visitaaponce.com

Waktu Kerja Fleksibel Terbukti Bisa Sukseskan ASI Eksklusif pada Pekerja

Waktu Kerja Fleksibel Terbukti Bisa Sukseskan ASI Eksklusif pada Pekerja
Ilustrasi(Freepik)

MOMENTUM peringatan Pekan Menyusui Sedunia 2024 telah usai. Sesuai tema tahun ini, Closing The Gap atau Menutup Kesenjangan untuk Kesuksesan Menyusui, peringatan tahun ini lebih bermakna karena bersamaan dengan disahkannya Undang Undang Kesejahteraan Ibu Anak (UU KIA) yang telah mengatur bahwa pekerja perempuan berhak mendapatkan cuti melahirkan dan menyusui selama 6 bulan.

Sambil menunggu dikeluarkannya petunjuk teknis undang-undang tersebut, peneliti kedokteran komunitas dan pakar kedokteran kerja FKUI Ray Wagiu Basrowi dan pakar Kesehatan Anak I Gusti Ayu Nyoman Partiwi menegaskan pentingnya dukungan pemilik tempat kerja adalah kunci dalam proses transisi implementasi UU KIA ini di tempat kerja.

Menurut Ray, “Yang terpenting saat ini adalah penerapan Model Promosi Laktasi yang berbasis Waktu Kerja Fleksibel, dukungan konselor laktasi, dan fasilitas pendukung. Karena, penelitian kami membuktikan elemen pendukung ini berdampak 2 hingga 3 kali lipat meningkatkan kesuksesan menyusui dan produktivitas ibu pekerja." 

Baca juga : Fakta ASI Eksklusif, Satu-Satunya Sumber Nutrisi Selama 6 Bulan Pertama Kehidupan

"Bahkan penilaian dan observasi kilnis dari menegaskan dukungan keluarga dalam bentuk berbagi peran terbukti dapat meningkatkan kesuksesan menyusui dan kualitas pengasuhan,” lanjut pria yang juga merupakan Pendiri Health Collaborative Center (HCC) ini.

Senada dengan itu, Partiwi menegaskan, secara klinis, keberhasilan ibu menyusui tidak hanya tergantung kondisi ibu saja, tetapi perlu dukungan suami, keluarga, dan bila ibu pekerja, sangat perlu dukungan di tempat kerja. 

"Nah, aturan cuti 6 bulan sebenarnya adalah ukuran ideal, tetapi bila kondisi pekerjaan dan tuntutan ekonomi mengharuskan ibu untuk tetap bekerja pada saat periode menyusui, maka ibu harus didukung untuk bekerja dengan waktu fleksibel, agar tetap dapat menyusui, atau memerah ASI dengan berkualitas,” ungkap dokter yang akrab disapa Tiwi itu.

Baca juga : Seberapa Petingnya Sih ASI untuk Bayi? Simak Artikel Berikut Ini!

Terkait perlindungan terhadap hak bekerja dan menyusui untuk ibu pekerja, Ray menegaskan ibu tetap harus dilindungi dan dihormati haknya dalam memilih opsi pekerjaan. 

“Artinya, secara ideal, cuti 6 bulan adalah kondisi yang paling baik dan terbukti dapat menyukseskan perilaku laktasi ibu, namun tuntutan ekonomi juga harus diperhatikan. Apalagi ibu yang bekerja sekarang juga menjadi bagian dari ketahanan ekonomi keluarga, jadi bila ibu ingin segera kembali bekerja karena tetap mau mendapatkan gaji penuh setelah 3 bulan cuti melahirkan, maka ini harus didukung dengan kebijakan perusahaan seperti menyiapkan fasilitas menyusui, dukungan konselor atau motivator laktasi, dan terpenting adalah berikan kebebasan untuk menyusui atau memerah ASI diantara jam kerja, tanpa takut dikenakan sanksi,” papar dokter yang juga merupakan pengajar kedokteran kerja FKUI ini.

Begitupun dengan Tiwi yang menegaskan, “Dukungan ditempat kerja harus proporsional, karena ibu pekerja benar-benar harus diberi kebebasan memompa ASI karena secara klinis ASI harus secara rutin di perah atau dikosongkan paling tidak 2 jam sekali, jadi jangan menunggu waktu makan siang saja.” 

Saat ini sangat penting bagi sejumlah pakar sepakat bahwa implementasi cuti 6 bulan ini tetap harus bisa memberi banyak celah untuk penerapan di Tempat Kerja di Indonesia, terutama pada pekerja pabrik. 

UU KIA adalah tonggak penting dalam perlindungan kesehatan dan kesejahteraan ibu pekerja sehingga harus didukung oleh semua pihak. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat