visitaaponce.com

Sole Oha Natal, Pesan Tradisional Keagamaan yang terus Menggema di Ile Ape

Sole Oha Natal, Pesan Tradisional Keagamaan yang terus Menggema di Ile Ape
Gereja St Wilhelmus Desa Watodiri Selalu menjadi saksi berkembangnya tradisi Sole Oha Natal(MI/Alexander Taum)


RIBUAN umat Katolik itu larut dalam hentakan ritmik tarian Sole. Mereka pun larut dalam lantunan syair Natal Oha dalam bahasa adat setempat. Tidak sekedar menari, Sole Oha Natal menjadi tradisi penyampaian pesan Natal yang lebih diterima. Natalpun  menggema dalam bahasa setempat melalui mulut pemakeng (pelantun syair adat).

Umat Katolik dari Tiga Stasi Waibaki (Waiwaru, Baopukang dan Kimakamak) ini sedang merayakan suka cita Natal dalam tarian Sole Oha. Tarian yang berisi syair pantun dan gerakan menghentakkan kaki itu dimainkan setelah kurban misa Natal di dalam Gereja St Wilhelmus, Desa Watodiri, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Inkulturasi tradisi budaya dan tradisi keagamaan  tersebut  memengaruhi tradisi perayaan hari raya Natal di Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Sebagaimana disaksikan Media Indonesia, Natal yang dipercayai umat Kristiani sebagai saat kelahiran Yesus Kristus sang Penebus, dirayakan penuh suka cita di Stasi waibaki (Waiwaru, Baopukang dan Kimakamak). Tradisi Sole Oha pun meramaikan hari raya Natal itu.

Rabu, 25 Desember 2024, pagi, ribuan Umat Katolik 3 Stasi di Paroki Maria Bintang Laut Waipukang yang terdiri dari stasi Waiwaru, Stasi Baopukang dan  Stasi Kimakamak merayakan kurban misa Natal secara terpusat.

Bagi umat Katolik setempat, perayaan Natal adalah sebuah sukacita yang wajib dirayakan dalam keyakinan iman akan keselamatan sebagaimana diajarkan oleh Yesus Kristus.

Kali ini umat dari 3 stasi memusatkan perayaan Natal di Gereja St. Wilhelmus Kimakamak. Misa dipimpin oleh RD. Eman Kumanireng. Pemusatan perayaan Natal sendiri merupakan cara menyiasati kekurangan Imam yang tidak dapat melayani umat masing-masing di tiga stasi itu sekaligus pada hari raya Natal.

Meski kekurangan imam, pemusatan Perayaan Natal lebih sebagai upaya Gereja memperkuat persatuan umat.

"Watodiri ini sebagai Betlehem. Kesederhanaan Natal yang ditampilkan Yesus sendiri wajib diikuti umat Kristiani untuk hidup sederhana. Sebab, setiap hal kecil selalu berkesan baik. Merayakan Natal di desa terpencil dirayakan dengan sederhana jauh lebih berkesan. Sama seperti Yesus yang dilahirkan di kandang ternak di Betlehem namun dari kesederhanaan itulah Ia dilahirkan untuk  meyelamatkan seluruh makhluk di Bumi," ujar RD Eman Kumanireng dalam kotbah Natalnya. Usai kurban misa Natal di dalam gerja, umat setempat menari Sole Oha yang dimainkan di halaman Gereja.

Menariknya, Seluruh pantun dan syair yang dibawakan pada saat itupun berisi pesan Natal dalam bahasa adat setempat, sembari umat menghentakkan kaki dalam irama Oha yang ritmik.

Robertus Sayang Ama, Kepala desa Watodiri kepada Media Indonesia mengatakan, Untuk tiga kampung ini, Tarian Sole Oha dilakukan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan penghormatan kepada wujud tertinggi atau Sang Pencipta Alam Semesta yang dikenal dengan sebutan Ama Lera Wulan Tana Ekan (Tuhan, Langit, dan Bumi serta Leluhur) sebagai pemberi kehidupan.

Ia menyebut, Sole oha juga simbol sukacita dan persatuan. Tarian khas Ile ape dimainkan secara berkelompok mengacu pada gerak hentakan kaki mengikuti irama lantunan pantun/sastra adat.

"Sole Oha adalah kesenian daerah lokal yang ada di kecamatan Ile Ape dan Ile Ape Timur. Sebagai ekspresi eksistensi masyarakat adat, Sole Oha berwujud sesuai dengan corak dasar keberadaan masyarakat adat. Unsur-unsur kebudayaan seperti Sole Oha mengandung nilai-nilai spiritual, sosial yang perlu ditumbuh-kembangkan dalam kehidupan masyarakat adat. Kesenian Sole Oha dengan kondisinya hanya didukung sejumlah kecil orang sebagai pewarisnya, tanpa tradisi tertulis, dinyanyikan atau dilagukan secara lisan," ungkap Sayang Ama.

Kades Watodiri itu menyebut, Sole oha juga simbol sukacita dan persatuan. Tarian khas Ile ape dimainkan secara berkelompok mengacu pada gerak hentakan kaki mengikuti irama lantunan pantun/sastra adat.

Sole itu Pantun, Oha Itu Gerak Ritmik

Sandro Wangak, jurnalis yang konsen terhadap kebudayaan dan juga Ketua Komite Permainan Rakyat dan Olahraga Tradisional Indonesia (KPPTI) Provinsi NTT menjelaskan, Sole Oha merupakan warisan leluhur sejak dahulu kala.

"Secara harfiah sole adalah pantun/sastra/syair adat sementara Oha adalah gerak yang bertumpuh pada hentakan kaki.
Gerakan hentakan kaki simbol menambah kekuatan dari bumi (tanah) sebagai wujud ibu. Sementara lantunan syair adat sebagai makna pujaan terhadap leluhur atau Tuhan lera wulan, walau secara kontekstual syairnya lebih menekankan pada kondisi kekinian. Ada harapan dalam lantunan sole juga ada refleksi tentang hubungan keseimbangan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam dan manusia dengan  manusia.

Sole Oha adalah seni tarian kolosal yang dimainkan secara berkelompok memegang tangan antara laki laki dan perempuan sebagai lambang kesetaraan. Simbol penyatuan. Simbol perlindungan. Dan juga dapat dimaknai sebagai simbol rasa cinta kasih," ujar Sandro Wangak.

Ia menyebut, tradisi sole oha usai perayaan misa bukan saja dilakukan saat natal tetapi juga saat perayaan Paska bahkan  idul fitri dan idul adha, apabila dilaksanakan secara terpusat di Ile Ape.

Dikatakan, Sole Oha dalam daftar dokumen kebudayaan indoneisa dikategorikan sebagai Seni Tari dan Olaraga Tradisional, juga pengetahuan tradisional.

Inkulturasi atau perpaduan tradisi budaya lokal dengan ragam ajaran keagamaan memudahkan masuknya paham baru lebih, termasuk ajaran Kristiani tentang Hari Natal. Tradisi Sole Oha Natalpun menjadi bukti inkulturasi adalah penghormatan Agama terhadap budaya lokal.  (N-2).



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Heryadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat