visitaaponce.com

Serentak Pilkada, Serentak Sukacita

Serentak Pilkada, Serentak Sukacita
(MI/Seno)

PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) serentak 2024 tidak saja bermuatan aspek demokratis yang mencerminkan ekspresi kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpin di tingkat daerah, tetapi juga rawan akan potensi konflik sosial dengan segala dampak negatifnya.

Kekisruhan saat dalam masa proses kampanye Pilkada 2024 seperti yang kita lihat belakangan, seperti bentrok diduga antarpendukung pasangan calon yang menewaskan satu orang di Sampang, Madura, kisruh antarpaslon dan pendukung pada saat debat publik di beberapa daerah, permasalahan peserta pilkada dengan penyelenggara, dan menyebarnya hoaks yang dilaporkan kepada pihak berwajib oleh sejumlah kalangan di berbagai daerah, masih menjadi fakta yang harus kita terima.

Jika belajar dari banyak kasus soal kericuhan pada tahun-tahun sebelumnya, tentunya pilkada serentak tahun ini harus berjalan dengan kondusif, damai, tertib, dan aman. Tentu saja hal itu tidak sekadar kita jadikan semboyan belaka, tetapi harus sungguh-sungguh diaplikasikan agar pesta demokrasi justru tidak menjadi beban dalam demokrasi, yakni pelaksanaan pilkada yang justru berujung pada konflik sosial yang lebih luas di masyarakat.

Banyak faktor yang perlu diperhatikan dalam menciptakan pilkada yang aman, damai, tertib, dan kondusif. Pertama ialah aspek pendidikan politik kepada masyarakat dalam menyikapi perbedaan pilihan. Berbeda pilihan dalam menentukan sikap terhadap pasangan calon kepala daerah dalam pilkada merupakan sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi. Justru memaksakan satu pilihan terhadap masyarakat merupakan sikap tidak demokratis dan bertolak belakang dengan kebebasan dalam menentukan calon pemimpin yang dijamin dalam undang-undang.

Justru, yang menjadi persoalan ialah tindakan-tindakan yang merusak demokrasi dengan model memainkan politik identitas hingga penggunaan kampanye hitam yang justru berpotensi merusak pesta demokrasi. Berkaitan dengan hal itu, pemerintah bersama dengan aparat keamanan harus lebih aktif melakukan sosialisasi agar masyarakat lebih dewasa dalam menyikapi perbedaan dalam pilkada.

Mencegah penyebaran hoaks dan kampanye hitam ialah salah satu upaya dan langkah preventif dalam menciptakan pilkada yang damai. Banyak kasus kerusuhan dalam pesta demokrasi dimulai dengan munculnya berita bohong yang tersebar di masyarakat oleh sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab.

Kedua, netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan penyelenggara pemilu di daerah. Aspek tersebut perlu mendapat fokus perhatian sebab banyak sekali konflik pada pilkada justru dipicu dugaan tindakan yang tidak netral dalam birokrasi pemerintahan dan penyelenggara pemilu.

Kondisi saat ini hampir sebagian daerah diisi Pj kepala daerah yang ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat. Wajar saja, tuntutan dalam menjaga netralitas ASN dalam ajang pilkada serentak 2024 kerap disuarakan, sebagai bentuk dari upaya menjaga demokrasi tingkat daerah agar berjalan dengan prinsip jujur dan adil.

Deklarasi netralitas ASN dalam pilkada di seluruh daerah harus diikuti dengan pengawasan yang melekat baik oleh aparat maupun masyarakat. Bahkan, masyarakat juga proaktif dengan melaporkan jika ada ASN di daerah yang ikut serta dalam politik praktis Pilkada 2024 kepada penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah. Ini sebagai bentuk nyata bahwa kita semua menjaga perhelatan pilkada bisa berjalan dengan baik.

Selain itu, penyelenggara pemilu di daerah baik KPU maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus betul-betul menjaga integritas untuk mewujudkan pilkada yang adil dan jujur tanpa memihak kepada salah satu pasangan calon.

Integritas itu, sekali lagi, penting ditekankan karena jika kinerja kedua lembaga itu tidak baik atau ada indikasi tidak netral dan bahkan menguntungkan salah satu pasangan calon di daerah, akan berpotensi memantik sejumlah konflik sosial dengan cara memobilisasi massa. Netralitas penyelenggara pemilu menjadi fondasi awal terwujudnya Pilkada 2024 yang aman, damai, tertib, dan kondusif.

Ketiga, peningkatan keamanan jelang pilkada serentak 2024 dengan melakukan pemetaan potensi kerawanan dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait. Komisi I DPR bersama dengan mitra kerja saat ini sedang berfokus melakukan pemetaan potensi kerawanan dengan melihat dalam berbagai perspektif, baik perspektif intelijen maupun perspektif kamtibmas.

Hal itu perlu dilakukan agar dengan peta tersebut setidaknya mereka bisa mencegah adanya konflik di masyarakat dalam pilkada, termasuk juga melakukan formulasi tindakan dan kebijakan dalam mewujudkan Pilkada 2024 yang seperti kita harapkan. Perbedaan karakteristik masyarakat antardaerah, letak geografis, dan faktor-faktor pendukung lain akan dianalisis secara mendalam sehingga gambaran peta rawan konflik dalam pilkada bisa terbaca dengan signifikan. Dengan demikian, upaya pencegahannya juga berjalan dengan tepat sasaran.

Akhirnya, upaya mewujudkan pilkada yang aman, damai, tertib, dan kondusif ialah kontribusi bersama antara masyarakat, pemerintah, dan aparat yang bertugas. Termasuk juga pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah juga memiliki tanggung jawab itu, dengan mengedepankan prinsip pemilihan umum yang jujur, adil, dan tidak menggunakan cara-cara yang dilarang undang-undang dalam masa kampanye, masa tenang, pada saat pemilihan, bahkan hingga pada saat penghitungan suara.

Kerja sama semua pihak dalam mewujudkan pilkada yang kondusif itu dibutuhkan agar semakin tahun cara kita berdemokrasi semakin matang sehingga kita mampu memilih pemimpin berdasarkan visi, misi, dan program kerja.

Saya, secara pribadi, sebagai pihak yang pernah ikut berkontestasi dalam Pilkada 2018 bisa merasakan ketegangan yang saat ini mungkin juga dirasakan para peserta pilkada di seluruh Indonesia, utamanya pada hari mendekati pencoblosan 27 November mendatang.

Semoga semua kontestan pilkada dapat mengendalikan hati dan pikiran untuk bisa tetap menerima setiap hasil yang didapatkan karena tentu hal itu menjadi barometer bagi para pendukung mereka. Menempuh jalur hukum jika terjadi permasalahan, baik sebelum maupun sesudah pencoblosan 27 November lebih bijak dan menunjukkan sikap kepemimpinan yang gentle daripada harus menempuh jalur lain di luar jalur hukum, yang justru menimbulkan potensi konfik sosial luas di masyarakat.

Selamat berkontestasi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat