visitaaponce.com

Tokoh Oposisi Venezuela Pimpin Demonstrasi

Tokoh Oposisi Venezuela Pimpin Demonstrasi
Aksi unjuk rasa menolak hasil pemilihan presiden di Venezuela.(Aljazeera)

RIBUAN orang berkumpul di seluruh wilayah Venezuela pada Sabtu (3/8) dan memprotes hasil pemeliharan presiden yang dimenangkan Nicolas Maduro. Pemimpin oposisi Maria Corina Machado menggemparkan peserta aksi di Caracas.

Dia muncul secara mengejutkan di dalam truk yang membawa spanduk bertuliskan "Venezuela menang!". Machado mendukung pencalonan Edmundo Gonzalez Urrutia setelah dirinya dilarang mencalonkan diri.  “Kami belum pernah sekuat saat ini,” kata Machado kepada massa, dilansir dari Lemonde, Minggu (4/8).

Sementara Maduro meminta para pendukungnya untuk hadir sebagai puncak dari semua demonstrasi pada sore harinya. Dia menuduh pihak oposisi merencanakan serangan terhadap pasukan keamanan selama demonstrasi mereka.

Baca juga : Elon Musk Terima Tantangan Duel Maduro

Sebelas warga sipil dilaporkan tewas dan lebih dari 1.000 orang ditahan dalam protes yang meletus setelah otoritas pemilu Venezuela, CNE, menyatakan Maduro sebagai pemenang dengan 52% suara berbanding 43% untuk Gonzalez Urrutia. Namun hasil tersebut ditolak oleh negara-negara termasuk Amerika Serikat (AS), Argentina, Kosta Rika, Ekuador, Panama, dan Uruguay. 

Mereka mengatakan hasil yang ada menunjukkan kandidat oposisi jelas-jelas menang. Maduro telah memerintahkan pengusiran diplomat dari beberapa negara yang mempertanyakan kemenangannya. Para diplomat Argentina yang tiba di Buenos Aires pada Sabtu (3/8), mengatakan listrik di kedutaan mereka telah diputus, sementara polisi yang mengenakan penutup kepala berjaga di luar.

Maduro yang berusia 61 tahun bereaksi keras terhadap kritik internasional yang meluas, dan menggambarkan tuduhan kecurangan pemilu sebagai jebakan yang dirancang oleh Washington untuk membenarkan kudeta.

Baca juga : Protes Baru Meletus di Caracas Setelah Hasil Pemilihan Presiden Dipertentangkan

Maduro telah memimpin negara kaya minyak namun miskin uang sejak  2013, memimpin penurunan PDB sebesar 80% yang mendorong lebih dari tujuh juta dari 30 juta warga Venezuela yang tadinya kaya raya untuk beremigrasi. Para ahli menyalahkan kesalahan manajemen ekonomi dan sanksi AS atas keruntuhan tersebut.

Gonzalez Urrutia tidak hadir dalam sidang di Mahkamah Agung setelah Maduro meminta pengadilan menyelidiki dan mengesahkan hasil pemilu. Namun, kandidat oposisi lainnya yang dipanggil ke sidang meminta agar penghitungan suara secara rinci dipublikasikan.

Pihak oposisi telah meluncurkan situs web dengan salinan 84% surat suara, yang menunjukkan kemenangan mudah bagi Gonzalez Urrutia. Pemerintah mengklaim ini palsu.

Baca juga : Protes di Venezuela Ricuh, Gas Air Mata dan Bentrokan dengan Pasukan Keamanan

Ketakutan

Machado, yang dilarang mencalonkan diri, menulis di The Wall Street Journal bahwa dia bersembunyi dan mengkhawatirkan nyawanya, bersama dengan para pemimpin oposisi lainnya. LSM Foro Penal melaporkan 11 orang tewas selama protes.

Machado mengatakan sedikitnya 20 orang telah terbunuh. Para pejabat mengatakan seorang tentara juga tewas. Tindakan keras tersebut telah memicu ketakutan di kalangan pendukung oposisi, dan masih segar ingatan akan gelombang penindasan di bawah pemerintahan Maduro pada 2017 yang menewaskan sekitar 100 orang.

“Ada korban tewas, terluka, tahanan, orang hilang. Masyarakat mengetahuinya. Mereka takut,” kata Katiusca Camargo, seorang aktivis di daerah kumuh Petare di Caracas timur, pada Sabtu (3/8).

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Kamis mengatakan ada banyak bukti bahwa Gonzalez Urrutia telah memenangkan pemilu. Departemen Luar Negeri menyebut Blinken berbicara dengan Machado dan Gonzalez Urrutia yang mengungkapkan keprihatinan terhadap keselamatan dan kesejahteraan mereka dan mengucapkan selamat kepada Gonzalez Urrutia karena menerima suara terbanyak,

Dalam pernyataan bersama, Brazil, Kolombia dan Meksiko mendesak adanya verifikasi yang tidak memihak atas hasil tersebut. Terpilihnya kembali Maduro sebelumnya, pada 2018, ditolak oleh puluhan negara Amerika Latin serta AS dan negara-negara anggota Uni Eropa, karena ia menikmati loyalitas dari para pemimpin militer, badan pemilu, pengadilan dan lembaga-lembaga negara lainnya, serta dukungan dari para pemimpin militer. Rusia, Tiongkok, dan Kuba menyampaikan sikap sebaliknya. (I-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Cahya Mulyana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat