Membaca, Jembatan Membangun Dialog

MEMBACA adalah jantungnya literasi. Membaca memberi asupan kepada nalar dan pikiran sehingga semakin terbuka, kritis, dan analitis. Tanpa membaca, kita tidak dapat mencerna pengetahuan baru untuk menghidupi nalar atau pikiran kita. Karena itu, membaca merupakan aktivitas yang mutlak perlu dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat wajib mengakses berbagai bahan bacaan untuk dibaca. Salah satu sumber bacaan penting adalah buku yang berkualitas.
Novelis dan penulis cerpen asal Amerika, George RR Martin, mengatakan pikiran kita membutuhkan buku sebagaimana pedang membutuhkan batu asah, jika ingin tetap tajam. Artinya, jika menghendaki pikiran atau nalar kita semakin tajam, kritis, dan analitis, kita perlu membiasakan diri dengan membaca buku-buku yang bagus dan berkualitas. Buku ibarat kapak yang siap membabat habis hutan rimba pemikiran kita yang masih stagnan agar cara berpikir kita semakin terstruktur dan sistematis.
Dengan membaca buku, kita mendapatkan kapak baru untuk membuka jalan pemikiran baru dan mengelolanya secara lebih maksimal agar menjadi gagasan atau pemikiran yang tajam, kritis, reflektif, dan kreatif. Seperti tubuh membutuhkan nutrisi yang bergizi, nalar atau pikiran kita juga mesti diberi makan dengan membaca buku atau mengonstruksi gagasan-gagasan bernas. Karenanya, pikiran atau nalar manusia mesti selalu diasah, ibarat seorang petani yang setia menempa mata bajaknya sebelum memulai membajak lahannya.
Satu pertanyaan yang menggelitik rasa, bagaimana mengasah pikiran kita yang merupakan anugerah istimewa dari Allah? Menyadari keistimewaan akal budi yang kita miliki, maka tanggung jawab kita adalah mengasahnya dengan membaca. Sebab membaca, memperkaya wawasan, mempertajam nalar, berpikir kritis, menyusun argumentasi secara terstruktur dan sistematis. Dengan demikian, nalar perlu diasah secara terus menerus melalui aktivitas gemar membaca. Jika demikian, nalar akan semakin mampu mengonstruksi berbagai gagasan baru sebagai bagian dari proses berpikir kritis, sistematis, dan analitis.
Melalui aktivitas membaca, para pembaca dituntun bahkan dituntut untuk menangkap yang disampaikan oleh para penulis buku. Sebab dengan membaca, ruang dialog atau komunikasi semakin terbuka antara pembaca dan penulis melalui tulisannya. Sebagai pembaca, kita dipaksa mencermati alur pemikiran para penulis, mengunyah dan mencerna gagasan-gagasan mereka secara matang, agar kita dapat menemukan intisarinya. Selanjutnya, kita menganalisis dan merefleksikannya untuk menghasilkan gagasan-gagasan reflektif yang baru melalui menulis.
Buku-buku yang ditulis para pemikir besar di zamannya tidak hanya berguna untuk pembaca di zamannya, tetapi juga melampaui zamannya, sebab yang ditulis selalu didasari oleh refleksi yang mendalam tentang kemanusiaan, etika, moral, sains, dan spiritualitas yang mengakar dan mengalir dari berbagai latar belakang aliran kepercayaan di masa lampau, yang juga diharapkan menyentuh konteks manusia di zaman ini.
Karena itu, tepatlah yang dikatakan pengarang berkebangsaan Inggris, Jeanette Winterson. Menurutnya, buku dan pintu adalah hal yang sama. Ketika engkau membukanya, engkau akan pergi ke dunia yang lain. Pernyataan ini sangat tepat apabila dikenakan kepada mereka yang setia dan tak bosan memacu dirinya untuk membaca. Dengan membaca, pintu ke dunia luar akan tetap terbuka dan kita akan memasukinya sembari menjelajahi dunia luas dengan mudah, meski tertatih-tatih.
Kita juga pantas bersepakat dengan dramawan dan novelis asal Prancis, Honore de Balzac (1799-1850), yang mengatakan bahwa dengan membaca, kita akan diantar untuk menjumpai teman-teman yang tidak kita kenal. Pernyataan ini hendak menyampaikan bahwa pembaca hanya dapat mengenal para penulis besar di masa lampau juga masa kini dan masa depan, jika pembaca berupaya sekuat tenaga mendapatkan buku-buku mereka dan membacanya dengan saksama, sembari dituntun untuk memahami secara lebih mendalam, baik pribadi penulis maupun pesan yang disampaikan melalui tulisannya.
Oleh karenanya, apabila kita selalu menyempatkan diri, meluangkan waktu membaca karya-karya penulis besar yang mengagumkan, sesungguhnya kita sedang membangun jembatan yang tak terputuskan bagi generasi saat ini, masa lampau dan generasi mendatang. Para pembaca juga mesti memotivasi diri untuk menghasilkan karya-karya baru dalam bentuk buku untuk bisa menghubungkan para pembaca saat ini dan masa mendatang. Membangun peradaban yang berkelanjutan melalui buku berarti menghasilkan karya-karya baru dalam bentuk buku di berbagai genre sekaligus sebagai jembatan peradaban yang menghubungkan lintas generasi.
Tulisan ini diinspirasi oleh komunikasi antara saya dan seorang adik kelas. Setiap bertemu, kami tidak hanya saling melempar senyum dan menyapa serta berjabat tangan lantas berlalu. Lebih dari itu, kami saling berdiskusi mengemukakan gagasan dari perspektif kami masing-masing. Kami mencoba membangun satu jembatan dialog melalui buku. Jembatan itu mulai kami rintis bersama dua bulan terakhir menjelang akhir 2024. Kita barangkali berpandangan bahwa membaca buku yang selalu sama, ilmunya tentu akan tetap sama juga. Atas pendasaran ini, saya diminta agar boleh meminjamkan buku kepadanya. Menurutnya, paling kurang ada menu baru yang ia dapatkan melalui buku yang dibaca.
Sebulan yang lalu, ia menelepon dengan pesan agar saya bisa menyiapkan salah satu buku bagus untuk dipinjamnya. Saya pun menyiapkan sebuah buku yang belum pernah saya baca bahkan bukunya masih segel. Saya yakin buku tersebut menarik untuk didalaminya. Satu hal paling penting bagi saya yaitu dialog dengan masa lampau melalui buku mesti dibuka seluas-luasnya agar menjangkau semakin banyak orang. Saya yakin, pada waktunya semakin banyak pula orang yang akan membuka diri memberi pencerahan kepada anggota masyarakat lain yang belum tercerahkan.
Kurang lebih sebulan, buku selesai dibacanya. Ia menelepon saya untuk mengantar buku tersebut, sekaligus meminjam buku yang baru. Saya mengiyakan sambil menyiapkan buku baru yang akan ia pinjam. Pastinya buku tersebut sesuai dengan selera dan minatnya. Saya bersyukur karena ia tertarik dengan buku yang saya siapkan. Semestinya buku yang dipinjamkan menarik dan mendorong pembaca untuk bisa segera membacanya hingga tuntas.
Karena itu, saya tidak mungkin memberikan buku yang saya sendiri tidak menyukainya. Sebaliknya, kita pasti mau mendapatkan buku yang tepat dan sesuai dengan minat dan selera kita. Dengan kata lain, buku yang hendak kita baca hendaknya sesuai atau relevan dengan konteks kita, agar ide dan gagasan bisa dengan mudah direfleksikan dan dikembangkan.
Banyak orang tidak suka untuk membaca, mungkin karena mereka kesulitan menemukan buku-buku yang menarik dan inspiratif untuk dibaca. Hal ini senada dengan yang diungkapkan penulis, produser film, penulis skenario film asal Inggris, J.K. Rowling. Ia mengatakan bahwa jika Anda tidak suka membaca, Anda mungkin belum menemukan buku yang tepat. Pernyataan ini sesungguhnya mau menggarisbawahi bahwa setiap pembaca memiliki pilihan sendiri atas buku yang hendak dibacanya.
Setiap pembaca biasanya akan memilih dan menentukan bahan bacaan yang diinginkan, entah buku puisi, cerpen, novel, esai, opini, filsafat, sains, atau spiritualitas, dan lainnya. Paling kurang buku yang dibaca dapat membantu pembaca untuk berdialog dengan penulis buku. Lebih dari itu, mendorong pembaca untuk berdialog dengan pembaca lain atau anggota masyarakat lain dalam konteks yang lebih luas.
Tugas masyarakat, terutama para guru adalah membangun percakapan yang aktif melalui membaca agar terciptalah ekosistem masyarakat yang literat dengan kualitas dan kapabilitas setiap warga yang semakin memadai di setiap generasi. Oleh karenanya, membaca tidak boleh sekadar dilihat sebagai kegiatan mengisi waktu luang. Akan tetapi, seluruh pembaca yang telah sadar mesti memiliki satu pemahaman yang sama bahwa membangun sumber daya manusia secara keseluruhan mesti dimulai dari terbangunnya mentalitas membangun sumber daya manusia secara perorangan atau orang per orang. Kita butuh semangat dan militansi antarlembaga dan instansi untuk meningkatkan literasi anggota lembaga atau instansinya, agar pada waktunya dapat menjadi cahaya bagi masyarakat umum yang masih kesulitan membangun nalar kritis dan analitis.
Masyarakat kita cenderung berbicara hanya karena mendengar atau menguping isi pembicaraan orang lain, bukan sebaliknya mendasari pemikirannya sebagai hasil dari proses membaca dan menggumuli bahan bacaan sehingga diperkaya olehnya untuk membangun dialog yang berkemanusiaan dan berwawasan global. Membaca merupakan jalan sekaligus jembatan untuk membangun masyarakat yang berkarakter, berintelektual, dan berdaya saing global. Kita perlu mendorong lembaga-lembaga pendidikan maupun organisasi perangkat daerah (OPD) untuk berlomba menulis buku demi mendukung dialog di kalangan warga agar terciptalah masyarakat yang literat yang daripadanya menjadi masyarakat yang bersumber daya unggul dan berkarakter. Selamat membaca dan salam literasi.
Terkini Lainnya
Inovasi Cakup Keberanian Berpikir Beda dengan Dampak Nyata
L'oreal Rayakan 45 Tahun Perjalanan di Indonesia dengan Peluncuran Buku The Essentiality of Beauty
Yayasan yang Didirikan Prabowo Terima Bantuan 10.000 Buku Bacaan
Dampak Program Transformasi Berbasis Inklusi Sosial bagi Perpustakaan dan Pemustaka
Chappy Hakim Rilis Buku Keamanan Nasional dan Penerbangan Jilid 2
Raja Kecil dan Sarang Lebah Birokrasi
100 Batalion Teritorial: Ketahanan Pangan atau Reposisi Militer?
Drama Demokrasi (Dramoksi) Indonesia 2024
Proyek Genom Manusia, Pedang Bermata Dua
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap