Waspada Tawaran Kerja ke Kamboja

KEMENTERIAN Luar Negeri (Kemenlu) melaporkan adanya peningkatan pesat jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang bekerja di sektor judi berbasis teknologi daring (online gambling) di Kamboja.
"Kami mencatat fenomena pekerja terjebak dalam jaringan scamming ini mulai meningkat sejak tahun 2020,” kata Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kemlu RI Judha Nugraha dalam konferensi pers di kantor Kemenlu RI, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Judha menyebut banyaknya WNI yang bekerja di bisnis judi online di Kamboja seiring perkembangan ekosistem bisnis tersebut. Sehingga semakin banyak pula kasus-kasus ketenagakerjaan yang melibatkan WNI dan ditangani oleh pihak KBRI.
"Kami juga mencatat kasus yang sedang kami tangani dari pengakuan pihak keluarga bahwa yang bersangkutan memang berangkat sudah ditawari sejak awal bekerja sebagai scammer," tuturnya.
Adapun jumlah kasus WNI di Kamboja meningkat mencapai 2.321 kasus yang ditangani KBRI Phnom Penh pada 2024.
"Ini meningkat 122,3% dari angka tahun sebelumnya. Di mana dari 2.321 itu 1.761 atau 77% merupakan kasus-kasus yang terkait dengan penipuan online," sebutnya.
Judha menyampaikan hal ini memberikan gambaran terkait besarnya kasus-kasus WNI di Kamboja. Terutama, terkait dengan penipuan online untuk bekerja di Kamboja.
"Kami melihat ada kecenderungan normalisasi industri online scam ini menjadi sebuah bentuk mata pencarian baru," tambahnya.
Hal itu terlihat dari semakin beraninya agen dan bandar judi daring yang terang-terangan menawarkan pekerjaan sebagai pengelola penipuan daring dengan gaji yang menggiurkan.
“Tentunya, perlu ada perangkat koordinatif yang dilakukan seluruh pemangku kepentingan di Indonesia untuk mencegah hal ini semakin merebak di masyarakat,” lanjutnya.
Dia menegaskan bahwa sebagai langkah mitigasi, pihaknya mengimbau agar para PMI lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang tidak sesuai prosedur.
“Biasanya, pekerjaan semacam ini menawarkan gaji tinggi tanpa memerlukan pengalaman kerja, dan sering kali hanya ditemukan melalui agen tenaga kerja yang aktif di media sosial dan internet,” tegasnya.
Dia mengimbau WNI untuk selalu memastikan tawaran kerja yang mereka dapat ke dinas terkait atau agen tenaga kerja resmi.
"Hindari tawaran kerja yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, dan laporkan aktivitas perekrutan ilegal kepada pihak berwenang di Indonesia," pungkasnya.
KBRI Phnom Penh juga telah membuka nomor hotline untuk para WNI yang mengalami masalah di Kamboja.
Direktur Migrant Care Indonesia, Wahyu Susilo, mengatakan wilayah Kamboja dan Myanmar berada di Tier 3 atau status terburuk dalam hal penanganan praktik TPPO karena pemerintahnya dinilai gagal.
"Lokasi terbesar perdagangan orang terjadi di wilayah Mekong Kamboja, Myanmar dan Laos, karena penegak hukum tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan," ujarnya.
Wahyu juga mencermati adanya perubahan pola TPPO yang terjadi belakangan ini. Saat ini, korban TPPO didominasi oleh anak-anak muda berpendidikan tinggi yang hidup berkecukupan.
"Sindikat TPPO ini tidak hanya merekrut anak-anak muda dari Indonesia, tetapi juga dari negara-negara Asia lainnya untuk dipekerjakan di Kamboja, Laos dan Myanmar," sebutnya.
Berdasarkan data Migrant Care, Kamboja adalah negara terbanyak dikirimnya korban TPPO asal Indonesia untuk bekerja di sektor penipuan dan judi online, kemudian Malaysia, Myanmar, Laos dan Filipina.
Salah satu modus perekrut adalah menawarkan para korban untuk kerja di sektor startup sebagai programmer pada industri teknologi digital, tetapi mereka justru diperkerjakan di bisnis gelap tersebut.
Wahyu mengaku perlu adanya perubahan pada undang-undang TPPO di Indonesia yang belum menyertakan pasal tentang perekrutan melalui mekanisme teknologi informasi untuk tujuan forced criminality.
"Di Indonesia teknologi informasi sering disalahgunakan, belum ada kesadaran tentang pemanfaatan teknologi ini, misalnya soal pentingnya perlindungan data pribadi," lanjutnya.
Hal senada disampaikan Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah. Ia menyebut Indonesia saat ini darurat TPPO. Bahkan tingkat kerentanan PMI menjadi korban TPPO semakin tinggi akibat perubahan pola penjaringan korban dengan teknologi internet.
Terlebih literasi digital di negara ini belum terlalu baik, sehingga banyak yang tertipu tawaran bekerja di luar negeri dari media sosial.
"Dulu itu korbannya adalah lulusan SD atau SMP. Sekarang banyak sekali yang menjadi korban lulusan S1 atau S2," ujarnya.
Kecolongan terus
Menurutnya, berbagai upaya dari pemerintah Indonesia di dalam dan luar negeri untuk mencegah TPPO masih belum sepenuhnya efektif.
"Kita kecolongan, tapi kok berkali-kali. Media telah mengangkat kasus TPPO ini dengan masif, tetapi masyarakat masih terus tertipu," tambahnya.
Pemerintah Indonesia melalui berbagai instansi seperti Kemenlu, kepolisian dan imigrasi telah berupaya mencegah kasus TPPO di negara-negara Asia Tenggara.
KBRI di Phnom Penh mengatakan mereka telah menjalin kerja sama erat dengan kepolisian dan imigrasi Kamboja, termasuk juga dengan para tokoh dan organisasi masyarakat setempat.
"Namun Pemerintah Kamboja menyadari adanya keterbatasan kapasitas yang mereka miliki serta keterlibatan jaringan internasional yang semakin kompleks dan canggih, yang penanganannya memerlukan sumber daya yang cukup besar," kata KBRI Phnom Penh dilansir dari CNA, Selasa (9/1).
"Oleh karena itu Pemerintah Kamboja mengharapkan adanya pengembangan kapasitas atau share of expertise dari negara-negara sahabat yang terkait, termasuk Indonesia," tambah pernyataan tersebut.
Upaya penyuluhan juga dilakukan oleh pemerintah Indonesia ke provinsi-provinsi asal PMI agar tidak ada lagi korban yang terjerat.
Kepolisian Indonesia juga berupaya memberantas jaringan perekrut. Pada Desember 2024, kepolisian menangkap tujuh orang anggota sindikat pengirim WNI untuk bekerja di Kamboja.
Pihak imigrasi Indonesia sejak beberapa tahun lalu telah memperketat pemeriksaan terhadap WNI yang akan berangkat ke Kamboja.
Bahkan petugas melakukan profiling mendalam bagi pemohon paspor yang terindikasi memberikan keterangan palsu. Jika pernyataan mereka terbukti bohong, permohonan paspor akan ditangguhkan selama dua tahun.
Filter kedua adalah pemeriksaan ketat di keimigrasian bandara, dengan penundaan keberangkatan jika ditemukan indikasi seseorang akan bekerja di Kamboja. (Fer/P-3)
Terkini Lainnya
Afirmasi untuk Pengesahan RUU PPRT
Uskup Maumere tidak Rampas Tanah Umatnya (Tanggapan Berita Miring dari UCA News)
Legasi Kepemimpinan Muhadjir Effendy, dari UMM untuk Bangsa
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap