Jokowi tak Terlupakan
MEMINTA maaf ialah perbuatan yang sangat mulia. Itu bagian dari keadaban dan kearifan sebagai manusia yang menyadari bahwa tak ada manusia yang sempurna sebab kesempurnaan sejatinya milik sang Khalik.
Manusia yang jemawa tak mungkin meminta maaf meskipun terang benderang melakukan kesalahan. Bahkan, ia selalu merasa benar sampai kapan pun hingga ajal menjemput.
Namun, bagi seorang pemimpin, apa pun level kepemimpinannya, tak cukup menyampaikan permohonan maaf. Kata maaf akan terasa hampa, nihil makna, dan hanya omon-omon apabila permohonan maaf tidak dibarengi dengan perubahan kebijakan yang memberikan kemaslahatan bagi orang yang dipimpinnya.
Baca juga : Presiden: Waspadai Risiko Perlambatan Ekonomi Dunia
Seorang pemimpin akan bisa memimpin orang lain apabila ia mampu memimpin dirinya sendiri. Kemampuan memimpin diri sendiri ditandai dengan perilaku hidupnya. Ia mampu menjaga dan mengendalikan dirinya di atas nilai-nilai (values) dan filsafat hidup yang diyakininya. Dengan demikian, ia menjadi pribadi yang berkarakter. Tak mudah diombang-ambingkan keadaan. Tak mudah kena hoaks, kena hasut atau bisikan. Kekuasaan diabdikan untuk mewarisi segala kebaikan bagi generasi mendatang.
Prinsip al yadul 'ulya, khairun min yadis sufla, tangan di atas lebih baik atau terhormat ketimbang tangan di bawah, menjadi prinsip hidup memimpin yang berkarakter. Pemimpin seperti itu tak akan pernah mengemis jabatan, meminta privilese, atau meminta dilayani.
Alhasil, untuk meraih tangga kekuasaan, dia tak perlu pencitraan. Makanya, teori dramaturgi yang digulirkan oleh sosiolog Erving Goffman dalam bukunya, The Presentation of Self in Everyday Life (1956), bahwa manusia memiliki dua ranah tindakan sosial, yakni panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage), tidak berlaku bagi model pemimpin di atas.
Baca juga : Jokowi: RAPBN 2025 harus Akomodasi Semua Program Pemerintahan Prabowo Subianto
Memimpin ialah menderita (leiden is lijden), pepatah kuno Belanda yang dikutip oleh Mohammad Roem dalam karangannya berjudul Haji Agus Salim, Memimpin Adalah Menderita (Prisma No 8, Agustus 1977).
Dalam tulisannya, Roem menguraikan betapa sederhana bahkan berkategori melarat Haji Agus Salim, tokoh berpengaruh yang disebut Bung Karno sebagai The Grand Old Man, orangtua yang memiliki banyak kelebihan.
Bagi pemimpin yang berkarakter, kekuasaan ialah wasilah untuk memberikan kebermanfaatan bagi orang lain. Singgasana kekuasaan bukan jalan memperkaya diri, keluarga, dan kelompoknya. Juga bukan untuk memperkukuh posisi politik dirinya dan keluarganya di bawah tameng pseudo democracy.
Baca juga : Kirab Duplikat Bendera Pusaka Dilaksanakan tanpa Presiden
Belakangan jagat politik riuh oleh permohonan maaf Presiden Joko Widodo. Permohonan maaf kepada rakyat itu disampaikan saat memberikan sambutan dalam zikir kebangsaan di Istana Merdeka, pada Kamis malam, 1 Agustus 2024. Acara itu merupakan salah satu rangkaian Bulan Kemerdekaan HUT ke-79 Kemerdekaan RI.
"Izinkanlah saya dan Profesor KH Ma'ruf Amin ingin memohon maaf yang sedalam-dalamnya atas segala salah dan khilaf selama ini, khususnya selama kami berdua menjalankan amanah sebagai Presiden Republik Indonesia dan sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia,” ujar Jokowi.
Ia menegaskan selama menjabat sebagai Presiden Indonesia tidak bisa menyenangkan semua pihak. Presiden ketujuh itu mengaku tidak bisa memenuhi harapan semua orang. Sebab, menurutnya, ia hanya manusia biasa dan kesempurnaan hanya milik Allah, sang Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi.
Baca juga : Pengamat: Permintaan Maaf Jokowi Strategi Kembalikan Kesukaan di Akhir Jabatan
Kepemimpinan Jokowi akan segera berakhir. Periode ini ialah kepemimpinan Jokowi yang kedua kali. Duet Jokowi-Amin akan menyerahkan tongkat kekuasaan kepada presiden dan wakil presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, pada 20 Oktober 2024.
Transisi kekuasaan yang tak mudah di saat penguasa terpilih bakal pusing tujuh keliling mengeksekusi program kerjanya, seperti program makan bergizi gratis. Pasalnya, defisit APBN 2025 makin melebar karena terbebani utang menggunung dan ruang fiskal negara yang mengecil.
Pemerintah mematok defisit APBN 2025 sebesar 2,45%-2,82%. Persentasenya lebih tinggi jika dibandingkan dengan target defisit pada APBN 2024 yang sebesar 2,29%.
Tugas presiden memang bukan menyenangkan semua orang. Tugas presiden utamanya menjaga konstitusi sebagaimana pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Perjuangan manusia melawan kekuasaan, kata Milan Kundera, novelis asal Cekoslovakia, ialah perjuangan ingatan melawan lupa (1999). Sebagai bangsa, saya memaafkan Pak Jokowi, tapi tidak melupakannya, terutama terhadap kebijakan-kebijakannya yang memukul mundur arah reformasi. Tabik!
Terkini Lainnya
Menteri Pembela Anak Presiden
Zaken Kabinet
Ancaman Ngeri Deflasi
Sang Penjaga Negeri
Paus Fransiskus Sumur Inspirasi
Menabur Rahmatan lil ‘Alamin
Dua Keteladanan
Berebut Panggung Jakarta
Paus Fransiskus dan para Kritikus
Bencana Pilkada
Heboh Pesawat Jokowi, Kaesang
Kelas Menengah kian Jengah
Antara Iqbal, Armand, dan Kaesang
Daya Rusak Flexing
Jokowi dan Kita
Haus Kekuasaan
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Krisis Mental Remaja: Tantangan Terlupakan
Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap