visitaaponce.com

Berencana Deforestasi untuk Pangan dan Energi, Pemerintah Abai Upaya Perbaikan Iklim

Berencana Deforestasi untuk Pangan dan Energi, Pemerintah Abai Upaya Perbaikan Iklim
Ilustrasi(Antara)

Pemerintah berencana membuka hutan seluas 20 juta hektare untuk lahan pangan dan energi. Menanggapi hal itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai langkah tersebut sangat bertentangan dengan komitmen Indonesia di dunia internasional terhadap pengendalian perubahan iklim

“Ini kontradiktif dengan komitmen negara kita di dunia internasional terkait dengan iklim. Bahwa kita berkomitmen untuk melakukan aksi mitigasi perubahan iklim, bagaimana mungkin kemudian kita bisa menjalankan komitmen itu, sementara pembukaan lahan dalam skala yang besar itu tetap dilakukan oleh pemerintah,” kata Manajer Kampanye Pelaksana Hutan dan Pertanian Walhi Uli Artha Siagian saat dihubungi, Kamis (2/1). 

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah harus jujur menjawab untuk siapa nantinya hasil dari lahan pangan dan energi tersebut. Apakah untuk rakyat atau justru hanya memenuhi kebutuhan pasar dan bisnis. Pasalnya, 20 juta hektare lahan bukanlah luasan yang kecil. 

Berkaca dari proyek food estate yang dicanangkan pemerintah, ia menilai bahwa nantinya pengelolaan lahan dalam skala besar akan diberikan kepada korporasi. Hal tersebut juga akan memunculkan ketimpangan agraria yang lebih runcing lagi. 

“Kita tahu bahwa ketika pengelolaan energi dan pangan itu diserahkan kepada korporasi, maka dia tidak akan melihat atau dia pasti akan mengesampingkan pengelolaan yang baik, yang seimbang terhadap lingkungan, dan sesuai dengan konteks atau lokalitas wilayah tersebut. Karena orientasinya itu pasti pembesaran ekstraksi atau pembesaran hasil pangan, misalnya bagaimana orientasi utamanya itu pembesaran hasil pangannya, energi juga begitu,” beber Uli. 

Hingga kini, kata Uli, sudah sebanyak 60% wilayah daratan Indonesia dikuasai oleh korporasi melalui perizinan tambang, sawit, sektor perkebunan dan kehutanan. Dan hal itu bukan hanya menimbulkan konflik agraria, namun juga menimbulkan dampak lain seperti kriminalisasi, kekerasan dan kerusakan ingkungan. “Karena tidak menutup kemungkinan 20 juta hektare ini akan menyasar wilayah penting dan genting seperti ekosistem hutan, gambut, mangrove dan sebagainya,” imbuh Uli. 

Untuk itu, Walhi mendorong pemerintah untuk tidak melakukan deforestasi, mengedepankan aspek lingkungan dan masyarakat dalam mengambil sebuah kebijakan. “Dan lagi-lagi ketika itu memang diperuntukkan dan itu masih dilihat dalam konteks bisnis, maka tidak akan pernah ada keadilan di sana, baik keadilan untuk masyarakat maupun keadilan terhadap lingkungan,” pungkas Uli. (Z-11) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat