BRICS Kecakapan Kebijakan Energi Indonesia

SENIN, 6 Januari 2025, di Brasil, Presidensi BRICS+ 2025 resmi mengumumkan keanggotaan penuh Indonesia dalam BRICS+, menandai penguatan integrasi sektor energi dan perluasan peluang investasi intramember. Unifikasi itu tentu mempersolid otot ekonomi dan energi BRICS+, menjaga stabilitas development-nya di tengah tekanan geopolitik AS/Barat. Lalu, seperti apa masa depan Indonesia di bawah payung BRICS+?
Episentrum energi hijau
Transisi hijau ialah isu sentral BRICS+. Dalam memberantas kemiskinan energi dan ketimpangan inheren, upaya kolektif BRICS+ untuk mereformasi struktural sektor ekonomi perlu diratifikasi ke level nasional untuk menjamin keselarasan ritme pertumbuhan anggota. Soliditas ialah kunci mitigasi tekanan geopolitik dalam upayanya menjadi episentrum transisi energi hijau.
Keanggotaan Indonesia di BRICS+ tentu mengakselerasi visi kedaulatan energinya: Go Green 2040. Dukungan instrumen fiskal BRICS+ seperti NDB dan AIIB, serta akses teknologi menjamin stabilitas pasar dan pengembangan program strategis Presiden Prabowo, yang gencar mendiversifikasi bauran energinya--menargetkan 100 GW pembangkit listrik baru, dengan 75%-nya berbasis EBT pada 2040.
Lebih lanjut kemesraan dengan BRICS+ juga memperkuat posisi tawar produk EBT strategis Indonesia--nikel (baterai) dan sawit (biodiesel)--di pasar internasional. Komoditas itu menjadi episentrum pertarungan geoekonomi dan sketsa kompetisinya jelas: ASEAN/produsen komoditas tersebut memanfaatkan otot ekonomi BRICS+ untuk memitigasi tekanan sengketa dagang dengan AS/Barat--yang terus menekan melalui UU Antideforestasi, atau isu lingkungan serta tarif impor tinggi, karena khawatir ketergantungan impor Global South pada pasar migas/biodieselnya tereduksi dan beralih ke pasar biodiesel BRICS+ yang digdaya digawangi ASEAN.
Indonesia harus siap memimpin! Mari kita amati lanskap industri biodiesel Indonesia. Di tengah surutnya produksi minyak nasional, biodiesel B40 menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan impor solar dan memitigasi stigma negatif deforestasi sawit. BRICS+ menjadi alat soft power untuk menggaungkan narasi ekonomi hijau berbasis sawit dengan ASEAN sebagai penggeraknya.
Studi menunjukkan, semakin tinggi persentase campuran biodiesel, semakin rendah biaya eksternalnya (dampak lingkungan) (90 IDR/liter untuk B100 pada 2025), jauh lebih rendah ketinbang solar murni yang biaya eksternalnya terus meningkat seiring dengan kenaikan konsumsi material (317 IDR/liter untuk B0 pada 2025).
Narasi akademis inilah yang harus diperkuat ASEAN melalui BRICS+. Namun, secara paralel, BRICS+ juga harus berfungsi sebagai 'regulator hijau', memperketat regulasi anti-deforestasi dan standardisasi produk agar visi ekonomi hijaunya bukan sekadar omong kosong.
Lebih lanjut, penting untuk membangun kapasitas regional. Ya, Indonesia memimpin kapasitas produksi biodiesel--kapasitas: 20,26 juta KL/tahun--dengan campuran tertinggi B40 yang mana Thailand, Malaysia, dan Tiongkok di B10-20. Namun, dalam menghadapi skalabilitas industri AS/Barat (kini kapasitasnya di 112.000 bpd dan beda 20% saja dari RI), Indonesia harus kolaboratif untuk menjaga leverage dominasi pasarnya.
Keselarasan visi regional jelas vital untuk memperluas pasar baru dan regulasi harga pasar--strategi vital untuk mengurangi selisih harga indeks pasar solar-biodiesel yang masih signifikan dan menjadi hambatan implementasinya.
Ada dua strategi efisiensi untuk mengurangi disparitas harga tersebut: pajak karbon dan teknologi nonkatalis. Pertama, pendapatan pajak karbon bisa disubsidi silang untuk mendukung program biodiesel, membebaskan ruang fiskal untuk pos lebih strategis seperti insentif pajak atau modal pada perusahaan industri terkait untuk mendorong diversifikasi bahan baku.
Subsidi BPDPKS untuk B40 perlu dihapus bertahap guna menghindari ketergantungan baru. Sebaliknya, Indonesia harus mengadvokasi kebijakan harmonisasi harga dan standarisasi pajak karbon melalui BRICS+ untuk menciptakan iklim usaha yang berkelanjutan dan transparan. Contoh seperti Perpres No 98/2021 dan skema perdagangan karbon Tiongkok bisa diadopsi BRICS+ untuk mendukung komitmen ekonomi hijau dan mencegah carbon leakage.
Kedua, peningkatan efisiensi produksi melalui R&D. Sebagai market leader, Indonesia harus menginisiasi program riset bersama di BRICS+ untuk menekan biaya bahan baku, modal, logistik, dan kimia. Teknologi tanpa katalis serta penggunaan minyak limbah dan nonpangan, seperti disarankan Soni et al, dalam Biodiesel Implementation in Indonesia: Experiences and Future Perspectives, dapat membuat biodiesel lebih kompetitif dan ramah lingkungan.
Lanskap yang sama juga berlaku untuk industri nikel. Nikel memang kunci dekarbonisasi, tapi overeksploitasi dan standar smelter rendah justru menciptakan paradoks hijau--merusak lingkungan atas nama energi bersih. Sebagai mitra strategis utama, Konsorsium Tiongkok kerap bandel melanggar standar lingkungan itu untuk menekan biaya produksi dan menghilangkan pesaing. Pengamat menilai, keanggotaan di BRICS+ membuat Indonesia semakin tergantung pada Tiongkok dan berpotensi dieksploitasi.
Di sinilah pentingnya diversifikasi mitra investasi sebagai 'polisi lingkungan alami' untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan dalam mematuhi standar lingkungan. Perusahaan AS/Barat dan Rusia memiliki standar lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang lebih ketat dengan sistem yang transparan dan terbuka pada peluang audit eksternal independen terhadap performa lingkungan mereka. Keterlibatan mereka menciptakan persaingan pasar yang lebih sehat dan memastikan mekanisme monitoring yang terkontrol dan akuntabel.
Indonesia bersikap
BRICS+ mesti menciptakan iklim ekonomi yang egaliter. Ekspansi kerja sama intra-member harus teregulasi untuk melindungi eksistensi industri lokal dan keselarasan ritme pertumbuhan anggotanya. Kolaborasi tidak boleh eksploitatif dan bosisme; Indonesia dan Global South mesti tegas menuntut alih teknologi dan pengetahuan jika ingin naik kelas dan mandiri membangun kapasitas domestiknya.
Dalam transisi hijau, negara berkembang harus realistis menyeimbangkan agenda iklim dengan kebutuhan pembangunan domestiknya. Prioritas utamanya ialah memastikan akses energi terjangkau dan inklusif, tetapi sejalan dengan visi keberlanjutan. Karena itu, transisi energi perlu dirancang secara adil dan bertahap, memperhitungkan kondisi sosial-ekonomi tiap-tiap negara untuk mencapai keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam tahapan transisi itu, energi karbon konvensional masih vital dalam menjaga stabilitas pasokan energi dan keterjangkauan harga. Oleh karena itu, eksplorasi ladang baru dan pengembangan sektor EBT (gas, nuklir, dan panas bumi) mesti paralel diprioritaskan.
Keanggotaan Indonesia di BRICS+ membuka peluang besar bagi ASEAN untuk memperkuat suara kolektifnya dalam isu-isu energi global. Melalui platform itu, Indonesia dapat mendorong harmonisasi kebijakan energi kawasan, integrasi rantai pasok, serta meningkatkan akses negara-negara ASEAN terhadap pendanaan untuk proyek energi berkelanjutan. Dengan demikian, ASEAN dapat menjadi kawasan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Terkini Lainnya
Kadin Sambut Baik Investasi Singapura untuk Energi Hijau di Indonesia
Pembangkit Energi Terbarukan Dorong Pertumbuhan Ekonomi
Mantan PM Australia Pamerkan Sumber Energi Hijau Baru di Electricity Connect 2024
Melirik Investasi yang Menjanjikan di Sektor Penghiliran Energi Bersih
Perlu Konsistensi untuk Rasakan Manfaat Energi Hijau
Raja Kecil dan Sarang Lebah Birokrasi
100 Batalion Teritorial: Ketahanan Pangan atau Reposisi Militer?
Drama Demokrasi (Dramoksi) Indonesia 2024
Proyek Genom Manusia, Pedang Bermata Dua
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap