Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 Turun, Partai Mesti Evaluasi Proses Rekrutmen Politik

PARTAI politik sebagai institusi demokrasi mesti bertanggung jawab atas menurunnya tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada 2024. Menurut Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute Center for Public Policy Research, Arfianto Purbolaksono, partai harus melakukan evaluasi, khususnya pada rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan publik.
Ia menilai, partai politik yang berfungsi sebagai institusi demokrasi atas rekrutmen pejabat politik turut bertanggung jawab atas menurunnya partisipasi pemilih kali ini. Rekrutmen, sambung Arfianto, merupakan salah satu fungsi terpenting partai yang telah diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang tentang Partai Politik.
"Jika fungsi rekrutmen politik hanya berdasarkan kepentingan oligarki internal partai, maka sangat sulit bagi partai menghasilkan rekrutmen politik yang sehat," katanya kepada Media Indonesia, Kamis (28/11).
Pengalaman merekrut calon untuk berlaga pada Pilkada 2024 harus menjadi peringatan serius dalam mendorong reformasi di internal partai. Afrianto menyebut, reformasi itu berkaitan dengan demokrasi internal partai dalam proses rekrutmen politik.
"Jangan sampai orang-orang yang memiliki potensi tertutup karena kepentingan segelintir elite belaka," ujarnya.
Selain partai, Arfianto juga mengatakan bahwa penyelenggara pilkada, baik KPU dan Bawaslu, harus mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada 2024 karena digelar di tahun yang sama dengan Pemilu 2024. Sebab, sosialisasi Pilkada 2024 dinilai tak semasif Pemilu 2024 saat pemilih memilih calon presiden-wakil presiden serta calon anggota legislatif.
"Saya melihat bahwa dengan jadwal kegiatan KPU hingga KPUD yang sangat padat pada kegiatan Pemilu 2024, nampaknya persiapan Pilkada kurang optimal terutama terkait dengan sosialisasi pemilih," jelas Afrianto.
Lebih lanjut, ia mengingatkan penyelenggaraan tahun politik pada 2024 harus menjadi pengingat urgensi revisi paket undang-undang politik, yang di dalamnya termasuk Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu, dan Undang-Undang Pilkada. Kendati demikian, semangat revisi mesti didasarkan pada kepentingan penyelenggara maupun masyarakat.
"Pemerintah dan DPR perlu juga membahas isu-isu yang bukan hanya kepentingan partai politik. Misalnya, isu pembenahan proses rekrutmen partai politik, penggunaan media sosial dalam kampanye, afirmasi pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam pemilu, biaya kampanye, laporan pelanggaran kampanye, pengawasan partisipatif, dan lain-lain," paparnya. (Tri/M-4)
Terkini Lainnya
NasDem Masuk 5 Besar Parpol Bercitra Positif di Parlemen
Perludem Sebut RUU Pemilu Mendesak untuk Dibahas
Politisi Senior Dirikan Partai Gema Bangsa
PAN Sepakat Hapus Ambang Batas Parlemen
Penghapusan Ambang Batas Membuat Kondisi Politik Lokal Lebih Cair
Penghapusan Ambang Batas Belum Tentu Membuat Bursa Capres Ramai
Efisiensi Anggaran Dorong Kepala Daerah untuk Kreatif
Anggaran Dua Pilkada Ulang di Babel Sulit Diefisiensi
Bawaslu Tolikara Pastikan tak Ada Masalah di Pilgub Papua Pegunungan
Penyelenggaraan Pilkada Ulang di Babel Terancam Akibat Efisiensi Anggaran
MK Tolak Gugatan Herman-Ibang, Bupati dan Wabup Cianjur Terpilih Wahyu-Ramzy Siap Dilantik
KPU Tetapkan Pasangan Usungan NasDem sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih Sulsel
Ketika Menhan AS Beretorika
Alternating Family dan Perkembangan Keluarga Generasi Z
Hilangnya Kejujuran
Proyek Genom Manusia, Pedang Bermata Dua
Kebijakan Imperialisme Trump
Penyehatan Tanah untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap