Nasib Sandwich Generation, Jadi Joki Skripsi untuk Bantu Bayar Utang Keluarga
VINA, nama yang disamarkan, seorang joki skripsi yang memulai praktiknya pada 2020 bercerita bahwa dirinya terpaksa mengambil pekerjaan itu karena untuk membantu perekonomian keluarganya yang tengah terlilit utang.
“Awal mula saya menjadi Joki pada tahun 2020 karena harus membantu membayar utang keluarga yang nilainya hampir Rp80 juta. Saat itu saya baru lulus kuliah lalu bekerja sebagai karyawan tetap di salah satu perusahaan namun gaji saya tidak cukup untuk mencicil utang tersebut yang sudah hampir jatuh tempo, terlebih saya punya dua adik yang masih bersekolah dan kuliah. Akhirnya saya mencari kerja sampingan yaitu menjadi joki skripsi,” ungkapnya ketika diwawancarai oleh Media Indonesia, Rabu (31/7).
Vina merasa bahwa dirinya memang berasal dari keluarga yang secara ekonomi kurang baik, sehingga harus ada beberapa utang yang menjadi tanggung jawab bersama, terlebih lagi ketika pandemi covid-19 terjadi yang membuat usaha keluarga rugi dan kondisi keuangan semakin sulit. “Sebagai anak saya hanya ingin bantu menutup utang tersebut supaya keluarga bisa hidup lebih tenang,” ujar Vina.
Baca juga : Kampus Ramah Disabilitas: Belajar dari Edinburgh Skotlandia
Pada awalnya, dia hanya ingin mencari pekerjaan sampingan sebagai pekerja lepas penulis atau data entry. Namun ternyata upahnya sangat kecil.
Kemudian, dia menemukan testimoni orang lain di salah satu platform media sosial bahwa menjadi joki skripsi bayarannya cukup besar, akhirnya dia pun mencoba mencari lowongan pekerjaan untuk menjadi joki skripsi.
Singkat cerita dia diterima di sebuah platfrom penyedia joki bernama Tugas Super Kilat. Ketika melamar jadi Joki itu, dia diminta mengirimkan CV, ijazah dan transkrip nilai.
Baca juga : Unkris Gelar Uji Publik Calon Satgas Penanganan Kekerasan Seksual
Setelah bekerja di sana, dia mengatakan setiap harinya akan ada lebih dari 20 tawaran joki, baik itu dalam bentuk tugas, ujian, dan tugas akhir seperti tugas akhir, skripsi, dan bahkan tesis.
“Untuk skripsi ada yang meminta pelayanan dengan mengerjakan skripsi secara full, ada yang hanya bab I dan II, atau ada yang hanya meminta mengerjakan olah datanya saja. Karena saya berasal dari jurusan ilmu sosial dan politik, saya hanya bisa mengerjakan skripsi-skripsi yang berkaitan dengan topik ilmu soshum, sementara untuk skripsi topik ilmu eksak saya jarang menerima,” urainya.
Vina mengatakan dia menjadi joki skripsi hanya 7 bulan saja. Untuk skripsi sendiri, ada sekitar 9 skripsi yang dia kerjakan secara full, dan ada belasan skripsi yang dia kerjakan per bab atau per dua bab.
Baca juga : Permendikbud 53/2023 Dikhawatirkan Jadi Ladang Cuan Bagi Kampus Nakal
Untuk tugas akhir, dalam satu hari dia dapau mengerjakan 5 sampai 10 tugas. Untuk ujian tengah semester dan ujian akhir juga menurutnya dia dapat mengerjakannya sampai 3 ujian karena saat itu terjadi covid, sehingga ada beberapa mahasiswa yang meminta joki ujian.
“Tergantung dengan ritme kerja saya di kantor juga, ketika di kantor lagi hectic saya hanya mengambil 1-2 tugas saja,” kata dia.
Serba instan
Vina menilai bahwa sebagian besar mahasiswa yang memakai jasa joki karena mereka mau yang serba instan dan langsung jadi, entah itu karena mereka tidak suka belajar atau tidak paham caranya melakukan penelitian, tidak suka dan tidak mengerti dengan jurusan yang mereka pilih alis salah masuk jurusan, atau malas berproses dan ada juga mahasiswa kelas karyawan yang tidak ada waktu mengerjakan skripsi karena mereka bekerja.
Baca juga : Untuk Pertahankan Eksistensi, Penerbit Harus Lakukan Kreativitas
“Tapi kalau melihat pola para pengguna joki, ada aja mahasiswa yang jokiin tugas berkali-kali,” ujarnya.
Vina menekankan bahwa kisaran harga untuk pengerjaan skripsi per bab biasanya mencapai Rp1 juta sampai Rp2 juta. Namun semua itu juga bergantung dengan tingkat kesulitannya. Biasanya, menurut dia untuk ilmu soshum akan lebih murah dibandingkan dengan ilmu eksak yang menggunakan uji lab dan sebagainya.
“Untuk full skripsi bisa di atas Rp10 juta terlebih jika skripsi itu memiliki kerangka penulisan sampai 6 bab,” ucap Vina.
Vina mengatakan jika setiap hari dirinya menerima pelayanan, tertinggi dia dapat meraup penghasilan bersih sampai Rp15 juta. Jika dirata-ratakan setiap bulan, dapat mencapai sekitar Rp10 juta.
“Tapi saya hanya menjalankan perjokian ini selama 7 bulan karena Alhamdulillah utang keluarga sudah hampir lunas dengan gotong royong saya dan kakak saya,” jelasnya.
Sebagai orang yang sedang dilanda masalah keuangan keluarga dan tidak ada pilihan lain yang secepat dan sebesar jadi joki, Vina saat itu tidak berpikir akan terkena pidana saat menjadi joki skripsi. Namun demikian, dia merasa bahwa hal yang dia lakukan itu telah menbuat hatinya resah karena dia tahu itu adalah perbuatan dosa, dan bagaimana pun itu bentuk penipuan akademik yang bisa saja berdampak pada rusaknya sistem di masa depan.
“Justru yang saya pikirkan adalah penjual jasa joki itu rata-rata adalah orang yang bisa dibilang punya ilmu yang cakap dan pintar, bahkan setahu saya di Tugas Super Kilat itu, para penjokinya berasal dari universitas negeri top, dan IPK mereka harus cumlaude, saya sendiri bisa lolos karena punya IPK 3,92 dan lulus 3,2 tahun. Katanya itu beberapa ukuran yang menjadi dasar merekrut SDM joki. Saya juga berpikir dengan banyaknya para penyedia joki dan adanya waktu mereka untuk melakukan itu, artinya negara belum berhasil membuat orang-orang pintar ini sejahtera di level grass-root,” urai Vina.
Dia juga memahami bahwa perjokian adalah praktik ilegal bahkan dia setuju jika dikenakan klausul pidana, baik penyedia ataupun penerima jasa. Pasalnya, dampak joki bukan hanya mendegradasi nalar atau kritisme SDM, tapi jauh lebih fatal akan merusak skill lalu berdampak pada rusaknya sistem kehidupan.
“Misalnya, jurusan ilmu eksak seperti kedokteran, teknik, farmasi, kesehatan masy, gizi & ilmu lainnya terutama yang berhubungan dgn nyawa manusia, mereka akan bekerja pada tumpuan keilmuan dan skill, tapi ketika mereka memakai joki lalu menjadi tuna ilmu, tatanan kehidupan akan rusak,” tuturnya.
“Begitu pun mahasiswa jurusan sospolhumbud, menurut saya kunci kekuatannya ada pada skill berteori, bernalar dan berdaya kritis, semuanya bisa diasah lewat tugas ilmiah, diskusi dan tugas akhir. Saat itu tergerus karena joki, mereka tak lebih dari anak SMA dan pasti bermental korup jika duduk di jabatan publik,” tegas Vina.
Kendati demikian, Vina merasa kampus khususnya dosen juga harus ikut bertanggung jawab karena mereka gagal membangun mental akademik mahasiswa. Dalam hal ini proses bimbingan skripsi seringkali dilakukan dengan asal dan tentu, penyedia joki yang punya kapasitas ilmu, kerap kali terpaksa karena tidak sejahtera dan terjebak masalah ekonomi.
Dosen pembimbing
Secara terpisah, Veris, mahasiswa akhir yang berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta mengatakan bahwa menggunakan joki skripsi menjadi sebuah bentuk tidak bertanggung jawabnya mahasiswa atas ilmu akademik yang dia emban selama ini. Namun, dia mengaku memahami alasan dari para mahasiswa yang memilih untuk menggunakan jasa joki skripsi ini.
“Orang yang mau joki skripsi itu pasti mikirnya bahwa skripsi harus punya skill penulisan yang baik. Nah dia pasti enggak merasa bisa untuk menulis dengan baik. Dia pengen cepet lulus atau kadang punya dosen pembimbing yang enggak enak,” kata Veris.
Menurutnya, terkadang para dosen pembimbing yang semena-mena kepada mahasiswa, terlebih saat minta waktu bimbingan juga menjadi dasar bagi para mahasiswa untuk lebih memilih menggunakan joki skripsi.
“Dosen itu kalau bimbingan susah banget ketemunya. Sekalinya ketemu revisinya banyak. Belum lagi banyak yang merasa sulit buat merangkai kata. Harusnya kan dosen juga memberikan pelayanan yang baik ke mahasiswa supaya enggak terjadi joki skripsi,” tandasnya. (H-2)
Terkini Lainnya
Serba instan
Dosen pembimbing
Mahasiswa KKN Ajarkan Sport Massage pada Masyarakat
Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Wakili Aceh di Kompetisi Robot Terbang Nasional Di Yogyakarta
Masuki Perkuliahan, Mahasiswa Perlu Dibekali Pencegahan Kekerasan Seksual dan Narkoba
Teten: Indonesia Butuh Entrepreneur by Design dari Perguruan Tinggi
Mahasiswa Penting untuk Menyadari Pentingnya Kesehatan Mental
UNJ Buka Lowongan Dosen dan Tenaga Pendidik
Menpan-RB Janji Sederhanakan Birokrasi Permudah Dosen Raih Profesor
UNDIRA Gelar Diseminasi Program Pengabdian Masyarakat bagi Para Dosen
Tim Dosen Unima Kembangkan Aplikasi Diary Online Cegah Bullying
Pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin 'Kaktus' Tingkatkan Suplai Energi Terbarukan
Universitas Terbuka Kukuhkan 4 Dosen Menjadi Profesor dari FHISIP dan FKIP
Upaya Mendekonstruksi Citra Perpustakaan
Pilkada dan Tanggung Jawab Moral Profesor
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap