Tragedi Halloween di Itaewon Dari Keceriaan ke Malapetaka
DUA tahun lalu, keceriaan perayaan Halloween usai pencabutan status pandemi covid-19 di Itaewon, Korea Selatan, berubah menjadi horor. Lebih dari 150 orang tewas akibat terhimpit dan terinjak-injak di tengah keramaian perayaan Halloween.
Kawasan Itaewon yang kebanyakan gang-gang sempit itu semakin malam semakin ramai. Banyak orang berdesakan di jalan-jalan, memadati bar, klub, dan restoran yang terkenal di kawasan tersebut. Itaewon, yang dikenal sebagai pusat kehidupan malam yang dinamis, sempat terpukul oleh wabah Covid-19, sehingga malam Halloween kali ini menjadi momen yang sangat dinanti-nantikan bagi banyak orang.
Keramaian tersebut dengan cepat menjadi masalah. Saat orang-orang berusaha bergerak ke berbagai lokasi, situasi menjadi semakin tidak terkendali. Banyak yang terjebak dalam kerumunan, tidak bisa bergerak maju atau mundur, menciptakan suasana panik di antara para pengunjung.
Sekitar pukul 10:30 malam, suara sirene mobil pemadam kebakaran dan ambulans mulai terdengar. Petugas polisi berusaha mengatur kerumunan, meminta orang-orang untuk meninggalkan area tersebut. Dalam suasana yang penuh ketegangan, pesan darurat dikirimkan ke ponsel seluruh penduduk di daerah Yongsan, meminta mereka untuk segera pulang ke rumah.
Situasi semakin mencekam saat berita mulai menyebar tentang insiden tragis yang terjadi. Video-video mengerikan dari lokasi insiden mulai muncul di media sosial, menunjukkan petugas pemadam kebakaran memberikan pertolongan pada banyak korban yang tergeletak di tanah.
Pihak berwenang awalnya melaporkan sekitar 50 orang mengalami "serangan jantung," istilah yang digunakan untuk menggambarkan kematian mendadak sebelum divalidasi dokter. Namun, gambar-gambar dari luar stasiun Itaewon, yang menunjukkan deretan kantong mayat, memperjelas tragedi ini jauh lebih serius.
Menurut John Drury, seorang ahli psikologi sosial dalam manajemen kerumunan dari University of Sussex, bencana desak-desakan biasanya melibatkan tiga faktor yang saling terkait: kepadatan berlebihan, gelombang atau gerakan dalam kerumunan yang sudah sangat padat, dan keruntuhan kerumunan. Ketika ada hambatan, efeknya akan semakin parah.
“Kesan saya adalah bahwa semua faktor ini ada di Itaewon pada perayaan Halloween kali ini,” ujarnya. “Pertama, terlihat bahwa kepadatan mencapai lebih dari lima orang per meter persegi, yang sangat berbahaya. Kedua, ada gelombang orang yang membuat beberapa orang terangkat dari tanah. Ketika orang-orang berdempetan, gerakan kecil dapat menyebar melalui kerumunan dan menambah tekanan. Ketiga, saya memahami bahwa terjadi keruntuhan kerumunan saat beberapa orang terjatuh dan yang lainnya jatuh di atas mereka.”
Masalah ini diperparah oleh kenyataan bahwa orang-orang yang memasuki kerumunan tidak menyadari bahaya yang akan terjadi. “Masyarakat yang memasuki acara kerumunan tidak dapat melihat bahwa mungkin ada tingkat kepadatan berbahaya di bagian depan,” katanya.
Itaewon, yang terkenal dengan komunitas internasional dan kehidupan malam yang semarak, pada malam itu diselimuti duka. Banyak orang yang hadir malam itu terpaksa menghadapi kenyataan pahit perayaan Halloween yang seharusnya menyenangkan telah berubah menjadi tragedi. Itaewon yang semarak kini dikenang sebagai lokasi tragedi yang mengubah malam Halloween menjadi momen kelam dalam sejarah. (The Guardian/Z-3)
Terkini Lainnya
11 Rekomendasi Film Horor Terbaik untuk Menyemarakkan Malam Halloween Anda
Jangan Bingung, Ini 7 Ide Kostum Halloween Simpel dan Menarik yang Mudah Dibuat di Rumah
Bolehkah Umat Islam Merayakan Haloween?
Samhain vs Halloween, Ini Dia Akar Perbedaannya
Yuk Intip Gaya Perayaan Halloween yang Unik di 6 Negara ini!
5 Tragedi Malam Halloween Mencekam di Dunia, dari Insiden Desak-desakan hingga Merenggut Nyawa
6 Kejadian Buruk yang Terjadi Pada Halloween
Presiden Korsel Dikabarkan Mangkir dari Upacara Peringatan Tragedi Itaewon, Kenapa?
Mengenang 1 Tahun Tragedi Itaewon, Keluarga Korban Masih Mencari Keadilan
Sakit Hati Politik
Jalan Lain Mengakhiri Korupsi
Pembangunan HAM di Indonesia sebagai Gerakan Transformasi Sosial
Realitas Baru Timur Tengah
Indonesia Kekurangan Dokter: Fakta atau Mitos?
Serentak Pilkada, Serentak Sukacita
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap