visitaaponce.com

Pengamat Sebut Putusan KPU Jadi Penghambat Munculnya Calon Baru

Pengamat Sebut Putusan KPU Jadi Penghambat Munculnya Calon Baru
Pakar hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini .(Dok. Pribadi)

PAKAR hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini menerangkan salah satu penghambat bagi pendaftaran calon baru di masa perpanjangan pendaftaran adalah adanya ketentuan KPU dalam Keputusan KPU No 1229 Tahun 2024, yang mengharuskan partai yang hendak mengubah dukungannya untuk memperoleh kesepakatan dengan anggota koalisi partai yang lama.

Kesepakatan itu dalam rangka mendapatkan persetujuan tertulis untuk keluar atau berpisah dari koalisi calon tunggal dan selanjutnya mengusung calon yang baru.

"Hal tersebut jelas tidak logis. Tentu koalisi lama pasti akan menghambat hadirnya penantang atau calon baru yang bisa jadi lawan mereka. Kalaupun disepakati dan mendapat persetujuan, hal itu bisa saja menimbulkan kecurigaan publik sebagai upaya untuk membentuk calon boneka karena merupakan hasil kesepakatan dengan koalisi calon tunggal," kata dia, Kamis (5/9).

Baca juga : Perpanjangan Pendaftaran Ditutup, Pilkada Calon Tunggal di 41 Daerah

Hal tersebut praktis merugikan calon yang baru yang pada akhirnya perpanjangan pendaftaran kembali, dan partai boleh mengubah peta dukungan kalau harus dengan disertai persetujuan anggota koalisi lama

"Untuk apa dibuka. Mestinya, koalisi berjalan alamiah saja. Kalau ada partai yang ingin pisah jalan di masa perpanjangan pendaftaran, biarkan berpisah jalan atau mengubah dukungan dengan apa adanya."

Ia mengingatkan pada pilkada serentak sejak 2015-2020, KPU tidak pernah memberlakukan aturan serupa itu yang tidak masuk akal dan sangat menghambat lahirnya konstelasi politik baru di daerah bercalon tunggal.

Baca juga : Ada Perpanjangan Waktu Pendaftran, Calon Tunggal Pilkada 2024 Diharapkan Berkurang

Selain itu, bagi daerah-daerah yang tetap lanjut dengan calon tunggal, hal itu tak lepas dari kuatnya petahana baik dari sisi modal politik, sosial, dan kapital. Sehingga partai lebih memilih pragmatis dan mendukung calon dari pada memajukan calon namun dikalkulasikan pasti kalah dan harus keluar ongkos politik yang tidak sedikit.

"Perhitungan politik tersebut sama sekali tidak memperhitungkan fungsi partai sebagai instrumen kaderisasi dan rekrutmen politik yang mestinya diperankan dengan baik oleh parpol," katanya.

Alasan lain ialah sentralisasi pencalonan dengan rekomendasi parpol di tingkat pusat yang sudah solid untuk mengusung calon tunggal membuat partai di tingkat daerah sulit untuk mengambil keputusan berbeda dengan DPP mereka. Apalagi jika ada tukar guling kesepakatan pencalonan sesam parpol antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. (J-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eksa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat