visitaaponce.com

Rentan Terdampak Perubahan Iklim, Transisi Energi di Indonesia Tak Bisa Ditunda

Rentan Terdampak Perubahan Iklim, Transisi Energi di Indonesia Tak Bisa Ditunda
Konferensi Indonesia’s Climate Change Mitigation Efforts in the Energy Sector.(Dok. ESDM)

SEBAGAI negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, Indonesia membutuhkan transisi energi menuju sumber yang lebih bersih dan berkelanjutan. Selama ini, sektor energi yang didominasi oleh penggunaan bahan bakar fosil menjadi fokus utama dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengatakan untuk bisa mencapai target transisi energi berkelanjutan, saat ini Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32% hingga 43% pada tahun 2030.

Namun kita juga membutuhkan investasi sebesar USD55 miliar guna mencapai mencapai emisi nol karbon pada tahun 2030,” jelasnya saat berbicara di konferensi Indonesia’s Climate Change Mitigation Efforts in the Energy Sector, Kamis, (8/8).

Baca juga : ASEAN Energy Business Forum 2023 Resmi Dibuka, Kolaborasi Dorong Kemajuan Energi

Dalam rangkaian acara menuju Asia Pacific Broadcasting Union (ABU) Summit 2024 itu, Eniya mengatakan guna mempercepat pengembangan infrastruktur ketenagalistrikan, tetapi masih tetap memprioritaskan pemanfaatan produk dalam negeri, Kementerian ESDM juga mengeluarkan Peraturan No 11/2024 tentang pemanfaatan produk dalam negeri dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang telah diluncurkan pada Agustus ini. Peraturan ini diharapkan bisa mengatasi isu konten lokal, khususnya dalam proyek energi terbarukan, seperti panel surya.

Capaian Proyek Energi Bersih

Eniya menjelaskan, Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam penurunan emisi. Hingga tahun 2023, Indonesia berhasil mencapai pengurangan emisi sebesar 123,2 juta ton, melalui berbagai strategi antara lain kebijakan efisiensi energi, energi terbarukan, bahan bakar rendah karbon, teknologi pembangkit bersih dan kegiatan lainnya.

Pencapaian ini diharapkan meningkat, terutama dengan implementasi PP No.33/2023 tentang Konservasi Energi, yang menyerukan kepada penyedia jasa energi, industri, transportasi dan gedung/bangunan untuk melakukan manajemen energi, terutama jika pengguna energi mempunyai konsumsi energi melebihi ambang batas tertentu.

Baca juga : AEBF 2023 Jadi Platform Solusi Energi Berkelanjutan dan Kolaborasi Regional

Melalui kebijakan ini diperkirakan akan terjadi penghematan energi sebesar Rp9,4 triliun dan 3,56 juta TOE dari penyedia jasa energi, Rp20,8 triliun dan 5,28 juta TOE dari industri, Rp4,2 triliun dan 0,4 Juta TOE dari sektor transportasi, dan Rp0,9 triliun dan 66 juta TOE dari gedung dan bangunan.

Salah satu capaian lainnya yang menurutnya sangat signifikan adalah tentang Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) & Label Tanda Hemat Energi (LTHE). Hingga saat ini, Pemerintah telah mengeluarkan SKEM dan LTHE untuk 7 peralatan, antara lain Air Conditioner (AC), kulkas, penanak nasi, kipas angin, lampu LED, Refrigerated Display Case (Showcase), dan Televisi.

Dalam bahan presentasi yang ditayangkan Eniya dalam pembukaan konferensi menjelaskan, SKEM dari AC, penanak nasi, kulkas, lampu LED, dan kipas angin yang merupakan peralatan yang selalu kita gunakan sehari-hari tersebut, diperkirakan mampu mengurangi beban listrik pada saat beban puncak (jam sibuk) sebesar 599 MW dan menghemat energi sebesar 3,0 TWh pada tahun 2025 dan mengurangi beban listrik sebesar 787 MW dan menghemat energi sebesar 3,8 TWh pada tahun 2030.

(Z-9)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat