visitaaponce.com

Es Teh, Canda, dan Refleksi Kita Bersama

Es Teh, Canda, dan Refleksi Kita Bersama
(Dokpri)

CANDA adalah bagian dari kehidupan yang sering menghadirkan kehangatan. Rasulullah SAW, teladan mulia yang menjadi panutan kita, juga gemar bercanda. Namun, candanya selalu menjaga adab yaitu tidak menyakiti, tidak merendahkan, dan penuh hikmah. Tawa yang dihadirkan Rasulullah selalu membangun, tidak pernah meruntuhkan.

Belakangan ini, Gus Miftah menjadi sorotan setelah candaan yang dianggap tidak pantas terhadap seorang penjual es teh di suatu pengajian. Sebagai seorang yang juga sering berbicara di depan publik, saya memahami bahwa candaan yang tidak tepat dapat menimbulkan salah tafsir dan melukai hati. Meski begitu, saya percaya setiap kesalahan adalah ruang untuk belajar dan memperbaiki diri.

Es teh dan pelajaran kehidupan

Sebagai penggemar es teh, saya selalu menganggap minuman sederhana ini sebagai simbol kesejukan di tengah panasnya hari. Tetapi di balik segelas es teh yang menyegarkan, ada perjuangan seorang pedagang kecil yang mencari nafkah dengan keringat dan doa.

Saya pernah menjadi pedagang kecil di pengajian-pengajian, menjual minyak wangi dan kaligrafi. Ada momen saat dagangan saya tidak laku, sementara pengharapan saya begitu besar. Berdiri berjam-jam, mengatur barang dagangan, dan menghadapi senyuman yang kadang enggan singgah di wajah pelanggan. Itu semua mengajarkan saya untuk menghormati setiap usaha kecil, karena di baliknya ada kerja keras yang sering tak terlihat.

Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa mendukung pedagang kecil bukan hanya dengan membeli dagangannya, tetapi juga dengan menjaga perasaan mereka.

Tidak mudah menghakimi

Saya tidak begitu mengenal Gus Miftah secara pribadi, tetapi saya memahami bahwa ia memiliki pendekatan dakwah yang unik. Dalam gaya berbeda itu, terkadang ada kekhilafan yang perlu diperbaiki. Namun, mari kita tidak tergesa-gesa menghakimi. Setiap orang memiliki niat baik, meski caranya kadang kurang tepat.

Saya mengapresiasi langkah Gus Miftah yang segera meminta maaf atas kejadian ini, hingga muncul teguran dari Presiden Prabowo Subianto melalui Sekretaris Kabinet, Mayor Teddy. Tidak semua orang berani meminta maaf, terlebih di tengah kerasnya sorotan publik. Langkah itu menunjukkan kebesaran hati dan tanggung jawabnya.

Namun, peristiwa ini bukan hanya pelajaran untuk Gus Miftah. Ini pengingat bagi para dai dan pendakwah lain, termasuk saya sendiri, bahwa setiap kata di atas mimbar akan didengar dan diingat banyak orang. Dakwah bukan sekadar menyampaikan pesan, tetapi juga menjaga adab dan menghormati semua pihak.

Momentum untuk saling menghormati

Dalam setiap kegiatan, terutama pengajian, saling menghormati adalah kunci. Pedagang kecil yang mencari nafkah di sekitar acara tidak seharusnya menjadi objek candaan yang menyakitkan. Namun, pedagang juga perlu menjaga agar aktivitasnya tidak mengganggu kekhusyukan ibadah. Di sini, keseimbangan menjadi pelajaran penting: menghormati sesama sambil menjaga adab dalam ibadah.

Hari ini, siapa pun--tokoh, pejabat, atau figur publik--tidak lepas dari kontrol masyarakat. Setiap tindakan dan ucapan akan dinilai dengan cermat. Ini tanggung jawab besar yang harus diemban dengan kesadaran penuh. Gus Miftah, sebagai seorang dai, tentu memahami bahwa perannya berada di tengah sorotan. Kita doakan agar beliau terus belajar dan bertumbuh, tetap berada di jalur dakwah, dan lebih bijak dalam memilih kata-kata.

Es teh dan kehidupan

Es teh adalah minuman sederhana yang menyegarkan, menenangkan, dan penuh makna. Segelas es teh mengajarkan kita untuk menghargai hal-hal kecil yang sering kita anggap remeh. Begitu pula kehidupan, seharusnya dijalani dengan keseimbangan antara tawa, rasa hormat, dan saling mendukung.

Peristiwa ini menjadi pelajaran bersama, bukan untuk saling menjatuhkan, tetapi untuk belajar menjadi lebih baik. Semoga kita semua, termasuk Gus Miftah, bisa terus menjaga adab, akhlak, dan perasaan sesama.

Dan soal es teh, saya percaya ini bukan sekadar minuman. Ia adalah pengingat akan kesederhanaan yang menyegarkan. Siapa yang tidak suka es teh? Kalau sudah minum segelas, sering kali terlintas, "Kenapa tadi enggak pesan dua saja?"

Manisnya es teh, seperti hidup, ada pada keseimbangan antara rasa dan penghargaan. Dan semoga ke depan, pedagang es teh hanya sibuk menuang gula, bukan menahan luka.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat