visitaaponce.com

Problem Regulasi Asuransi Wajib Kendaraan Bermotor

PEMERINTAH berencana mengeluarkan kebijakan asuransi wajib tanggung jawab hukum pihak ketiga atau asuransi wajib TPL (third party liability) untuk kendaraan bermotor. Rencana itu mendapat sorotan publik karena kebijakannya terkait langsung dengan kehidupan masyarakat kebanyakan. Tidak sedikit elemen masyarakat yang memberikan respons negatif dengan alasan memberatkan masyarakat.

Pertanyaannya, asuransi wajib itu utamanya untuk kebutuhan siapa? Kebutuhan masyarakat atau industri asuransi? Hal itu berkaitan dengan dalam konteks apa asuransi wajib tersebut diatur. Konteks pembuatan regulasi itu mencerminkan arah tujuan regulasinya.

 

Konteks regulasi

Kebijakan asuransi wajib lahir sebagai tindak lanjut UU No 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). UU itu semacam omnibus law, mengubah beberapa UU yang mengatur industri keuangan. Salah satu yang diubah ialah UU No 40/2014 tentang Perasuransian.

Terkait dengan UU No 40/2014, perubahan yang dilakukan antara lain Pasal 39 yang mengatur asuransi wajib. Dalam UU P2SK terdapat tambahan pasal, yaitu Pasal 39A. Pada Pasal tambahan itu dinyatakan bahwa pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan. 

Dalam penjelasannya disebut beberapa objek yang wajib diasuransikan. Salah satunya asuransi tanggung jawab hukum pihak ketiga (TPL) terkait dengan kecelakaan lalu lintas. Dari sinilah munculnya asuransi wajib TPL kendaraan bermotor.

Perlu dipahami, tujuan pembuatan UU P2SK ialah mendorong kontribusi sektor keuangan bagi pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, sektor keuangan yang kuat akan meningkatkan kontribusinya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

Melihat alur seperti itu, dapat dikatakan bahwa konteks lahirnya asuransi wajib TPL kendaraan bermotor itu dalam rangka penguatan industri asuransi. Karena itu, sangat wajar kalau kebijakan tersebut dipersepsikan untuk kepentingan industri asuransi. 

Padahal, sejatinya tanggung jawab hukum pihak ketiga itu merupakan wujud tanggung jawab seseorang sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 dan Pasal 1366 KUH Perdata. Setiap orang wajib mengganti kerugian pihak lain akibat perbuatan atau kelalaiannya.

Dalam hal ini, pemilik kendaraan bermotor wajib mengganti kerugian pihak lain, termasuk pihak ketiga, akibat kecelakaan lalu lintas yang disebabkan penggunaan kendaraannya. Kerugian pihak lain bisa saja berdampak fatal pada kelangsungan hidupnya. Risiko inilah yang harus dilindungi melalui mekanisme asuransi.

Karena itu, sejatinya konteks lahirnya regulasi asuransi wajib TPL kendaraan bermotor ialah regulasi yang mengatur kewajiban dan tanggung jawab pemilik kendaraan bermotor. Di Indonesia, hal itu diatur dalam regulasi sektor transportasi, khususnya yang mengatur lalu lintas transportasi darat.

 

Lalu lintas

Indonesia sebetulnya sudah memiliki regulasi asuransi wajib TPL sebagai wujud tanggung jawab pemilik alat transportasi dalam kecelakaan lalu lintas, baik udara, darat, maupun laut. Ada dua model pengaturan asuransi wajib TPL itu. Kedua model pengaturan tersebut juga lazim dilakukan di berbagai negara. 

Pertama, pengaturan melalui UU yang khusus. Misalnya, UU No 34/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. UU itu dilaksanakan dalam konteks jaminan sosial sebagai tanggung jawab negara dan dilaksanakan PT Jasa Raharja. Hanya, pihak ketiga dibatasi pada kerugian manusia, bukan benda. 

Kedua, kewajiban asuransi diatur dalam regulasi terkait dengan bidang yang berhubungan dengan objek yang wajib diasuransikan. Dalam hal ini, regulasi sektor transportasi, baik di darat (lalu lintas jalan), laut, udara, maupun perkeretaapian. 

Untuk transportasi udara, ketentuan asuransi wajib TPL diatur dalam UU No 1/2009 tentang Penerbangan, khususnya pada Pasal 62 dan Pasal 240. Pasal 62 mengatur asuransi wajib TPL bagi operator pesawat udara. Sementara itu, Pasal 240 mengatur asuransi wajib TPL bagi pengelola bandar udara.

Di sektor perkeretaapian, UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian mewajibkan operator untuk mengasuransikan tanggung jawab pihak ketiga. Pengaturan asuransi wajib TPL bagi penyelenggara prasarana perkeretaapian diatur dalam Pasal 166 dan 167. Sementara itu, asuransi TPL bagi penyelenggara sarana perkerataapian diatur dalam Pasal 169.

Dalam transportasi laut, tanggung jawab perusahaan angkutan di perairan diatur dalam UU No 17/2008 tentang Pelayaran. Asuransi wajib TPL perusahaan angkutan di perairan diatur dalam Pasal 41.

Sementara itu, dalam UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdapat beberapa pasal yang mengatur kewajiban pemilik kendaraan bermotor untuk bertanggung jawab atas kerugian pihak ketiga. 

Hal itu diatur dalam Pasal 234 yang merupakan bagian dari ketentuan kewajiban dan tanggung jawab pemilik kendaraan dalam kecelakaan lalu lintas. Namun, dalam pasal tersebut tidak ada ketentuan asuransi wajib TPL pemilik kendaraan bermotor.

Dengan demikian, dalam berbagai regulasi transportasi yang ada, hanya regulasi transportasi darat yang belum mengatur adanya asuransi wajib TPL bagi pemilik kendaraan bermotor. Sementara itu, regulasi transportasi lain sudah mengatur asuransi wajib TPL bagi pemilik alat transportasi di bidangnya masing-masing.

Namun, kekosongan itu tidak berarti bahwa asuransi wajib TPL kendaraan bermotor diatur dalam regulasi sektor keuangan. Karena konteksnya mewujudkan tanggung jawab pemilik kendaraan bermotor, acuan regulasinya tetap menjadi ranah regulasi lalu lintas dan angkutan jalan.

Dari paparan di atas, dapat disampaikan bahwa pilihan pertama mengatur asuransi wajib TPL kendaraan bermotor ialah dengan merevisi UU No 22/2009. Revisi itu dilakukan dengan memasukkan poin tentang kewajiban pemilik kendaraan bermotor mengasuransikan tanggung jawab pihak ketiga. Peraturan pelaksanaan asuransi wajib TPL merupakan turunan dari hasil revisi itu.

Pilihan kedua, regulasinya diatur dalam UU tersendiri. Walaupun dibuat dalam UU tersendiri, tetap harus sinkron dengan regulasi yang mengatur lalu lintas dan angkutan jalan. Di samping itu, harus sinkron dengan UU No 34/1964 agar tidak tumpang tindih dan menimbulkan beban berlebihan bagi pemilik kendaraan bermotor.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat