visitaaponce.com

Tim Advokasi Temukan Pelanggaran HAM di Seruyan

Tim Advokasi Temukan Pelanggaran HAM di Seruyan
Gas air mata dan senjata ditembakkan saat bentrok aparat-warga di Seruyan, Kalteng.(MGN)

TIM Advokasi Solidaritas untuk Masyarakat Adat Bangkal menemukan adanya unsur kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat kepolisian pada kasus unjuk rasa masyarakat adat yang berujung bentrok dengan aparat di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah pada 7 Oktober 2023 lalu.

"Sebanyak 15 organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas untuk Bangkal telah merilis laporan mengenai latar belakang dan kronologi peristiwa kekerasan dan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Bangkal berdasarkan fakta disampaikan oleh warga dan temuan langsung di tempat kejadian peristiwa," kata Bayu Herinata Direktur WALHI Kalimantan Tengah didampingi Koordinator Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra, Senin (16/10).

Adapun 15 organisasi masyarakat sipil bagian Tim Advokasi Solidaritas untuk Bangkal antara lain Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Greenpeace dan lainnya.

Baca juga : DPR Minta Usut Tuntas Penembakan Warga di Kebun Sawit Seruyan

Laporan ini didasarkan pada investigasi awal tim dengan melakukan penelusuran dan pencarian fakta (fact finding) secara langsung sejak tanggal 9 -13 Oktober 2023. Peristiwa yang terjadi di Desa Bangkal pada tanggal 7 Oktober tersebut, merupakan puncak dari kekerasan aparat yang terus menimpa masyarakat Desa Bangkal sejak September 2023.

Aksi protes masyarakat sendiri telah berlangsung sejak 16 September 2023 hingga akhirnya dipaksa berhenti akibat timbulnya korban jiwa pada 7 Oktober 2023. Demonstrasi tersebut merupakan bentuk penyampaian aspirasi dan tuntutan kepada PT Hamparan Masawit Bangun Persada (PT. HMBP) yang tak menepati janji dan menjalankan kesepakatan bersama masyarakat desa sejak tahun 2006, awal perusahaan ini beroperasi.

Baca juga : Walhi : Bentrok di Seruyan Dipicu Tindakan Kekerasan Aparat

Berdasarkan temuan tim, telah terjadi pengerahan aparat secara berlebihan untuk tujuan pembubaran demonstrasi masyarakat Desa Bangkal terhadap PT HMBP. 

Informasi berhasil dikumpulkan menunjukkan setidaknya 440 aparat yang berasal dari Satuan Brimob, Intelkam, Direktorat Samapta serta Direktorat Reserse Kriminal dikerahkan ke Desa Bangkal. Aparat tersebut diketahui berasal dari Polda Kalteng, Polres Kotawaringin Timur, dan Polres Seruyan.

Warga disiksa

Pengerahan aparat yang berlebihan tersebut menyebabkan terjadinya represi terhadap warga Desa Bangkal. Tim juga menemukan fakta bahwa pada beberapa kesempatan aparat Kepolisian seringkali menembakkan senjata dengan gas air mata dan peluru secara sewenang-wenang pada warga desa hingga menyebabkan warga terluka dan puluhan ibu dan anak-anak mengalami trauma.

Puncak dari penggunaan kekuatan senjata secara sewenang-wenang tersebut adalah penembakan pada 7 Oktober yang menewaskan seorang warga dan mengakibatkan luka tembak serius seorang warga lainnya. Peristiwa tersebut merupakan bentuk extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum.

"Temuan kami juga menunjukkan adanya warga yang menjadi korban penangkapan, penahanan dan penyiksaan serta upaya paksa penyitaan dan penggeledahan sewenang-wenang oleh aparat," sambung Syamsul Alam Agus, Koordinator PPMAN.

Selain itu, kurang lebih 40 kendaraan bermotor milik warga juga dirusak dan disita oleh aparat Kepolisian dan sejumlah warga mengungkapkan kehilangan harta benda yang ada di dalam kendaraannya. Pada akhirnya berbagai temuan tersebut menunjukkan adanya kekerasan yang cukup masif serta dugaan terjadinya pelanggaran HAM kepada masyarakat adat di Desa Bangkal.

Desak Komnas HAM bergerak

Melalui Laporan ini Tim Advokasi mendorong berbagai pihak Mabes Polri, Polda Kalteng, Komnas HAM, LPSK dan Kompolnas untuk mengambil langkah yang diperlukan demi mengusut tuntas peristiwa yang telah terjadi.

Secara khusus Komnas HAM RI, untuk memulai dilakukannya penyelidikan melalui pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF). Tuntutan ini mendesak untuk segera dilakukan mengingat berdasarkan penelusuran tim, pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Kalteng dan Polres Kotawaringin Timur dan Polres Seruyan menunjukkan ketidak seriusannya dalam mengungkap fakta-fakta
peristiwa secara profesional. (Z-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat