Krisis Mental Remaja Tantangan Terlupakan
ISU kesehatan mental masih sering terabaikan, terutama terkait remaja. WHO memperkirakan hampir satu miliar orang di dunia mengalami gangguan mental. Angka ini dipandang belum mencakup seluruh realitas karena banyaknya kasus tersembunyi. Kondisi ini mirip dengan fenomena gunung es, di mana bagian yang tampak hanyalah puncaknya. Di Indonesia, meskipun ada beberapa program kesehatan mental pada masyarakat, kesehatan mental remaja masih sering luput dari perhatian.
Remaja, yang didefinisikan sebagai individu yang berusia 10-19 tahun (atau hingga 24 tahun menurut beberapa ahli), merupakan salah satu kelompok usia dominan dalam populasi. Di Indonesia, 46 juta penduduk (17%) berusia 10-19 tahun, dan jika memperhitungkan rentang usia hingga 24 tahun, angka tersebut meningkat menjadi 68 juta (28%).
Artinya, lebih seperempat penduduk Indonesia berada dalam kategori remaja. Ironisnya, sekitar 11% dari mereka hidup di bawah garis kemiskinan dan mayoritas tinggal di pedesaan. Bonus demografi yang akan datang berpotensi memperbesar jumlah remaja.
Baca juga : Kesehatan Mental Remaja Isu Terpinggirkan
Remaja adalah fase perkembangan biologis, psikologis, dan sosial yang sangat rentan. Pada tahap ini, remaja tidak hanya berusaha mencari jati diri, tetapi juga harus menavigasi berbagai tantangan hidup seperti hubungan sosial, seksualitas, serta tekanan dari keluarga dan lingkungan.
Di era digital, tantangan ini semakin kompleks dengan adanya pengaruh media sosial dan internet. Remaja sering kali terpapar konten digital yang memengaruhi persepsi tentang diri sendiri dan dunia, menambah beban mental yang mereka alami.
Data Kemenkes menunjukkan bahwa 7,3% remaja di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, seperti fobia, kecemasan, dan stres. Namun, penelitian mendalam oleh Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (INAMHS) menunjukkan angka yang jauh lebih besar, yaitu sekitar 15,5 juta remaja atau satu dari tiga. Selain itu, 2,5 juta remaja dilaporkan mengalami gangguan mental berat, termasuk upaya bunuh diri. Ini alarm penting.
Baca juga : Menkes: Fatality Rate 10%, Varian Baru Mpox Membuat Status Kewaspadaannya Naik
Kesehatan mental remaja dipengaruhi oleh faktor individu, keluarga dan komunitas. Pola asuh yang tidak sehat, terutama otoriter, berperan besar dalam memicu gangguan emosional. Remaja yang dibesarkan dalam keluarga dengan kontrol ketat dan kurang komunikasi cenderung mengalami masalah mental.
Di sisi lain, kekerasan dalam rumah tangga dan komunitas juga turut memperburuk kesehatan mental mereka. Media sosial kini memainkan peran besar dalam mempengaruhi kesehatan mental remaja. Media sosial sering kali menjadi alat untuk mendapatkan pengakuan sosial, tetapi di sisi lain, banyak remaja terjebak dalam perbandingan yang merusak antara kehidupan nyata dan citra yang disajikan di platform digital.
Mereka melihat kehidupan glamor yang dipamerkan, sementara kenyataannya mereka hidup dalam keterbatasan ekonomi. Konflik antara fantasi dan realitas ini menciptakan stres luar biasa. Apalagi ada juga teman sebaya mendorong untuk ikut dalam perilaku berisiko seperti merokok, minum alkohol atau penyalahgunaan narkoba.
Baca juga : Masuki Era the Attention Economic, Remaja dan Perempuan Rawan Terobsesi atas Penampilan
Sayangnya, perhatian terhadap kesehatan mental, terutama di kalangan remaja, masih jauh dari cukup. Fasilitas kesehatan mental untuk remaja di layanan primer, seperti puskesmas, sangat terbatas. Seharusnya tersedia program skrining, identifikasi, dan konseling.
Namun, saat ini, puskesmas sering kali hanya memiliki dokter dan perawat yang tidak memiliki pelatihan khusus dalam menangani kesehatan mental. Indonesia juga belum memiliki data nasional terkait kesehatan mental remaja. Akibatnya, kebijakan yang diambil sering kali tidak efektif karena tidak didasarkan pada data yang valid.
Kesehatan mental remaja adalah isu penting yang memerlukan perhatian serius. Meskipun UU Kesehatan 17/2023 telah mencantumkan pasal-pasal tentang kesehatan jiwa, tidak ada yang secara spesifik menyoroti masalah remaja. Diperlukan regulasi turunan yang fokus pada kesehatan mental remaja, termasuk program nasional. Dengan langkah-langkah konkret, kita bisa membantu remaja Indonesia tumbuh menjadi generasi sehat mental dan siap menghadapi masa depan dengan optimisme. (H-2)
Terkini Lainnya
Prudential-Kemenkes Pastikan Pemerataan Layanan melalui PRUPriority Hospitals
Penghentian PPDS FK Unsrat di RSUP Kandou karena Bullying Tidak akan Lama
Perlu Komitmen Dari Dunia untuk Mengeliminasi Penyebaran Malaria
Keselamatan Pasien: Tanggung Jawab Profesi dan Kompetensi
Gangguan Penglihatan pada Anak Masih Tinggi, Penyebab Bervariasi
Peran Regulator Optimalkan pengembangan Inovasi Sektor Kesehatan
Catat, Ini Dia 7 Tanda-Tanda Seseorang Mengalami Gangguan Mental
Hari Kesehatan Mental Sedunia, Yuk Cari Tahu 5 Fakta dan Mitos Terkait Hal Ini
Hari Kesehatan Mental Sedunia, Berikut 8 Jenis Gangguan yang Harus Kamu Ketahui
Sering Dianggap Sama, Apa Sih Perbedaan Antara Psikolog dan Psikiater?
Hari Kesehatan Mental Sedunia 10 Oktober, Apakah Itu dan Bagaimana Sejarahnya?
Gen Z Rentan Terkena Gangguan Mental, Apa Penyebabnya?
Perdagangan Internasional: Menavigasi Tantangan dan Peluang Baru
Air, Sanitasi, dan Higienis (WASH)
Ekspektasi Penganekaragaman Pangan
Pemerintahan Baru dan Reformasi Pemilu
Pembangunan Manusia dan Makan Bergizi Anak Sekolah
Menunggu Perang Besar Hizbullah-Israel
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap