visitaaponce.com

Menunggu Implementasi Peraturan Pemerintah Cegah Perokok Pemula

Menunggu Implementasi Peraturan Pemerintah Cegah Perokok Pemula
(Dok. Pribadi)

MESKI telah disahkan sejak Juli 2024, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP Kesehatan) belum diimplemetasikan. Kementerian Kesehatan masih menyiapkan sejumlah aturan pelaksana agar PP Kesehatan bersinergi dengan peraturan terkait lainnya. Masyarakat menunggu akankah implementasi PP Kesehatan terbaru itu dapat memenuhi salah satu tujuannya, yakni mengurangi prevalensi perokok anak dan mencegah perokok pemula?

Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan) pada 26 Juli 2024 membawa angin segar bagi sektor kesehatan. Aturan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan itu berisi 1.172 pasal terkait dengan kesehatan, yang diharapkan membawa perbaikan kesehatan masyarakat lebih menyeluruh.

Sejumlah pasal dalam PP Kesehatan yang sangat diharapkan membawa perbaikan ialah pasal pengamanan zat adiktif yang diatur dalam Bab II Bagian Kedua Puluh Satu Pengamanan Zat Adiktif Pasal 429 sampai Pasal 463. Pada Pasal 430 tegas disebutkan, salah satu tujuan penyelenggaraan pengamanan zat adiktif untuk menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok pemula.

Penyebutan tujuan penurunan prevalensi perokok itu bukan tanpa dasar. Prevalensi perokok aktif di Indonesia masih tinggi. Data Survei Kesehatan Indonesia Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) pada 2023 menunjukkan jumlah perokok aktif mencapai 70 juta orang, dengan perokok terbanyak di kelompok usia 15-19 tahun (56,5%) dan 10-14 tahun (18,4%).

 

Menjadikan produk tembakau rokok tidak menarik

Upaya menurunkan dan mencegah perokok pemula pada PP Kesehatan terlihat dari pasal-pasal yang mengatur agar anak dan remaja jauh dari akses (zero access), dan menjadikan produk tembakau dan rokok elektronik tidak lagi menarik bagi anak muda (less attractive).

PP Kesehatan juga meningkatkan batas minimum usia legal penjualan produk tembakau dari 18 menjadi 21 tahun. Kebijakan itu memperluas jangkauan perlindungan anak dan remaja dari rokok, hingga usia 21 tahun. Kepada mereka dilarang menjual dan memberi rokok. Dilarang mengikutsertakan mereka pada kegiatan yang disponsori produk tembakau. Batasan usia 21 tahun telah dilakukan di lebih dari 15 negara di dunia.

Kebijakan zero access diatur dalam pasal pelarangan penjualan rokok eceran dan pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter di sekitar sekolah dan ruang bermain ramah anak. Berbagai studi menunjukkan warung-warung dekat sekolah menjual rokok kepada siswa secara eceran dan meletakkan rokok berjejeran dengan jajanan anak. Hasil survei Lentera Anak (2017) menemukan fakta penjual rokok di dekat sekolah menjual rokok per batang dari harga Rp500 hingga Rp1.000 dan mempromosikan harganya melalui spanduk di warung.

Dari sisi less attractive, PP Kesehatan telah menaikkan ukuran peringatan kesehatan bergambar atau pictorial health warning (PHW) rokok konvensional dan elektronik menjadi 50%, menerapkan standardisasi kemasan dan larangan menggunakan bahan tambahan seperti perisa (flavour), aroma, dan pewarna pada produk tembakau dan rokok elektronik.

Sejumlah studi menunjukkan perisa pada produk tembakau, terutama rasa buah dan manisan, dapat memotivasi anak muda mencoba produk tembakau. Studi terbaru menunjukkan rasa buah-buahan pada rokok elektronik sangat diminati anak muda, terutama nonperokok. Menthol sangat digemari anak muda perokok aktif. Karena itu, pelarangan rasa pada produk tembakau berpotensi mencegah inisiasi anak muda untuk mengonsumsi rokok.

Selain itu, kebijakan less attractive dilakukan dengan pelarangan iklan rokok dalam radius 500 meter di lingkungan sekolah dan tempat bermain anak, serta pelarangan iklan rokok di media sosial berbasis digital.

 

Implementasi efektif

Pasal-pasal terkait batasan usia 21 tahun, larangan penjualan di sekitar sekolah dan tempat bermain anak, serta larangan iklan di sekitar sekolah dan tempat bermain anak, merupakan pasal yang seharusnya berlaku langsung setelah PP disahkan. Namun, temuan di lapangan menunjukkan pasal itu belum diimplementasikan.

Karena itu, masyarakat mengharapkan pemerintah berkomitmen mengimplementasikan PP Kesehatan dengan lebih terencana dan efektif. Jangan sampai PP Kesehatan kembali menjadi macan kertas, gagal membendung segenap inovasi dan strategi rokok dalam memproduksi dan memasarkan rokok. Kemenkes harus didukung semua pihak karena sejumlah pasal pengamanan zat adiktif membutuhkan komitmen seluruh pihak agar implementasi efektif.

Misalnya, pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter di sekitar sekolah dan tempat bermain anak serta pasal pelarangan iklan rokok di lingkungan sekolah dalam jarak 500 meter, harus didukung dengan perubahan aturan yang dapat mengakomodasi pelarangan itu. Karena itu, Kemenkes dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus berkoordinasi mendorong pemerintah daerah melakukan revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan memasukkan poin pengaturan terbaru dalam PP Kesehatan.

Koordinasi juga harus dilakukan dengan Kementerian Komunikasi dan Digital untuk mengatur pelarangan iklan di media sosial. Kemenkes juga harus duduk bersama Komisi Penyiaran Indonesia untuk merealisasikan pelarangan iklan rokok di media televisi dari pukul 05.00 (waktu setempat) hingga pukul 22.00 (waktu setempat).

Implementasi PP yang didukung aturan pelaksana yang efektif akan menjadi dukungan kuat dalam upaya memutus akses anak dan remaja dari rokok (zero access), dan menjadikan rokok sama sekali tidak menarik bagi anak (less attractive). Kita berharap itu akan berujung pada tujuan PP Kesehatan yang mulia, yakni menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok pemula di Indonesia. Selamat memperingati Hari Anak Sedunia, 20 November 2024!



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat