Peneliti Perguruan Tinggi Perlu Pendampingan Khusus Agar Hasil Penelitiannya Masuk ke Ranah Industri
PARA PENELITI dan akademisi di berbagai perguruan tinggi, di Indonesia setiap tahunnya mampu menghasilkan berbagai hasil penelitian, namun sayangnya untuk menjadi produk yang dapat dipasarkan mengalami kesulitan.
"Sayangnya, untuk menjadi sebuah produk yang dapat dipasarkan, membutuhkan pendampingan khusus dalam melihat kemampuan produksi dan potensi pasar," kata Dekan Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada, Prof. Kuwat Triyana, Jumat (18/10).
Untuk mempertemukan antara peneliti dan akademisi dengan kalangan industri ini, ujarnya desiminasi hasil riset ke rahan industri menjadi agenda yang penting yang haus dilakukan oleh perguruan tinggi.
Mendukung diseminasi tersebut, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM meluncurkan program akselerator untuk hilirisasi inovasi akademik berkolaborasi dengan Volantis Technology dalam mendampingi para akademisi melakukan hilirisasi.
Kuwat Triyana, kerja sama ini sengaja dibuat agar hambatan implementasi penelitian dapat teratasi. “Kita ketahui bahwa banyak produk inovasi di fakultas yang dananya sampai milyaran tapi ternyata tidak ada jalur mengirimkan produk inovasi ke masyarakat. Ini salah satu upaya kita membangun ekosistem dalam hiliran produk inovasi,” terangnya kepada wartawan di sela kegiatan Jogja Innovator Summit di kampus FMIPA UGM, Jumat (18/10).
Ia menyebutkan UGM sendiri saat ini memiliki 35 spin-off company dan 30 teknologi yang siap dikembangkan. Kolaborasi dengan industri diharapkan mampu membawa inovasi tersebut dalam inkubasi sehingga menghasilkan output ekonomi baru. “Sinergi volantis dan universitas menjadi entitas yang besar. Hidup matinya universitas ini sangat dipengaruhi oleh industrialisasi melalui jalur startup maupun kerja sama dengan industri,” tambah Kuwat.
Kuwat mengaku bersyukur adanya dukungan dari pihak universitas dalam mendorong hilirisasi program riset akademik di FMIPA melalui keberadaan Science Technopark UGM sebagai wadah pengembangan riset dan pegembangan. Program ini secara khusus dibentuk untuk mempertemukan inovator dan pihak industri yang membutuhkan solusi berbasis teknologi.
Prof. Sang Kompiang Wirawan, selaku Sekretaris Direktorat Pengembangan Usaha UGM menuturkan program akselerator FMIPA UGM potensial memfokuskan riset-riset pada kebutuhan industri. “Inovasi yang dimulai dari universitas harus memiliki arah yang jelas menuju penerapan di industri. Meskipun kita sudah mencapai 30 spin-off company, masih banyak yang bisa kita tingkatkan,” paparnya.
Kompiang mengakui ada berbagai tantangan mengapa hasil riset sulit masuk pasar, salah satunya adalah kurangnya penelitian yang berbasis kebutuhan industri. Banyak riset selama ini dilakukan hanya untuk pengembangan akademik saja, sehingga tidak ada produk yang bisa dipasarkan. “Kalaupun ada, penelitian biasanya meneliti produk dalam jumlah mikro, dan akan menghadapi masalah lain jika diproduksi massal. Maka dari itu, penting bagi akademisi untuk menyesuaikan fokus riset dengan kebutuhan industri dan masyarakat,” katanya.
Tantangan selanjutnya menurut Kompiang adalah kurangnya kedekatan perguruan tinggi dengan industri. Sebab, membangun kepercayaan industri terhadap produk riset tidaklah mudah.
“Ada peluang yang tinggi, namun resikonya tinggi juga. Sulit membangun kepercayaan industri dalam satu atau dua pertemuan saja. Pendekatan untuk meyakinkan bahwa produk riset ini punya pasar itu sulit, karena berbeda lagi cara berpikirnya,” imbuhnya.
Bachtiar Rifai selaku Founder Volantis turut mengutarakan hal yang sama. Latar belakang Volantis sebagai perusahaan akselerator dan pendampingan teknologi ini adalah untuk mengatasi gap antara akademik dan industri. Ia menyebut Yogyakarta sebagai pusat akademik terbesar di Indonesia, tapi belum ada industri kuat yang berbasis di Yogyakarta.
“Ibaratnya seperti ada tambang emas tapi belum digali. Jadi kami hadir sebagai startup untuk menjadi penghubung antara akademik dan industri,” ucap Rifai.
Melalui program akselerator FMIPA UGM bersama Volantis, kata Rifai, rencananya akan dilaksanakan dalam beberapa tahap kerja sama yang diawali dengan innovation activation dimana setiap departemen mengajukan ide bisnis atau inovasi yang siap diinkubasi. Selanjutnya, start-up terpilih akan dipertemukan dengan industri yang relevan.
“Target kami dalam satu tahun itu ada 10 startup yang akan lahir. Pada tahap ketiga atau tahap terakhir, kita akan mengadakan demo day dan mengundang investor nasional dan luar negeri,” lanjut Rifai. (H-2)
Terkini Lainnya
Merangkul Generasi Muda Jadi Cara untuk Kembangkan Ilmuwan Masa Depan
Sarapan Tinggi Lemak Lebih Baik untuk Perempuan, Ini Alasannya
Setelah 50 Tahun Menjadi Misteri, Ilmuwan Akhirnya Ungkap Inti Bulan yang Solid
Ilmuan Ini Akhirnya Ungkap Inti Bulan, Mirip seperti Bumi
Ilmuwan Ungkap Jumlah Air Tawar di Bumi Menurun Secara Drastis dalam Satu Dekade Terakhir
Penelitian Tulang Klavikula dari Kapal Perang Mary Rose Ungkap Hubungan Antara Usia dan Tangan Dominan
Bisnis Perumahan Berbasis Wirausaha Didorong lewat Kampus
Dorong Peningkatan Populasi Ternak, UGM Inovasi Produksi Embrio dari Rumah Potong Hewan
Susu Lokal Perlu Perlindungan
Berkolaborasi Wujudkan Transformasi Digital Kampus melalui Edu Asset Management
Anies Sekamar Bersama Prabowo
DPR Usul Diksi 'Perampasan' Aset Diubah, Pengamat: Silakan Asal Segera Disahkan
Pendidikan Bermutu dan Kesejahteraan Guru
Belajar Kolaboratif
Membangun Kapasitas Biologi Komputasi untuk Kemandirian Bangsa
Indonesia Kekurangan Dokter: Fakta atau Mitos?
Serentak Pilkada, Serentak Sukacita
Menuju Pendidikan Tinggi Transformatif
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap