Orang Muda dan Bina Damai di Era Digital
ORANG muda sudah lama diakui perannya sebagai salah satu aktor penting di masyarakat. Orang muda dilihat sebagai aktor yang memiliki potensi, terutama melalui kreativitasnya, mengeluarkan ide-ide yang bermanfaat untuk kebaikan masyarakat. Di Indonesia, peran orang muda sudah muncul jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan, orang mudalah yang mampu mempersatukan para pejuang kemerdekaan melalui Sumpah Pemuda pada 1928.
Di tingkat global, peran orang muda diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dalam Sidang Umum pada 17 Desember 1999 menghasilkan Resolusi 54/120 dan menetapkan International Youth Day setiap 12 Agustus. Pada 2024 ini, PBB mengangkat tema From clicks to progress: youth digital pathways for sustainable development untuk peringatan Internasional Youth Day. Tema itu mengingatkan kita pada hubungan eratnya orang muda dengan dunia digital.
Pengakuan peran orang muda dalam kehidupan sudah banyak dinyatakan, terutama oleh orang yang lebih tua. Namun, sayangnya, pengakuan atau pelibatan itu sering kali dilakukan hanya untuk menggugurkan persyaratan atau sering disebut sebagai tokenisme. Orang muda akhirnya tidak mendapat kesempatan yang berarti untuk berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat.
Baca juga : Mendampingi Generasi Stroberi
Masalah yang muncul dalam kontribusi orang muda itu sebenarnya bukan pada orang mudanya sendiri, melainkan pada bagaimana orang yang lebih tua, yang memiliki kuasa besar, memperlakukan orang muda dalam kehidupan bermasyarakat. Pertanyaannya kemudian bagaimana sebaiknya orang yang lebih tua bersikap dan bertindak agar generasi muda dapat memberikan kontribusi optimal bagi masyarakat, terutama melalui platform digital?
Sudut pandang orang yang lebih tua
Baca juga : Imagined School
Orang yang lebih tua secara sengaja tidak sengaja kadang merasa lebih tahu dari orang muda. Argumen bahwa orang yang lebih tua pernah menjadi orang muda ialah alasan klasik yang sering disampaikan ketika berjumpa dengan orang muda dan ingin memberikan masukan kepada mereka. Orang yang lebih tua merasa memiliki pengalaman hidup yang lebih banyak dan kemudian merasa punya kuasa untuk mengatur bagaimana orang muda harus berpikir, bersikap, dan bertindak (Berents & McEvoy-Levy, 2015).
Tak jarang masukan dari orang yang lebih tua disampaikan tanpa melihat konteks dan menganggap dunia sebagai konteks yang stagnan. Situasi saat ini selalu dibandingkan dengan situasi ketika mereka menjadi orang muda.
Orang yang lebih tua kadang juga jarang mau memperbarui pengetahuannya, enggan menyadari bahwa dunia saat ini jauh berbeda situasinya, apalagi dengan keberadaan dunia digital yang tidak mengenal batas. Sayangnya, orang-orang yang lebih tua itu sering kali merupakan aktor yang memiliki kuasa besar. Mereka menjadi pihak pengambil kebijakan yang akan memengaruhi posisi orang muda. Pada akhirnya, orang muda tidak mampu berkontribusi maksimal, dan yang lebih parah, akhirnya enggan berkontribusi untuk kebaikan masyarakat.
Baca juga : Manajemen Sekolah Penghalau Ekstremisme Kekerasan
Orang muda di era digital
Orang muda memiliki masa hidup yang lebih sedikit ketimbang mereka yang lebih tua, tetapi bukan berarti mereka memiliki pengalaman hidup yang sedikit. Di era digital, yang mana perjumpaan lintas batas menjadi lebih dimungkinkan, orang muda lebih memiliki kesempatan untuk menambah pengalaman.
Baca juga : Tantangan Pendidikan di Indonesia
Data survei penetrasi internet Indonesia 2024 oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia menunjukkan bahwa kelompok masyarakat Indonesia terbesar yang melakukan kegiatan di dunia maya ialah gen Z yang lahir dari 1997 hingga 2012 dengan jumlah 34,40% dari total pengguna internet Indonesia (APJII, 2024). Begitu pula data yang dikeluarkan Statista mengenai pengguna internet di dunia pada 2023, ternyata didominasi oleh orang muda usia 15-24 tahun (Statista, 2024).
Tidak dimungkiri ada orang muda yang terlibat pada kegiatan yang tidak baik melalui dunia digital, tetapi tidak sedikit pula mereka yang menggunakan dunia digital untuk mengadvokasi hal-hal baik, terutama perdamaian.
Beragam platform tersedia di dunia digital--media sosial salah satunya--yang digunakan orang muda untuk menyuarakan kepedulian mereka pada isu-isu sosial dan mengajak lebih banyak orang untuk peduli dan berkontribusi untuk perdamaian. Saat ini kita bisa dengan mudah menemukan konten-konten di media sosial yang dibuat orang muda untuk mengampanyekan perdamaian.
Di dunia digital, orang muda memiliki keleluasaan untuk berekspresi tanpa khawatir mendapat pembatasan dari orang yang lebih tua yang kadang terjadi ketika mereka berkegiatan secara luring. Lebih dari itu, ketika mereka melakukan kegiatan di dunia digital yang bisa diakses siapa pun melintasi batas negara, dampak kegiatan digital mereka bisa mengglobal. Dengan demikian, orang muda bisa berkontribusi untuk perdamaian, bukan hanya di tingkat lokal, bahkan hingga ke dunia internasional.
Pendampingan orang muda
Dunia digital tidak selalu aman. Pengaruh baik dan buruk bisa masuk tanpa ada penyaringnya. Di sini orang yang lebih tua memiliki peran penting untuk orang muda. Orang yang lebih tua mungkin memiliki pengetahuan dan keterampilan dunia digital yang terbatas, tetapi mereka bisa menawarkan kebijakan yang bisa digunakan orang muda untuk menyaring hal-hal yang ada di dunia digital sehingga tidak membawa dampak negatif bagi mereka. Untuk memberikan kebijakan itu, ada satu keterampilan penting yang harus dimiliki orang yang lebih tua, yaitu mendengar.
Mendengar bukan hanya sekadar menyediakan telinga untuk mendengarkan ucapan orang muda. Keterampilan mendengar yang wajib dimiliki orang yang lebih tua ialah memahami secara utuh hal yang disampaikan orang muda. Ketika orang muda menyampaikan pendapat, orang yang lebih tua harus memahami alasan mengapa orang muda memiliki pendapat tersebut dan seperti apa hasil yang ingin mereka capai.
Orang yang lebih tua tidak boleh dengan segera memberikan penilaian atau bahkan penghakiman atas pendapat orang muda, tetapi harus memahami konteksnya. Selanjutnya, mereka harus mampu mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis yang dapat membantu orang muda untuk menjadi lebih bijak dalam berkegiatan di dunia digital.
Orang muda dan orang yang lebih tua saling membutuhkan. Tiap-tiap pihak memiliki pengalaman dan kebijakan. Mereka harus berkolaborasi dan berkomunikasi secara baik agar bisa bersama-sama mewujudkan masyarakat yang damai dan berkeadilan sosial. Selamat Internasional Youth Day!
Terkini Lainnya
Paus Fransiskus Kirim Salam untuk Anak-anak Muda Indonesia
Tips Wujudkan Rumah Pertama buat Anak Muda, Manfaatkan KPR Solusi BRI
Cara Membangun Empati di Kalangan Anak Muda
Ajang Pencarian Bakat Content Creator Competition AMANAH Angkat Keunikan dan Potensi Aceh
Kerajinan Tangan Khas Aceh Diminati oleh Anak Muda
Pembangunan IKN Butuh Peran Anak Muda
Kampus Vokasi Kemenperin Terapkan Kurikulum Industri 4.0
Kemampuan Peningkatan Skill Perlu Dirumuskan dalam Kurikulum Pendidikan
Pameran Seni Dukung Pendidikan Anak Kurang Mampu
Evaluasi Perencanaan Anggaran Pendidikan Harus Segera Dilakukan
Kedubes Australia Buka Peluang Kerja Sama Tri Dharma Perguruan Tinggi
Kemendikbudristek Gandeng Modena Perkaya Pendidikan Vokasi
Prabowo dan Diplomasi Good Neighbors Policy di ASEAN
Biodiesel Sawit dan Ancaman Deforestasi
Sensasi Indonengslish Vs Pemajuan Kebudayaan
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap