visitaaponce.com

Bolehkah Umat Islam Menggunakan Aksesori Natal

Bolehkah Umat Islam Menggunakan Aksesori Natal?
Ilustrasi(Freepik)

PERAYAAN Natal adalah salah satu momen yang identik dengan simbol-simbol khas seperti pohon Natal, lonceng, hingga topi Santa Claus. Di Indonesia, keberagaman budaya dan agama membuat umat Islam kerap dihadapkan pada situasi ketika simbol-simbol ini hadir dalam kegiatan kerja, komunitas, atau acara sosial. 

Namun, hal ini menimbulkan dilema karena Islam memiliki batasan terkait keterlibatan dengan simbol-simbol atau praktik keagamaan lain yang bertentangan dengan ajarannya. Oleh karena itu, penting memahami konteks dan hukum penggunaan aksesori Natal bagi umat Islam sebelum menentukan sikap.

Pandangan Pemerintah

Mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan Kementerian Agama tidak akan mengeluarkan peraturan terkait penggunaan atribut tertentu dalam perayaan hari besar keagamaan. 

Dalam konferensi pers di Jakarta pada 9 Desember 2023, Lukman menekankan pentingnya kedewasaan dan kebijaksanaan masing-masing individu dalam menyikapi perbedaan.

"Bertoleransi bukan berarti meleburkan identitas masing-masing atau mencampurbaurkan simbol keagamaan yang berbeda. Toleransi adalah kemampuan untuk saling memahami, mengerti, dan menghormati perbedaan tanpa menuntut pihak lain menjadi sama seperti dirinya," jelasnya.

Lukman juga mengingatkan bahwa umat Islam tidak perlu menggunakan atribut keagamaan Kristen, seperti salib atau topi Santa Claus, demi menghormati Natal. Sebaliknya, umat non-Muslim juga tidak diwajibkan mengenakan atribut Islam saat Idul Fitri.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)

MUI, pada 14 Desember 2016, mengeluarkan fatwa yang menyatakan umat Islam tidak diperbolehkan menggunakan atribut keagamaan non-Muslim, termasuk atribut Natal. Fatwa ini mengacu pada larangan menyerupai (tasyabbuh) simbol-simbol keagamaan non-Muslim.

Namun, ada beberapa poin penting terkait fatwa ini:

  • Makna atribut keagamaan non-Muslim luas. Tidak semua simbol Natal memiliki makna religius murni. Misalnya, topi Santa Claus sering dianggap sebagai atribut komersial.
  • Konsep tasyabbuh tergantung niat. Jika atribut digunakan untuk tujuan mendukung syiar agama lain, hukumnya bisa haram. Namun, jika tanpa maksud demikian, hukumnya makruh.

MUI juga meminta pemerintah dan masyarakat mencegah pemaksaan penggunaan atribut keagamaan tertentu kepada umat Islam.

Pendapat Ulama

KH. Muiz Ali menjelaskan bahwa toleransi dalam Islam berarti saling menghormati perbedaan tanpa melanggar keyakinan masing-masing. Islam mengajarkan untuk menghormati orang lain, namun melarang keterlibatan dalam praktik yang menyerupai (tasyabbuh) non-Muslim jika dilakukan dengan tujuan mendukung syiar agama lain.

Para ulama juga merinci bahwa:

  • Jika seseorang mengenakan atribut karena condong kepada agama lain, hukumnya kufur.
  • Jika hanya menyerupai dalam syiar hari raya mereka, hukumnya dosa.
  • Jika tanpa niat menyerupai dan hanya kebetulan, hukumnya makruh.

“Adakalanya seseorang memakai busana mereka karena condong kepada agama mereka maka ia menjadi kafir. Jika hanya menyerupai dalam syiar hari raya, maka ia berdosa. Namun, jika tanpa tujuan menyerupai, hukumnya makruh.” (Bughyah al-Mustarsyidin, hal. 529).

Bagi umat Islam, menggunakan aksesori Natal, seperti topi Santa Claus, tetap memiliki batasan tergantung pada niat dan tujuan. 

Dalam  toleransi, Islam menekankan pentingnya menghormati perbedaan tanpa harus mencampuradukkan keagamaan. (berbagai sumber/Z-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat