PUSAT Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) merilis hasil survei nasional REACT (Religious Environmentalism Actions) tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku Muslim Indonesia terhadap lingkungan dan perubahan iklim. Survei ini mewawancarai 3.397 responden berusia 15 tahun ke atas dari seluruh provinsi di Indonesia.

Salah satu temuan menarik dari survei ini adalah dualitas peran agama dalam membentuk pandangan, sikap, dan perilaku masyarakat terhadap lingkungan.

Di satu sisi, nilai-nilai ajaran agama yang konservatif berperan dalam membentuk pandangan bahwa manusia adalah penguasa yang bisa melakukan apa saja terhadap alam demi kepentingan mereka. Dalam survei tersebut, diketahui bahwa sebanyak 50,4% muslim di Indonesia mengkhawatirkan isu kerusakan lingkungan.

Baca juga : SIG Dorong Penyediaan Perumahan dengan Hadirkan Produk Inovatif

Selain itu, sebanyak 46,07% muslim melihat manusia adalah penyebab kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Sisanya merasa ini adalah penyebab alami (37,72%) atau disebabkan oleh manusia dan penyebab alami (16,21%).

"Nilai ajaran agama yang konservatif juga berperan dalam membentuk perilaku individu yang cenderung kurang ramah terhadap lingkungan, baik dalam gaya hidup individu maupun aktivisme lingkungan di ruang publik," ujar Koordinator Survei Nasional REACT – PPIM UIN Jakarta Iim Halimatusa’diyah, Rabu (24/7).

Survei ini juga mengungkapkan dilema pandangan masyarakat Muslim di Indonesia dalam mengedepankan persoalan lingkungan atau kepentingan ekonomi. Meskipun banyak Muslim yang tahu dan yakin akan terjadinya perubahan iklim, serta dampak negatif dari aktivitas ekonomi seperti pertambangan, sebagian besar orang Islam ternyata, misalnya, masih melihat usaha tambang sebagai peluang ekonomi yang penting.Sebanyak 63.83% masyarakat muslim di Indonesia setuju jika pesantren/ormas memiliki usaha pertambangan atau perkebunan sawit untuk meningkatkan kondisi ekonomi.

Baca juga : Semen Merah Putih Raih Penghargaan Internasional WCA Climate Action

“Temuan ini menunjukkan sikap umat yang mendua. Di satu sisi, banyak yang setuju kalau kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh aktivitas ekonomi seperti tambang, tetapi di sisi lain masyarakat Muslim di Indonesia cenderung setuju pesantren atau ormas memiliki bisnis tambang untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi,” jelas Iim

Namun, Iim merespon temuan di atas melalui dua pertanyaan penting untuk didiskusikan. Pertama, adakah tambang yang ramah lingkungan? Lalu kedua, apakah pesantren atau ormas bisa mengelola tambang yang ramah lingkungan sekaligus mensejahterakan umat?

Lebih lanjut, Iim menyatakan bahwa temuan survei ini juga menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat Muslim terkait gerakan dan isu lingkungan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, atau biasa disebut Green Islam, masih sangat minim.

Baca juga : Mengintip Karya Busana Rework dan Upcycling Ramah Lingkungan dalam Gelaran Cerita Waktu “Fabwreck”

Meskipun telah banyak inisiatif gerakan Green Islam, masyarakat Muslim di Indonesia secara umum masih banyak yang tidak tahu, tidak setuju dan tidak mempraktikkan nilai-nilai yang mencerminkan semangat Green Islam.

"Hal ini, misalnya, terlihat dari tingginya persentase individu yang tidak mengetahui istilah-istilah kunci seperti eco-pesantren, fiqih penanggulangan sampah, atau fatwa MUI terkait isu lingkungan," ungkapnya.

Berdasarkan survri itu, diketahui bahwa Green Islam dan perilaku ramah lingkungan juga masih terkonsentrasi di kelompok elite, terutama mereka yang berpendidikan dan berpenghasilan yang lebih tinggi.

Baca juga : Pembukaan GIIAS 2024, Wapres Minta Pelaku Industri Otomotif Nasional Adopsi Teknologi Ramah Lingkungan

"Selain itu, perilaku ramah lingkungan yang banyak dipraktikkan masyarakat Muslim adalah perilaku yang memberikan insentif ekonomi bagi individu, seperti menghemat air dan listrik," imbuh dia.

Menurut Direktur Eksekutif PPIM UIN Jakarta Didin Syafruddin survei ini merupakan bagian dari kolaborasi PPIM dengan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Jakarta melalui Program REACT. Program ini bertujuan untuk memberdayakan pemimpin agama, aktivis lingkungan berbasis keagamaan, serta memberikan wadah bagi para pemangku kebijakan untuk saling berbagi pengalaman dan pembelajaran menjaga bumi dari ancaman kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

“Kami berharap program ini dapat menjadi langkah nyata menuju Indonesia hijau dan berkelanjutan. Kami juga berharap upaya ini dapat menginspirasi munculnya aksi kolaboratif serupa di bidang lainnya,” tukas Didin Syafruddin.

Lebih lanjut Manajer Program REACT Saiful Umam menegaskan, survei ini adalah bagian dari upaya PPIM UIN Jakarta untuk mengkaji dan mengatasi tantangan lingkungan.

“Survei ini diharapkan dapat melahirkan pendekatan praktis dan aplikatif untuk mendukung gerakan kepedulian lingkungan yang inklusif dan berkelanjutan, dengan melihat realita dalam masyarakat Muslim terkini,” kata Saiful.

Dari hasil survei tersebut, PPIM menawarkan beberapa rekomendasi bagi pihak-pihak terkait. Pertama, pentingnya peran tokoh dan organisasi keagamaan dalam merespons isu lingkungan dengan tidak mengesampingkan pelestarian lingkungan demi kepentingan ekonomi.

Kedua, karena perilaku ramah lingkungan masih terkonsentrasi di kalangan kelas sosial ekonomi menengah ke atas, dan perilaku ramah lingkungan yang banyak dipraktikkan Muslim adalah perilaku yang memiliki implikasi ekonomi, maka penting untuk menginisiasi kebijakan perilaku ramah lingkungan yang mudah dipahami oleh publik sekaligus dapat memberikan insentif ekonomi. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat