DPR Usulkan Jeda Pemilu Tingkat Nasional dan Daerah
Wakil Ketua (Waka) Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin turut mengusulkan pembagian pemilihan umum (pemilu) menjadi dua kategori, yakni nasional dan daerah dengan jeda hingga dua tahun antarpemilu.
“Saya sudah bilang, itu model (pemilu) nasional dan lokal. Ini kan ilmunya Perludem,” ujar Zulfikar dalam webinar bertajuk “Agenda Reformasi Sistem Pemilu di Indonesia”, dipantau dari Jakarta, Senin.
Pada pemilihan tingkat daerah, menurut dia, masyarakat tidak lagi hanya memilih kepala daerah, tetapi juga memilih DPRD.
Zulfikar lantas membagi babak pemilu menjadi tiga, yakni lokal, daerah, dan nasional. Pada babak lokal, masyarakat akan memilih DPRD kabupaten/kota, bupati/wali kota, serta wakil bupati/wali kota.
“Lalu, paling tidak, setengah tahun atau dua tahun berikutnya baru pemilihan di tingkat provinsi,” ucapnya.
Selanjutnya, dua tahun setelah pemilihan di tingkat daerah, masyarakat akan memilih DPR RI, DPD RI, dan presiden-wakil presiden.
Skema tersebut diyakini oleh Zulfikar dapat menghapus perdebatan apakah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan menjadi lembaga ad hoc atau tetap menjadi lembaga permanen.
“Nanti KPU dan Bawaslu akan ada pekerjaan terus, jadi tidak lagi kita bicara dia ad hoc atau tetap, jadinya sudah tetap,” kata Zulfikar.
Penyelenggaraan Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 pada tahun yang sama diyakini oleh berbagai pemangku kepentingan dan pemerhati pemilu sebagai salah satu penyebab turunnya partisipasi masyarakat dalam memilih.
Penurunan partisipasi masyarakat terlihat pada perbandingan antara hak pilih yang digunakan pada Pemilu 2024 dengan Pilkada 2024.
Pada Rabu (5/6), KPU RI mengungkapkan bahwa 81,78 persen pemilih menggunakan hak pilih pada Pilpres 2024, kemudian sebanyak 81,42 persen untuk Pemilu Anggota DPR RI, dan 81,36 persen untuk Pemilu Anggota DPD RI.
Sedangkan, untuk rata-rata nasional partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024 mencapai 68 persen.
Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini secara aktif mendorong untuk membagi keserentakan pemilihan menjadi dua kategori, yakni keserentakan pemilihan nasional dan keserentakan pemilihan daerah.
Titi juga menyarankan agar kedua pemilihan tersebut diberi jarak selama dua tahun. Menggelar pemilu di tingkat nasional dan daerah pada satu tahun yang sama menjadikan pemilihan di Indonesia sebagai pemilihan yang paling kompleks.(Ant/P-2)
Terkini Lainnya
Hakim MK Pertanyakan Pemungutan Suara Pilkada Banjarbaru
Pelantikan Kepala Daerah yang Bersengketa di MK Pertengahan Maret 2025
Tok, 6 Februari Pelantikan Kepala Daerah untuk Pilkada Nihil Sengketa
Wamendagri Bahas Pelantikan Kepala Daerah Terpilih dengan DPR
32 Paslon Cabut Gugatan di MK
MK Harus Evaluasi Mutu Pilkada Serentak 2024
Pilkada Selesai, Saatnya Semua Pihak untuk Bersatu
Pemilu Serentak Jadi Penyebab Menguatnya Kartel Politik
Kubu Rido Walk Out, Cak Lontong: Itu Hak Mereka
Kejenuhan dan Tingginya Biaya Pilkada Pengaruhi Partisipasi
Pasangan Ketua dan Sekretaris NasDem Menangi Pilkada Yahukimo
One-State Vs Two-State: Menimbang Masa Depan Palestina
Makanan Bergizi dan Kebangkitan Diversifikasi Pangan
Sinergi Membangun Bangsa melalui Pemerintahan yang Inklusif
Trumpisme dalam Tafsiran Protagorian: Relativitas dalam Ekonomi Global
PLTN di Tengah Dinamika Politik dan Korupsi, Siapkah Indonesia Maju?
Setelah 30 Kali Ditolak MK
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap