Perundungan PPDS
ISU perundungan di bidang medis kembali menyeruak. Penyebabnya adalah meninggalnya seorang calon dokter spesialis pada sebuah program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Semarang. Ada dugaan, kematiannya akibat bunuh diri dan terkait dengan perundungan yang dialami ditempat pendidikannya. Meski pihak kepolisian telah menyatakan bahwa kematian tersebut belum tentu terkait bunuh diri dan perundungan, banyak pihak yang menuding PPDS adalah sarang perundungan.
Perundungan adalah perilaku agresif yang sengaja dilakukan, yang menyebabkan orang lain mengalami luka (injury) dan tidak nyaman (discomfort). Pelakunya biasanya orang yang memiliki karakter superiority complex. Mereka memiliki kekuasaan dan ingin menggunakan dan menonjolkan kekuasaannya dengan mengintimidasi, merendahkan dan melecehkan orang lain.
Apakah memang ada perundungan pada PPDS? Jawabnya, jelas ada. Perundungan adalah fenomena sosial yang terjadi dimana-mana. Perundungan terjadi disekolah, tempat kerja dan bahkan pada rumah tangga. Prevalensinya juga tinggi. Di Amerika, 30% remaja pernah mengalami perundungan.
Baca juga : Pemberian Insentif Pada Calon Dokter Spesialis Bisa Tekan Angka Depresi dan Bunuh Diri
Pada pekerja di Amerika tahun 2020 saja, ada lebih 2 juta laporan kasus perundungan. Prevalensinya berkisar 30-48%. Pada domain rumah tangga juga; 29% anak-anak melaporkan pernah terlibat perundungan dan 13% diantaranya pernah dirundung oleh saudaranya. Artinya, perundungan ini memang sebuah fenomena marak. Makanya, sebagian ahli yang menamakannya epidemi sosial.
Di berbagai negara, perundungan terhadap calon dokter spesialis banyak dilaporkan. Di Inggris, lebih 30% calon dokter spesialis pernah mengalami perundungan yang dilakukan oleh senior dan staf lain. PPDS memang tempat yang rentan perundungan. Pertama, institusi pendidikan, termasuk PPDS, merupakan tempat berkumpulnya beragam individu dengan latar belakang kepribadian, pendidikan dan sosial ekonomi ekonomi berbeda.
Pada saat bersamaan, PPDS melatih calon dokter untuk menjadi seorang dokter spesialis profesional dengan tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi serta memiliki nilai moral dan etika yang elegan. Akibat tuntutan ini, tradisi pendidikan PPDS bersifat ketat dengan standar tinggi.
Baca juga : Bullying Menghambat Upaya Mencetak Dokter Spesialis
Adanya populasi dengan beragam latar belakang serta ketatnya standar PPDS membuat peserta berada dalam iklim kompetisi dan loaded. Kondisi psikologis ini memudahkan terjadinya pergesekan yang berujung pada pelecehan dan intimidasi. Kedua, iklim pendidikan kedokteran dan rumah sakit memiliki struktur hirarki yang membedakan antara senior dan junior.
Senior memiliki wewenang, tanggung jawab dan kekuasaan yang tinggi dibanding junior. Junior mesti taat terhadap senior dalam proses pendidikannya. Dengan kondisi ini, ruang terjadinya perundungan terbuka lebar. Bila senior yang ada memiliki tabiat superiority complex, ia akan mengekpresikan tabiatnya dengan melakukan perundungan terhadap yuniornya.
Namun, meski ada habitat yang rentan terhadap perundungan, bila senior berhati baik dan tidak berkarakter superiority complex, narsisis atau anti-sosial, tindakan perundungan tidak terjadi.
Baca juga : Pengamat Minta Kasus Perundungan Sesama Dokter tidak Digeneralisir
Meski perundungan ada pada PPDS, hingga kini belum ada data valid dan komprehensif terkait tingkat kekerapan dan intensitasnya. Masalahnya, hingga kini belum ada survei komprehensif terkait fenomena ini pada PPDS se-Indonesia. Data yang ada adalah berdasar laporan perundungan yang masuk pada Kemenkes.
Sejak beberapa tahun lalu, Kemenkes membuka hotline perundungan dan hingga saat ini ada sekitar 1500-an laporan yang masuk. Setelah dipelajari, ternyata dari laporan ini hanya sekitar 30% yang di-follow up karena dianggap dapat terkait perundungan. Dari jumlah ini, ada beberapa kasus yang berikan sangsi.
Sedangkan yang sisanya 70% tidak dianggap sebagai perundungan. Ini memberi sinyal bahwa masih terjadi redundancy dalam menilai perundungan. Hal yang merupakan bagian pendidikan dan kedisiplinan justru dianggap sebagai perundungan.
Perundungan hanyalah salah satu isu krusial yang dihadapi PPDS. Mereka punya banyak masalah lain yang berpotensi mencederai mereka baik secara fisik atau psikis. Untuk memulai penatalakasnaan perlu dilakukan studi yang valid dan adekuat terkait isu ini.
Saat bersamaan, bisa dilakukan upaya lain seperti pembuatan kebijakan antiperundungan yang tepat dan relevan bagi seluruh PPDS dan menjamin bahwa kebijakan ini bisa dilaksanakan oleh semua institusi PPDS secara menyeluruh. (H-2)
Terkini Lainnya
Kasus Melebar, Muncul Dugaan Pelecehan Seksual di PPDS Anestesi Undip
Rektor Undip Ajak Semua Pihak Evaluasi Sistem Pendidikan Kesehatan
Tidak Hanya Senioritas, Sistem Juga Bisa Mem-bully Peserta PPDS
Perundung akan Dilarang oleh Kemenkes Bekerja di RS Vertikal
Ayah Aulia Risma, Mahasiswi Bunuh Diri Diduga karena Perundungan, Meninggal Dunia
Aturan Anti Perundungan Harus Betul-betul Berikan Perlindungan Pada Korban
Tim Pencegahan Perundungan dan Pelecehan Seksual di Kampus Jangan Sekadar Pajangan
Polisi Selidiki Kasus Pelajar Tewas Korban Perundungan di Puncak Bogor
Marak Bullying Berkedok Senioritas, Ajarkan 4 Hal Ini pada Anak
Masyarakat Diminta Berani Bersikap Hadapi Perundungan
Ibu Dokter Aulia Risma Laporkan Mahasiswa Senior PPDS Anestesi ke Polda
Prabowo dan Diplomasi Good Neighbors Policy di ASEAN
Biodiesel Sawit dan Ancaman Deforestasi
Sensasi Indonengslish Vs Pemajuan Kebudayaan
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap