visitaaponce.com

Pengadilan Belanda Tolak Tuntutan Pemberhentian Ekspor Senjata ke Israel

Pengadilan Belanda Tolak Tuntutan Pemberhentian Ekspor Senjata ke Israel
Seorang pengunjuk rasa mengibarkan bendera Palestina di depan pengadilan di The Hague, Belanda, Februari 2024.(Lex van Lieshout / AFP)

SEBUAH pengadilan Belanda telah menolak permohonan dari 10 organisasi masyarakat pro-Palestina untuk menghentikan ekspor senjata  ke Israel. Kelompok organisasi itu juga menuntut pemerintah Belanda menghentikan hubungan perdagangan dengan pemukim ilegal Israel di wilayah Palestina yang diduduki.

 

Pengadilan distrik Den Haag pada Jumat (13/12), menekankan bahwa negara memiliki kelonggaran dalam kebijakannya dan pengadilan tidak boleh terburu-buru untuk turun tangan. "Pengadilan bantuan sementara menemukan bahwa tidak ada alasan untuk memberlakukan larangan total terhadap ekspor barang militer dan penggunaan ganda pada negara," kata pengadilan tersebut dalam sebuah pernyataan melansir Al Jazeera, Sabtu (14/12).

 

"Semua klaim ditolak." Demikian keputusan pengadilan atas tuntutan koalisi LSM pro-Palestina itu.

 

Para penggugat, yang mengutip banyaknya korban sipil dalam serangan Israel di Jalur Gaza, berpendapat bahwa pemerintah Belanda semestinya mengambil semua tindakan yang masuk akal yang dapat dilakukan untuk mencegah genosida. Ini merupakan kewajiban pemerintah Belanda yang telah menandatangani Konvensi Genosida 1948.

 

"Israel bersalah atas genosida dan apartheid dan menggunakan senjata Belanda untuk mengobarkan perang", kata Wout Albers, seorang pengacara yang mewakili kelompok organisasi masyarakat itu, dalam persidangan.

 

Dalam tuntutannya, koalisi LSM mengutip perintah Mahkamah Pidana Internasional (International Court of Justice/ ICJ) kepada Israel pada bulan Januari lalu untuk mencegah tindakan genosida di Gaza. Koalisi tersebut mengatakan akan meninjau kembali keputusan pengadilan dan mempertimbangkan untuk mengajukan banding.

 

Direktur umum Al-Haq yang merupakan salah satu LSM pro-Palestina, Shawan Jabarin menggambarkan keputusan tersebut sebagai ketidakadilan yang keji. "Belanda telah meninggalkan aturan paling dasar dalam hukum internasional, untuk mencegah penjajahan, aneksasi, apartheid, dan genosida," kata Jabarin.

 

Keputusan di Den Haag tersebut diambil sehari setelah serangan udara Israel menghantam sebuah bangunan tempat tinggal di kamp pengungsi Nuseirat, Gaza, pada Kamis (12/12). Akibat serangan itu sedikitnya 40 orang tewas dan puluhan orang lainnya luka-luka.

 

Bulan lalu, ICJ mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, mantan menteri pertahanannya, dan kepala militer Hamas, yang menuduh mereka melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dengan perang Israel di Gaza.

 

Surat perintah tersebut menyatakan bahwa ada alasan untuk meyakini bahwa Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant telah menggunakan "kelaparan sebagai metode perang" dengan sangat membatasi bantuan kemanusiaan dan dengan sengaja menargetkan warga sipil dalam serangan Israel di Gaza.

 

Awal pekan ini, PBB mengatakan bahwa sebagian besar bantuan kemanusiaan ke Gaza utara, di mana kelaparan membayangi, telah diblokir selama 66 hari terakhir sejak pasukan Israel melancarkan serangan darat baru di sana. Akibatnya, 65.000 - 75.000 orang tidak memiliki akses terhadap makanan, air, listrik, dan layanan kesehatan.

 

Serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 44.805 orang di Gaza sejak Oktober tahun lalu, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza. Awal bulan ini, Amnesty International menuduh Israel telah "melakukan genosida" terhadap warga Palestina di Gaza sejak dimulainya perang tahun lalu. Israel telah menolak tuduhan tersebut. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat