visitaaponce.com

AMAN Petakan 265 Ribu Hektare Wilayah Adat di Kalsel

AMAN Petakan 265 Ribu Hektare Wilayah Adat di Kalsel
Seminar nasional masyarakat adat di Banjarmasin(MI/Denny Susanto)

ALIANSI Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Selatan telah berhasil memetakan luas wilayah adat  seluas 265 ribu hektare lebih yang tersebar di delapan kabupaten di Provinsi Kalsel. Peta wilayah adat ini diharapkan dapat menjadi acuan pemerintah guna percepatan pengakuan masyarakat adat di Kalsel.

Hal ini diungkapkan Ketua AMAN Kalsel, Rubi di sela-sela kegiatan Seminar Nasional bertema Dinamika dan Tantangan Masyarakat Adat di Kalimantan Selatan, Sabtu (2/11) di Banjarmasin. "AMAN bersama Walhi telah berhasil memetakan luas wilayah adat yang tersebar di delapan kabupaten dengan luas lebih dari 265 ribu hektare. Ini nantinya kita harapkan dapat menjadi acuan pemerintah terkait pengakuan wilayah adat di Kalsel," ungkapnya.

265 ribu hektare wilayah adat ini termuat dalam 53 peta wilayah yang di dalamnya ada 270 komunitas adat. Sementara luas hutan adat di Kalsel mencapai 66.347 hektare. "Kita terus mendorong agar pemerintah mengakui adanya masyarakat adat di Kalsel, termasuk hak-hak masyarakat adat yang harus dilindungi," ujar Rubi. 

Seminar terkait masyarakat adat ini diselenggarakan AMAN Kalsel berkerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin. Terkait seminar ini, Rubi mengatakan pentingnya pemahaman dan peran masyarakat adat di daerah dalam memperkuat hubungan dengan pemerintah,  mencari solusi atas masalah dihadapi masyarakat adat selama ini.

"Kita menginginkan adanya  kebijakan inklusif yang berpihak pada masyarakat adat, kelestarian alam terutama pegunungan meratus. Lewat seminar ini kita menyediakan platform bagi akademisi dan aktivis untuk melakukan penelitian, serta memberi motivasi bagi generasi muda untuk lebih peduli pada lingkungan dan hak-hak masyarakat adat," kata Rubi.

Seminar ini diikuti ratusan peserta yang berasal dari mahasiswa ULM, organisasi lingkungan dan perwakilan masyarakat adat dari berbagai daerah. Prof Mirza Satria Buana, Ketua Pusat Studi HAM Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin yang menjadi salah satu pemateri dalam seminar tersebut memaparkan tentang "hak atas pembangunan bagi masyarakat adat" yang selama ini belum menjadi perhatian pemerintah.

Menurutnya persoalan yang dihadapi masyarakat adat ini terjadi di banyak negara. "Awal mula diskriminasi masyarakat adat ini sudah terjadi sejak jaman kolonialisme. Bahkan ada asumsi untuk pembangunan dan kepentingan yang lebih besar masyarakat adat harus dipinggirkan," ujar Mirza.

Lebih jauh dikatannya berdasarkan Kovenan Hak Sipil Politik, diatur tentang hak masyarakat adat dalam menentukan nasibnya sendiri dan berpartisipasi. Kemudian hak minoritas dimana setiap minoritas berhak menikmati budaya, menjalankan dan mempraktekkan agama dan bahasa lokal, tidak boleh ada didiskriminasi seperti ulayat. Termasuk hak mengelola SDA, memanfaatkan dan menikmati secara penuh SDA yang ada di wilayah adat. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat