visitaaponce.com

Lemah Asuhan Membuat Anak Jadi Bengis

Lemah Asuhan Membuat Anak Jadi Bengis
Wakapolrestro Jakarta Pusat AKBP Susatyo memperlihatkan coretan gambar yang dibuat oleh tersangka NF (15).(ANTARA/Andi Firdaus)

POLA asuh orangtua dan kepekaan lingkungan dalam menerapkan pengawasan sangat memengaruhi perilaku anak, khususnya pada usia 13-16 tahun.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan usia itu merupakan usia istimewa anak untuk mengenal banyak hal baru dalam hidupnya, termasuk melakukan kekerasan tanpa memikirkan dampaknya.

“Usia itu merupakan usia mereka bukan lagi anak-anak, tapi juga belum dewasa. Mereka sedang dalam usia mencari jati diri dan di usia ini mereka sangat pintar menyimpan rahasia,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Polres Jakarta Pusat kemarin mengumumkan pengungkapan kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh seorang anak berumur 15 tahun terhadap balita di Sawah Besar Jakarta Pusat.

Wakapolres Jakarta Pusat AKB Susatyo Purnomo Condro mengungkapkan korban biasa bermain di rumah pelaku hingga akhirnya terjadi pembunuhan tersebut.

“Mereka tinggal di rumah petak dan korban biasa main ke rumah tempat kejadian,” ucapnya.

Dari pemeriksaan yang dilakukan penyidik, diketahui gadis itu gemar menonton film horor dan cerita berbau kekerasan. Dari berbagai cerita yang ditonton, dia aplikasikan dalam berbagai gambar yang menceritakan kekerasan dan pembunuhan. Bahkan papan tulis putih yang dia miliki digunakannya untuk menumpahkan rasa kekecewaan melalui tulisan.

“Dia ini pintar menggambar dari gambar-gambarnya tokoh horor dan kesedihan, seperti gambar anak menangis. Papan tulis ini dia sebut papan curhat. Di sini juga ada tulisan seperti pilihan ganda, mau siksa baby? Dengan senang hati atau tidak tega,” jelasnya.

“Anak ini tinggal bersama ayah kandung dan ibu tiri serta adik tiri­nya. Orangtuanya sudah bercerai. Anak ini berprestasi olahraga tenis meja di sekolahnya,” imbuhnya.

Polisi yang memeriksa tersangka juga menggambarkan sikap tidak ada rasa menyesal. Serangkaian perta­nyaan dari penyidik dijawab dengan lantang dan tenang oleh pelaku.

Polisi nyaris menilai kasus ini hanya gurauan belaka saat anak itu datang menyerahkan diri ke kantor polisi karena telah menghabisi nyawa anak tetangganya pada Kamis (5/3) siang.

“Saat dia melaporkan telah membunuh, kami pikir ini hanya candaan. Namun, setelah kami periksa di tempat sesuai keterangan, benar ada jenazah di situ,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus.

“Dia begitu tenang setelah ditanya apa yang dirasakan setelah melakukan pembunuhan itu. Dia tidak berkata lain selain mengatakan ‘saya puas’,” kata Yusri.

 

Meningkat

Retno mengatakan, dari hasil penelitiannya tingkat perilaku keke­rasan anak meningkat signifikan sejak 2017 hingga Maret 2020.

Perilaku kekerasan yang mengarah pada tindakan bengis itu, lanjut Retno, banyak dipengaruhi oleh audio visual yang mudah diakses dari media sosial.

“Terbukti audio visual itu lebih cepat menempel di ingatan mereka, tersimpan lama yang akhirnya mendorong mereka untuk meniru atau menerapkannya,” tegasnya.

Kepekaan lingkungan sekitar anak harus menjadi tanggung jawab dan kesadaran bersama salah satunya anak yang menyaksikan kekerasan.

“Orangtua dan kita semua harus bisa memberikan penjelasan tindakan apa saja yang tidak boleh mereka lihat. Jadilah teman bagi mereka bukan hakim. Sebenarnya pada usia SMP ini sangat bisa kalau menerima nasihat dan penjelasan,” paparnya. (J-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat