Meleleh Haniyeh
RAFAEL Sebastian Guillen Vicente, atau yang dikenal sebagai Subcomandante Marcos, seorang pemberontak Meksiko yang selalu mendamba keadilan, pernah berkata: "Ada yang lebih tajam daripada sekadar sebutir peluru. Lebih mematikan ketimbang racun. Lebih cepat daripada sebutir peluru tajam. Lebih dari itu. Itulah kata."
Baginya, kata ialah senjata. Pernyataan Subcomandante Marcos itu pula kiranya yang terjadi saat seorang pejuang sekaligus petinggi Hamas, Ismail Haniyeh, dibunuh. Kata-kata hendak diberangus dan dimatikan dari mulut Kepala Biro Politik Hamas itu di sebuah wisma di Teheran, Iran, saat menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Haniyeh merupakan Kepala Biro Politik Hamas sejak 2017, menggantikan Khaled Meshaal. Haniyeh merupakan sosok terkenal, terutama seusai dilantik menjadi perdana menteri Palestina pada 2006, menyusul kemenangan Hamas pada pemilu parlemen. Pria 62 tahun itu tinggal di pengasingan dan berpindah antara Turki dan Qatar. Dia bergabung dengan Hamas pada 1987, saat peristiwa Intifada Pertama.
Kata-katanya seperti senjata yang memotivasi dan menggerakkan, bahkan melampaui peluru. Selama serangan Israel ke Palestina, keluarga Haniyeh juga menjadi sasaran serangan. Pada momen Idul Fitri lalu, serangan mematikan dari Israel turut membunuh tiga putra dan empat cucu Haniyeh.
Ia mendapati kabar menyedihkan itu saat sedang mengunjungi warga Palestina yang terluka dan dibawa ke ibu kota Qatar, Doha. Dalam momen menyedihkan itu, ia menyebut kejadian itu sebagai kemartiran anak-anak dan cucu-cucunya.
Lihat kata-katanya saat menahan perih mendengar kabar itu: “Darah anak-anakku tidak lebih berharga daripada darah anak-anak rakyat Palestina. Semua yang syahid di Palestina ialah anak-anakku."
Padahal, itu bukan pertama kalinya keluarga Haniyeh terbunuh. Anak laki-laki Haniyeh yang lainnya dilaporkan terbunuh pada Februari lalu. Sementara itu, saudara laki-laki dan keponakannya terbunuh pada Oktober 2023, serta diikuti seorang cucu pada November pada tahun yang sama. Total, sekitar 60 anggota keluarganya telah menjadi korban kebrutalan Israel.
Namun, kematian Haniyeh bukanlah kematian kata-kata penggugah di Palestina. Lihatlah bagaimana rakyat Palestina merespons kematian Haniyeh. Mereka bersedih, kehilangan, dan marah atas terbunuhnya Haniyeh.
“Orang ini bisa saja menandatangani perjanjian pertukaran tahanan dengan Israel. Mengapa mereka membunuhnya? Mereka membunuh perdamaian, bukan Ismail Haniyeh,” kata Saleh al-Shannar, yang mengungsi dari rumahnya di Gaza utara.
Para pemimpin dunia, kecuali Presiden Amerika Serikat Joe Biden, mengecam pembunuhan itu. Presiden Jokowi menyebut pembunuhan itu 'tidak bisa ditoleransi'. Iran juga menyatakan akan membalas kematian itu. Timur Tengah, juga dunia, terus dibuat porak-poranda oleh Israel.
Namun, kata-kata Haniyeh yang memotivasi dan menginspirasi tak pernah mati. Diplomasi kata-katanya memantik simpati Iran. Sebelum tewas dibunuh, Haniyeh sempat bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei dan Presiden Iran Pezeshkian di Teheran.
Dalam pertemuan itu, Haniyeh sebagai perwakilan Hamas menerima dukungan dari Pezeshkian. Ia mendukung Hamas ketika Jalur Gaza, Palestina, tengah porak-poranda seusai dibombardir Israel sejak Oktober 2023. “Kami yakin bahwa perlawanan rakyat Palestina dan para pejuangnya akan mengarah ke kemenangan dan pembebasan tanah Palestina,” ujar Pezeshkian kepada Haniyeh.
Haniyeh meninggalkan duka yang menganga. Namun, Palestina pasti tetap bergema, sebagaimana penggalan sajak karya Taufik Ismal berjudul Palestina, Bagaimana Bisa Aku Melupakanmu?:
'Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka?
Tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka, An Naar.
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani, dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kami pun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi.
‘Allahu Akbar!’ dan ‘Bebaskan Palestina!’.
Terkini Lainnya
Menteri Pembela Anak Presiden
Zaken Kabinet
Ancaman Ngeri Deflasi
Sang Penjaga Negeri
Paus Fransiskus Sumur Inspirasi
Menabur Rahmatan lil ‘Alamin
Dua Keteladanan
Berebut Panggung Jakarta
Paus Fransiskus dan para Kritikus
Bencana Pilkada
Heboh Pesawat Jokowi, Kaesang
Kelas Menengah kian Jengah
Antara Iqbal, Armand, dan Kaesang
Daya Rusak Flexing
Jokowi dan Kita
Haus Kekuasaan
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Krisis Mental Remaja: Tantangan Terlupakan
Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap